Tidak mungkin jika buku tipis itu terkoneksi dengan hal mistis.
Aku serius, bagaimana bisa ada kertas misterius?
~Daneen▪▪▪
Selamat membaca~
Aku tengah memasukkan buku-buku ke dalam tas sekolah. Sekaligus menyiapkan peralatan yang harus dibutuhkan dalam kerja kelompok.
Aku duduk berselonjor di atas kasur. Meregangkan tangan yang rasanya sangat pegal. Ku ambil ponsel di atas nakas. Lalu, mencari kontak yang hendak dihubungi. Setelah mendengar nada tersambung telepon, aku mendengar suara cempreng khas pemilik kontak. Menghembus nafas panjang setelah itu.
"Huaa Daneen, tumben tel-"
"Assalamualaikum," salamku, memotong ucapannya.
"Waalaikumussalam, hehe," jawabnya sedikit terkekeh
Pasti ditempatnya sekarang, dia tengah menyengir lebar.
"Ada apa nih malem-malem nelepon gue?" tanya Nessi to the point.
Aku beringsut dari posisi, duduk bersila supaya lebih nyaman. Rasanya sangat aneh bisa akrab dengan orang yang terlampau heboh. Tapi, mau bagaimana lagi.
Sekedar info, kami berdua menjadi teman satu kelompok ditambah Dino dan Nuri.
"Cuma mau ingatin aja, besok jangan lupa bawa bukunya," peringatku.
"Iya, ih. Kirain mau ngomong apa," gerutunya.
Aku hanya bisa menggeleng mendengarnya.
"Memangnya sudah disiapin?" tanyaku memastikan.
Dari saluran telepon, terdengar Nessi berdecak.
"Udah dong, Daneen. Tapi nanti aja deh dimasukin ke dalam tas, soalnya gue lagi di rumah saudara," jawabnya.
Mendengar ucapannya membuatku memutar kedua bola mata.
"Beneran, ya. Pokoknya jangan sampai lupa," nasihatku.
"Iya deh," balasnya.
Terdengar suara laki-laki dari sambungan telepon Nessi. Terdengar samar. Mungkin, itu papanya atau saudaranya.
"Tunggu bentar, ya, Daneen," perintahnya.
"Eh nggak usah. Cuma mau ngomong itu aja, kok. Kalau kamu ada kepentingan lain ya ditutup aja teleponnya," tukasku.
"Ya udah kan, gue tutup ya. Assalamualaikum. Dadah, Daneen," pamitnya.
"Waalaikumuss-"
Tut ... tut ... tut ....
Belum selesai aku menjawab salamnya, sudah ditutup saja teleponnya. Dasar, Nessi.
Kembali ku taruh ponsel di atas nakas. Karena teringat sesuatu, aku beranjak dari kasur dan membuka laci. Kemudian, mengambil cetakan foto sore tadi. Benar, itu gambar Mama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Daneen
Fiksi RemajaAntara terpaksa, cinta, dan praduga. "Kamu semestinya seperti itu, Arumi. Kamu harus sadar di dunia ini bukan cuma tentang hidupmu. Bukan hanya tentang sudut pandang kamu." Berusaha meyakinkan Papa lebih keras lagi atau memang Papa yang tidak pernah...