21: Rumah Tanpa Jendela

1.5K 287 33
                                    

-Awali dengan Bismillah dan akhiri dengan Alhamdulillah-

✨✨

"Jika di dalam rumah tidak ada cinta, keharmonisan, dan rasa kasih sayang, maka rumah itu akan terasa hampa. Bagai mati rasa, seperti rumah tanpa jendela."

Indahnursf~

✨✨

Setelah mendengar perkataan Dhuha mengenai perasaannya terhadap Fani, sosok perempuan itu lebih memilih diam. Ia sendiri pun bingung harus berbuat apa dengan kondisinya yang bagai seperti buah simalakama.

Matahari telah menunjukkan sinarnya, setelah selesai salat Subuh, Auliya memilih membuat sarapan, dan Fani memilih masuk ke kamar. Bukan, itu bukan kehendaknya, ia hanya ingin menghibur diri agar tidak merasa sakit kembali.

"Assalamualaikum, ayo kita sarapan." Dhuha mengetuk pintu kamar Fani, sebenarnya kamar itu tidak dikunci hanya ditutup saja. Entah kenapa Dhuha tidak ingin masuk ke sana, selain ia masih canggung pun ia belum memiliki ruang di hatinya untuk sosok Fani. Bahkan, semalaman Dhuha tidur di kamar Auliya, menyisakan Fani dengan air mata di dalam kamarnya dalam kegelapan.

Fani pura-pura tertidur saat mendengar suara Dhuha. Ia menarik selimut agar menutupi separuh tubuhnya. Rambutnya terurai begitu saja, ia ingin melihat, akankah Dhuha akan membangunkannya atau justru membiarkannya tak ikut sarapan pagi ini. Sementara di luar kamar, Dhuha yang sudah mengetuk sekaligus mengucap salam berulang kali pada Fani tak mendapat respons, akhirnya ia memilih untuk masuk, toh kamar Fani juga kamarnya dan perempuan di dalam sana adalah istri sahnya.

Dhuha tertegun saat mendapati Fani tertidur pulas dengan selimut, ia mendekat, menatap perempuan itu lekat-lekat. Dhuha melihat setiap inci wajah Fani yang terlihat natural sekali pagi ini. Wajah itu terlihat pucat, namun tetap terlihat aura cantiknya.

Tunggu! Dhuha seperti mengenali wajah itu. Sepertinya Dhuha pernah melihat wajah yang saat ini ia tatap. Tapi..., di mana?!

"Mas Dhuha!" Fani yang menyadari kehadiran Dhuha di hadapannya namun tak juga membangunkannya, akhirnya memilih langkah untuk bangun sendiri. Tapi, ia sudah merasa bahagia saat sadar bahwa Dhuha tengah menatapnya begitu lama. Ia membuka matanya dengan senyuman. Ia bahagia, tak sia-sia ia pura-pura tidur, Dhuha ada di dekatnya.

"Mas Dhuha?" Fani menyadari Dhuha yang sedang melamun, bahkan Dhuha tak sadar kalau Fani sudah bangun dari tidurnya. "Mas kenapa?" tanya Fani.

Dhuha tercekat saat menyadari Fani sudah bangun, "Oh tidak, saya ingin mengajakmu sarapan. Kamu kenapa tidur di pagi hari? Apa kamu sedang sakit?" tanya Dhuha. Ia segera membuang pikirannya yang masih mengambang, tentang wajah Fani yang baru ia sadari, sepertinya Dhuha tidak salah kalau ia pernah melihat wajah itu, dulu. Namun, Dhuha baru menyadari sekarang dan lupa di mana ia pernah bertemu Fani.

Wajah Fani tiba-tiba murung, ia tidak sakit. Namun, hatinya yang sakit karena menahan rasa cemburu semalaman. Kenapa Auliya begitu spesial di dalam hati Dhuha, sedang Fani yang sudah sah juga menjadi istrinya Dhuha, belum mendapat ruang di hati suaminya itu. Hal itu membuat Fani merasa sedih. "Tidak, Mas. Aku hanya kelelahan saja, ayo kita sarapan."

✨✨

Di ruang makan, Auliya dibuat kikuk dengan keadaan. Setelah mendapati Dhuha dan Fani duduk di meja makan bersamanya, Auliya bingung, ia ingin sekali mengambilkan makanan untuk Dhuha, namun ia takut nanti berbarengan dengan Fani atau nanti membuat keadaan semakin kaku, namun, Auliya sadar melayani suaminya adalah kewajiban.

"Sebelum makan, mari kita berdoa bersama-sama." Pimpin Dhuha yang langsung memulai doa. Setelah itu, ia menatap sekilas Auliya dan Fani yang sama-sama diam. "Mari kita makan," titah Dhuha.

DhuhaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang