"Stop teasing him."
Sebelah alis Youngtaek terangkat menatap temannya itu. Disentakkannya kaleng bir di meja. "Kenapa? Lo nyerah? Kata lo Hyunjin sama Seungmin gak keliatan deket lagi, justru—"
"Gue gak nyerah, gue menghargai. Dia beda sama yang lain, gak bisa buru-buru, harus pelan-pelan." Yeonjun menghisap rokoknya dan mengembuskan asapnya baru lanjut bicara, "Gue sadar, gue orangnya gak sabaran. Kalau pun kita jadi, dia gak bisa memenuhi apa yang gue butuhin dan gue pun gak bisa mengikuti maunya dia."
Yeonjun menjentikkan abu rokoknya. "Udah, gak usah dikerjai lagi. Kalau sampai depresi terus anaknya cuti kuliah, ribet urusannya."
"Ahelah, gak sampai segitunya juga kali. Lebay amat."
"Ya, siapa tahu. Buktinya gue pepetin dari awal semester sampai sekarang gak ada kemajuan sama sekali. Mending mundur."
"Kok lu jadi overthinking gini? Kesambet paan lu?"
"Bacot lu ah, botol kaca." Yeonjun berdecak dan menenggak birnya. "Kalau gue bilang berhenti ya berhenti."
Youngtaek mendengus, "Iye dah, iye... orang awam mah nurut sama pujangga." lantas dia menenggak birnya lagi. Mengabaikan delikan kesal dari temannya yang pada akhirnya pilih meredam kekesalannya dengan batang tembakaunya.
Sekejap itu, nama Kim Seungmin sempurna enggak lagi disinggung presensinya.
🌙
Arwah Seungmin serasa mengambang dari raganya. Dia cuman menatap kosong cup berisi cokelat hangat instan yang dibuat dan dibelikan Hyunjin di mini market yang mereka sambangi.
"Diminum, Min," kata Hyunjin.
Nggak selera, sahut Seungmin dalam hati karena kerongkongannya terasa serak setelah menumpahkan semuanya sebelumnya.
Padahal Seungmin nangis juga gak sampai berderai pun sesenggukan. Cuman beberapa tetes tapi tetap saja rasanya sesak.
Tapi Hyunjin malah membawa cup di genggaman tangan Seungmin ke mulutnya. "Seteguk aja, biar anget tenggorokkannya."
Kalau masuk tenggorokan malah keselek yang ada, lagi Seungmin menyahut dalam hati. Tapi dia pasrah saja ketika bibir gelas itu menyentuh mulutnya dan diteguknya sedikit.
"Enak?"
"...manis,"
Mereka saling berdiam diri setelahnya. Namun satu tangan Hyunjin tetap bertahan menggenggam tangan Seungmin yang memegang cup dan mengusap permukaan tangan Seungmin dengan pelan. Sensasi hangat dari tubuh dan minuman hangat itu berkumpul di sana.
Tapi, Seungmin di sini bukan cuman buat menceritakan alasan ketakutannya saja. "Hyunjin..."
"Iya?"
"Kenapa lo masih tetep suka sama gue?"
Untung Hyunjin gak lagi minum atau makan, dia pasti langsung keselek tiba-tiba ditodong pertanyaan gitu.
Apalagi Seungmin gak berhenti sampai di sana, "Lo punya waktu sebulan buat move on tapi... lo masih bertahan... kenapa?"
Nggak tahu. Kalau ditanya 'kenapa' sebetulnya Hyunjin juga gak tahu. Dia cuman...
...terlalu sayang.
Sayang kalau Seungmin menjauh.
Sayang kalau Seungmin berubah.
Sayang kalau Seungmin mengabaikannya.
Sayang kalau Seungmin...
"Nggak tahu, gue juga bingung." jawab Hyunjin akhirnya.
"Bukan karena gue pacar pertama lo?"
Hyunjin keselek beneran. Matanya melotot dengan pupil sedikit bergetar menatap Seungmin. "Ng-nggak—eh, yah, gak tahu. P-pokoknya, g-gue belum rela aja..."
"Kenapa?"
'kenapa' lagi Seungmin tanya. Rasanya Hyunjin jadi pengen cubit pelan bibir Seungmin supaya gak ngotot dan bikin otak Hyunjin error apalagi beberapa waktu lalu sudah terkontaminasi alkohol yang membuat kinerjanya gak maksimal.
Pusing, Hyunjin gak kepikiran apa-apa selain—"K-karena gue masih suka sama elo. Masih sayang sama elo."
Seungmin gak langsung menyahut setelahnya.
"Kata Eric," Seungmin berucap. "gue harus ngasih elo kesempatan, soalnya..." Seungmin gak melanjutkan ucapnya.
"'soalnya'...?"
"S-soalnya..." Seungmin menggigit bibir dengan kepala tertunduk. "S-soalnya kata Eric, gue..."
Hyunjin gemes sendiri. Tapi karena ini Seungmin, dia masih bisa sabar. Bisa banget.
"G-gue... angh—" Seungmin malah menutup wajahnya.
Maaf kalau Hyunjin terkesan jahat, tapi menemukan Seungmin sedikit merengut kebingungan sekarang terlihat lucu. Jujur, Hyunjin gak bisa menahan sekadar senyum.
Masih menutup wajahnya, tiba-tiba Seungmin merasakan sentuhan kecil hangat—berlawanan dengan dinginnya udara malam—di dahinya. Jemari Hyunjin bergerak pelan menyibak poni rambut Seungmin.
Ketika Seungmin akhirnya menurunkan tangannya, Hyunjin tersenyum padanya.
"Eric bilang apa, hm?"
Cara Hyunjin tersenyum entah mengapa kali ini membuat dada Seungmin bergemelutuk di dalam, jadi dia mengalihkan wajahnya. "Itu... konyol,"
"I'm sure if I doing stupid things more often than you."
"No, you don't."
Hyunjin tertawa pelan, "Jadi, Eric bilang lo kenapa?" tangannya yang masih berada di wajah Seungmin kini berada di rahang pemuda Kim, mengetuknya pelan.
Lucunya, Seungmin gak menepisnya barang protes sekali pun.
"Eric bilang, kalau gue..." Seungmin menggigit bibir bawahnya. Dadanya gak lagi bergemelutuk, tapi bergemuruh menciptakan debaran yang membuat wajahnya menghangat.
"Kalau gue..." Seungmin menahan napasnya.
"Gue—suka sama lo."
·–—18 end
![](https://img.wattpad.com/cover/245865330-288-k708131.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Night Chance ╏ HyunMin ✓
Fanfiction[short-fic series] Kim Seungmin menghadiri makrab (malam keakraban) jurusannya semata-mata cuman buat 'setor muka' Tapi sepulang makrab, Seungmin malah jadi pacar seseorang...