28: Rasa Cemburu

1.3K 260 64
                                    

-Awali dengan Bismillah dan akhiri dengan Alhamdulillah-

✨✨

"Cinta itu tumbuh dengan sendirinya. Tidak bisa dipaksakan, karena sesuatu yang dipaksakan tidak akan baik akhirnya."
Indahnursf~

✨✨

Sepanjang jalan Auliya menyebut nama Allah, berusaha menguatkan hatinya. Lagi-lagi sifat tidak enakan Auliya membuatnya menjadi tertekan dan bingung untuk mengekspresikan perasaannya. Dia takut kepulangannya akan mengganggu Fani, namun ia punya kewajiban untuk mematuhi suaminya sekaligus harus mengurus rumah tangganya. Surga dan neraka seorang perempuan jika sudah menikah maka ada pada rida suaminya.

"Astaghfirullah." Auliya beristighfar untuk tidak berprasangka buruk. Karena berprasangka buruk lama-lama bisa membuat seseorang menjadi penyakit hati dan Auliya sangat menghindari itu.

"Mbak, sudah sampai." Suara bapak supir taksi membangunkan lamunan Auliya. Ia memilih naik taksi karena saat ingin memesan ojek online ia melihat banyak sekali taksi-taksi di pinggir jalan yang melamun karena pendapatan mereka menurun. Akhirnya Auliya memutuskan naik taksi saja. Walau ongkosnya lebih besar, namun Auliya anggap ia sekalian sedekah.

"Berapa Pak?"

"Lima puluh satu ribu, Mbak," balas bapak taksi. Auliya memberikan uang enam puluh ribu.

"Lebihnya ambil saja, Pak. Terima kasih." Setelah mengatakan itu Auliya segera keluar dari taksi dan menatap lekat-lekat pagar rumahnya yang tertutup rapat.

Kali ini, Auliya melihat rumah milik Dhuha seperti tidak terawat. Bahkan di halaman depan Auliya menanami beberapa jenis bunga, kini bunga itu mulai layu. Miris. Auliya sedih melihatnya, tidak ada yang mengurus rumah itu sejak kepergiannya. Auliya memaklumi Dhuha yang sibuk dan Fani yang sakit, ia lah yang salah telah gegabah memilih. Namun, hidup itu pilihan, kan? Kemarin yang ia lakukan adalah keputusannya, maka dari itu Auliya harus menerima konsekuensinya.

"Ass--"

"Auliya!"

Deggg!

Baru saja Auliya ingin mengucap salam, namun Fani buru-buru membuka pintu. Pandangan keduanya beradu. Auliya menundukkan pandangannya, ada rasa kasihan sekaligus sedih melihat Fani berubah. Ya, Fani terlihat lebih kurus dan ia terlihat jelas bahwa ia sedang sakit.

Terasa ngilu hati Auliya melihatnya.

"Kamu pulang?" tanya Fani. Namun pertanyaannya itu membuat hati Auliya sakit. Apa kepulangannya begitu tidak diinginkan oleh Fani? Auliya pulang selain perintah suaminya, dia juga ingin membantu Dhuha merawat Fani.

"Auliya, kamu sudah sampai." Dhuha segera mendekat dan memeluk Auliya. Dhuha sangat merindukan keberadaan Auliya di sampingnya. Setiap malam, setiap hari, bahkan setiap detiknya Dhuha selalu merindukan Auliya. Tanpa Auliya rumahnya terasa hampa dan seakan tiada rasa cinta di sana.

"Mas Dhuha, aku--" belum sempat Auliya melanjutkan perkataannya, Dhuha langsung menarik tangan Auliya untuk masuk ke dalam rumah, sementara itu Fani menuntut saja dari belakang.

"Terima kasih kamu sudah mau pulang, rumah ini sangat sepi dan hampa tanpamu, Auliya." Dhuha duduk di sebelah Auliya, diikuti oleh Fani yang juga duduk di sebelah Dhuha. "Terima kasih sekali lagi, karena telah memilih pulang."

Fani akhirnya bangkit dari posisi duduk. Hatinya nyeri, tak kuasa ia jika harus berada di sana. Perhatian Dhuha padanya tidak sebanding dengan Dhuha yang sangat perhatian pada Auliya. Fani cemburu.

DhuhaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang