11: Persiapan dan Musibah

2K 316 29
                                    

-Awali dengan Bismillah dan akhiri dengan Alhamdulillah-

✨✨

"Mempersiapkan pernikahan itu tidak mudah. Banyak sekali yang harus dipikirkan, salah satunya memikirkan perasaan yang kadang tak menentu."

Indahnursf~

✨✨

Auliya semakin bersemangat saat pernikahannya dan Dhuha akan di atur secepatnya. Semua atas permintaan sang ayah yang sudah sakit-sakitan. Beliau berkata, tidak ingin menunda hal baik untuk putri semata wayangnya itu dan tentunya juga dia takut jika tak mempunyai kesempatan untuk menyaksikan pesta pernikahan putrinya.

Seorang ayah akan sangat merasa lega saat putrinya sudah menikah. Di mana, saat itulah dia merasa kalau putrinya sudah dewasa dan mempunyai penjaga selainnya. Walau kasih sayang dari sosok ayah tetaplah yang utama.

Atas perintah Dhuha juga kalau Auliya tidak usah bekerja lagi, fokus saja menjaga ayahnya dan mempersiapkan pernikahan keduanya. Awalnya Auliya menolak, lantaran dia belum sah menjadi istri Dhuha, siapa yang akan membiayai kehidupannya dan kedua orang tuanya, Dhuha meyakinkan Auliya saat itu. Dia akan menanggung semua kebutuhan Auliya, Dhuha hanya ingin Auliya mempersiapkan diri untuk menjadi seorang istri dan tidak ingin Auliya terbebani dengan pekerjaan kantor. Akhirnya Auliya menurut saja, lagian ada hikmahnya juga, dia bisa menemani ayahnya 24 jam.

"Nak, jam berapa Nak Dhuha akan menjemputmu?" tanya sang ibu saat melihat jam sudah pukul satu siang. Hari ini Dhuha dan Auliya sudah janjian untuk fitting baju pengantin di salah satu butik kenalan ibunya Dhuha. Auliya menurut saja, toh dia tahu keluarga Dhuha pun tak akan melangsungkan pesta besar-besaran. Mereka lebih memewahkan hidangan dari pada penampilan pesta. Sebab, kalau hidangan dapat dinikmati oleh para tamu undangan dan tak lupa juga anak panti asuhan yang memang Auliya meminta untuk mengundangnya. Auliya ingin di hari sakralnya itu ada doa dari anak-anak yatim. Dhuha dan keluarga tidak keberatan dengan permintaan Auliya, mereka setuju dan menyanggupi.

"Mungkin sebentar lagi, Bu. Soalnya tadi--"

"Assalaamualaikum." Dhuha datang tiba-tiba ke dalam ruangan rawat ayah Auliya. Dua perempuan di sana tersenyum sumringah saat mendapati kehadiran Dhuha.

"Nah, akhirnya datang juga Nak Dhuha. Ibu khawatir, Nak. Ibu takut kamu kenapa-kenapa." Ibu Auliya tersenyum ramah kepada Dhuha. Lelaki itu pun menyalami tangan ibu Auliya dan ayah Auliya yang terbaring di bangsal rumah sakit.

"Harap maklum Nak Dhuha, ibu Auliya tak terpikir kalau Palembang sudah sangat padat," sahut sang ayah dengan lembut. Infus itu masih mengalir di tangannya. Namun, terlihat lebih berseri-seri karena sangat bersemangat untuk menjadi wali di pernikahan putri kandungnya sendiri.

Dhuha tertawa renyah, dia maklum kalau kekhawatiran dari orang tua. Itu tandanya orang tua Auliya sudah sayang padanya. Dhuha bersyukur akan hal itu. Dia pikir, semuanya tidak akan semudah sekarang. Namun, lihatlah, niat baik itu Allah mudahkan semuanya.

"Baiklah, kalau begitu kami langsung berangkat ya, Bu. Biar tidak kesorean pulangnya," pamit Auliya saat menyadari sudah pukul setengah dua siang. Dia takut jika nanti kesorean sampai di rumah, Auliya tidak pernah pulang malam dengan lelaki, pun Dhuha juga belum resmi menjadi suaminya, Auliya harus tetap menjaga diri dari hal yang tak pernah diinginkan oleh siapa pun.

"Baiklah, kami langsung jalan dulu, Bu. Assalamualaikum." Keduanya pamit dengan menciumi punggung tangan kedua orang tua Auliya. Setelah itu mereka berjalan beriringan keluar ruangan hingga ke parkiran mobil.

DhuhaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang