Kesalahpahaman hanya butuh penjelasan, bukti yang menguatkan, serta kejujuran.
~Daneen▪▪▪
Selamat Membaca~
"Itu berarti ... ada di tas Vani." Dwi menatap Vani dengan curiga.
Vani membelalakkan mata. Sangat terkejut. Begitupun aku. Aku sangat lama mengenalnya, jadi aku tahu betul bagaimana perangai Vani. Bohong, jika aku tidak tahu dirinya seperti apa. Tidak mungkin kan Vani yang melakukan ini semua?
"Jadi gimana Vani? Itu beneran lo?" tanya Nessi.
Aku, Nessi, dan Dwi mengarahkan perhatian sepenuhnya kepada Vani.
"Nggak, kok. Bukan aku yang ngelakuinnya. Kalau emang aku tahu flashdisk itu di mana, pasti aku langsung bilang ke Daneen," sanggah Vani.
Jika dilihat dari wajahnya, Vani berucap dengan tulus tidak berbohong. Lagian, untuk apa Vani berencana untuk menjatuhkanku? Tetapi, mengingat dia yang tumben sekali ke kafetaria lain bersama Bona, seperti ada kejanggalan.
"Beneran? Lo nggak lagi bohong?" Dwi masih belum percaya.
Tiba-tiba suara lain menyahuti.
"Tadi ada anak XI Ipa 4, setahu gue namanya .... Naomi?"
Suara berat itu! Bukannya fokus kepada apa yang dia bicarakan, aku malah tercengang. Tercengang melihat Rifqi yang langsung menimpali percakapan kami.
Dwi menatapnya sekilas, Vani mengerjap, sedangkan Nessi... apa-apaan! Dia terlihat ogah-ogahan dengan kedatangan Rifqi dan malas mendengarkan. Sepertinya, dia tidak tertarik dengan laki-laki kecuali Abimanyu. Hu! Pendukung garis keras.
"Ha? Maksud lo?" tanya Dwi. Seperti biasa, dengan muka datarnya.
"Tadi istirahat, gue lihat Naomi dari jendela, dia tiba-tiba masuk ke kelas kita yang lagi kosong," ujar Rifqi menjeda, "pindahin barang kecil yang gue nggak tahu apa ke tas.. lo." Rifqi menatap Vani.
Meskipun terlihat malas, Nessi tetap mendengar walaupun hanya melirik dari ekor matanya. Karena kan, Nessi selalu penasaran.
"Jadi Naomi? Ada masalah apa lo sama dia, Daneen?" tanya Dwi.
Aku menyerngitkan dahi. Masalah? Aku bahkan sama sekali tidak dekat dengannya. Apa dia benci sampai membuat hal yang merugikanku? Tapi, membenci apa?
Seketika ingatanku melayang pada kejadian XI Ips 1 saat itu. Ada empat orang yang menggosipiku; cewek bersurai lurus, Natelie yang merupakan anak OSIS, Naomi dari XI Ipa 4, dan Bona.
Apa ini bagian dari rencana Bona, untuk menjatuhkanku (lagi)? Dengan mengajak Vani menjauh dari kami semua dengan harapan mengelabui.
Dia sengaja membawa Vani ke kafetaria lain supaya sedikit memberikan sinyal. Menyuruh Naomi yang menaruhnya ke tas Vani karena dia tidak ikut bersama Bona.
Dari menghadapi sikap seperti Bona, cerdik dan licik menjadi hal sama.
Tapi, aku tidak boleh langsung mengambil kesimpulan. Menentukan benang merah dari permasalahan tanpa menanyakan. Ya, aku perlu penjelasan!
"Nggak aku nggak ada masalah apapun dengan Naomi," jawabku setelah memberikan jeda yang lama.
"Palingan juga si sprei Bona(ta)! Dia kan benci banget sama lo," tuduh Nessi, tetapi aku juga memikirkan hal yang sama.
"Ya udah. Yang penting kalian nggak salah paham lagi, nggak nuduh Vani. Tinggal tanyain ke Bona supaya lebih pasti," ujar Rifqi.
Nessi mendelik tajam. "Gue nggak nuduh Vani tuh?!" kilah Nessi.
"Nessi!" Aku menggeleng menatapnya.
"Ya intinya, Vani bukan pelakunya." Rifqi tersenyum singkat, lalu masuk ke kelas.
Nessi meniru ucapan Rifqi barusan dengan nada dibuat-buat serta muka yang dongkol.
"Kalau tahu ada yang ngelakuin harusnya langsung ngomong, dong. Cegat atau apa, gitu. Mana ngasih taunya kelamaan, lagi tuh," gerutu Nessi.
"Udah ah. Mungkin dia sempat kepikiran yang enggak-enggak tapi berusaha dia tepis. Jadi ketika dia dengerin kita baru dia paham dan ngejelasin." Aku membelanya lagi-lagi.
"Maaf, Vani. Tadi gue sempat nuduh lo," kata Dwi.
Sedangkan Vani tersenyum dan bilang, "Nggak apa-apa."
▪▪▪
Aku ikut merapikan meja-meja, untungnya presentasi berjalan dengan baik. Oh iya kalau tentang Bona, aku belum bertanya langsung kepadanya. Sebab tidak ada kesempatan waktu. Tadi, setelah meminta maaf dengan Vani, bel mengalun dengan riang menghancurkan kesempatanku—atau bahkan murid-murid lain. Tapi, tidak masalah.
Ketika waktu berkemas, Bona sendiri yang menghampiri sebelum aku yang mendatangi. Dia tidak menyangkal perbuatannya, tetapi tidak juga merasa bersalah. Ternyata tebakanku benar.
Dia tertawa sinis.
"Yah..." Dia mendesah kecewa, seperti dibuat-buat.
"Gue gagal dong kali ini. Niatnya sih, pengen adu domba gitu. Ngehancurin persahabatan kalian, mungkin itu alasan yang lebih bagus." Mukanya masih semenyebalkan itu.
"Lo nggak usah seneng dulu. Karena ada yang peduli dengan masalah lo. Ada satu hal yang perlu lo ingat; banyak yang nggak suka dengan lo, Daneen," peringatnya.
"Orang yang nggak suka dengan lo nggak cuma satu. Lo itu baru, jangan menyingkirkan seseorang yang udah ngincar dari dulu," jelasnya.
Dia pergi tanpa pamit. Melakukan tanpa izin. Berbicara tanpa berpikir. Sudahlah. Sebernanya, aku sedih ketika mendengar itu. Tetapi, toh di dunia ini tidak mungkin selalu ada yang bahagia tanpa sedih.
Karena sesungguhnya, ada yang akan menyukai dan ada pula yang membenci.
Tapi ada hal yang membingungkan bagiku.
'Lo itu baru, jangan menyingkirkan seseorang yang udah ngincar dari dulu.'
Maksudnya apa?
▪▪▪
Part ini segini dulu, ya.
Semoga suka :)
Baca juga cerita lain yang ada di BMT
Jangan lupa vote dan comment^^Thank you ;)
Ra
KAMU SEDANG MEMBACA
Daneen
Teen FictionAntara terpaksa, cinta, dan praduga. "Kamu semestinya seperti itu, Arumi. Kamu harus sadar di dunia ini bukan cuma tentang hidupmu. Bukan hanya tentang sudut pandang kamu." Berusaha meyakinkan Papa lebih keras lagi atau memang Papa yang tidak pernah...