Oke, akhirnya update cepet~
Part ini 2,3 words. Jangan lupa tekan bintang.Selamat Membaca~
▪▪▪
Hari ini kegiatan class meting. Besok, berakhirnya class meeting. Aku tidak berniat mengikuti lomba. Nessi dan Vani juga begitu. Hanya Dwi yang menyambut ini dengan semangat.
Kami bertiga menyaksikan Dwi yang mengikuti lomba voli di pinggir lapangan yang penuh sesak penonton. Tak lupa sorak sorai menyemangati. Dwi memang ahlinya.
Sembari melihat Dwi, tak sengaja kutemukan sosok Dino yang juga memperhatikan dengan serius, memusatkan perhatian kepada Dwi. Tanpa sadar, aku tersenyum kecil. Benarkah dugaanku selama ini?
Yang paling tidak mengenakkan di masa sehabis ujian adalah bosan. Hanya menonton dan berlalu-lalang keluar masuk kelas tanpa tujuan yang jelas.
Ternyata ada Rifqi juga di sana. Namun, dia sibuk dengan ponselnya. Aku dan Nessi mulai bosan. Akhirnya, kembali ke kelas. Vani tidak ikut, katanya, masih ingin menonton Dwi.
Permainan voli telah selesai. Dwi dan Vani masuk ke dalam kelas. Aku pikir, Dwi akan marah karena ditinggal olehku dan Nessi, ternyata dia tidak masalah sama sekali. Perwakilan voli putri dari kelas kami masuk ke babak final. Kemungkinan besok tandingnya.
Akhirnya waktu yang ditunggu-tunggu datang. Pulang. Sehabis ujian, biasanya pulang sekolah lebih cepat. Hanya ada kami berempat di dalam kelas. Selebihnya sudah berhamburan pulang.
Nessi sibuk bermain ponselnya. Raut khawatir tergambar jelas di wajahnya. Aku, Vani, dan Dwi menunggu Nessi untuk berjalan keluar kelas bersama.
Nessi tampak menelpon nomor seseorang. Aku tidak ingin melihatnya, takut menyinggung Nessi yang mungkin saja tidak ingin memperlihatkan. Nessi tampak menghela napas gusar.
"Kenapa?" tanya Dwi.
"Belum diangkat," balasnya singkat.
Giliran Vani yang bertanya, "Sopir?"
Nessi menatapnya sekilas kemudian kembali menelepon walau tidak kunjung diangkat. "Bukan," jawab Nessi pendek.
Nessi tidak menyerah, dia mengirim pesan ke nomor tersebut. Entah siapa yang dikhawatirkannya. Kemudian, Nessi menatap kami bergantian.
"Ikut gue, yuk!" ajaknya.
Nessi menyandang tasnya. Melihat ponselnya yang masih belum ada tanda-tanda pesannya terbalas atau ditelepon balik.
"Ke mana?" Dwi refleks bertanya.
Nessi memandangnya dengan tidak tenang. "Ngecek di seluruh ruang sekolah," jelasnya. Wajahnya masih panik tidak karuan.
"Buat apa?" tanya Vani memastikan.
Menyadari Nessi yang diam saja, jelas ini bukan hal yang baik-baik saja. Tumben sekali, kan, Nessi terlihat aneh. Tidak seperti biasanya ekspresif dan cerewet.
"Cari seseorang," tukasnya. Nessi memberi kepastian kepada kami, walau tidak sepenuhnya.
"Memangnya cari siapa?" Tidakkah Nessi tahu, kami semua sudah mati penasaran.
Dia tidak menjawab. Bahkan tidak menoleh kepadaku. Ada apa dengannya? Dia marah kepadaku?
Nessi langsung keluar kelas. Kami saling bertukar pandang. Kemudian menyusul Nessi yang berjalan dengan tergesa-gesa. Dia celingak-celinguk, entah mencari siapa.
Napas kami memburu. Kami mencari tanpa tahu apa yang dicari. Ketidakpastian itu benar-benar membuat bingung. Memeriksa setiap kelas yang sudah kosong dan Nessi menggeram karena semuanya sudah terkunci. Ada beberapa kelas yang belum terkunci, tetapi hanya ada beberapa tas tidak ada penghuni.
KAMU SEDANG MEMBACA
Daneen
Teen FictionAntara terpaksa, cinta, dan praduga. "Kamu semestinya seperti itu, Arumi. Kamu harus sadar di dunia ini bukan cuma tentang hidupmu. Bukan hanya tentang sudut pandang kamu." Berusaha meyakinkan Papa lebih keras lagi atau memang Papa yang tidak pernah...