Selamat membaca♡
Semoga suka~
🔸
.Sang surya mulai keluar dari persembunyiannya. Burung-burung kecil pun ikut memunculkan keberadaannya setelah seharian penuh berada di rumah yang mereka sebut dengan sarang itu. Walaupun matahari menampakkan diri, udara di kota ini masih lumayan sejuk. Angin segar dan juga suara ranting pohon yang bergesekkan juga menambah kesan tersendiri di setiap harinya.
Saat ini, gadis itu tengah duduk menyendiri di bawah pohon rindang yang ada di taman belakang Tri Sakti. Gadis dengan surai hitam itu membiarkan semilir angin dan juga rambutnya membelai wajah manis yang ia miliki. Kanaya, dia tidak melihat banyak objek di sekitar. Dirinya hanya dapat merasakan sensasi sejuknya angin dan suara gemercik air kolam ikan yang ada tepat di hadapannya.
“Dor!” Suara berat itu cukup mengagetkan Kanaya. Siapa lagi kalau bukan Axelio.
“Ih ... kaget tau gak? Kalo jantungku copot gimana? Mau gantiin?” celoteh Kanaya sambil memegangi dadanya yang sedang bersorak.
Axelio yang tengah tertawa itu langsung mengambil tempat duduk di samping Kanaya. Axelio terlihat sangat berkarisma jika dipandang dengan seteliti mungkin. Ah tidak, Axelio tetap berkarisma walau dilihat dari jarak jauh, Kanaya mengakui hal itu.
“Ya maaf ... kamu kenapa gak ke kelas? Sebentar lagi, kan bel masuk bunyi,” ucap Axelio selaku salah satu murid kebanggaan Tri Sakti.
“Bentar lagi juga mau masuk ke kelas, kok. Kamu juga kenapa ke sini?” tanya Kanaya pada Axelio.
“Aku liat ada cewek yang lagi duduk sendiri, ya auto samperin aja,” ujar Axelio yang tengah menatap lurus ke depan.
Mendengar hal itu Kanaya sontak mencari-cari objek yang dimaksud oleh Axelio. Tapi, nihil. Tidak ada orang selain dirinya dan Axelio. Kanaya bangkit dari duduknya. Dia ingin segera pergi dari tempat itu.
“Mau ke mana?” tanya Axelio.
“Mau ke kelas, kan katamu bel udah mau bunyi,” balas Kanaya.
“Ya udah, ayo aku anterin.” Kanaya mengangguk dan kemudian menyamakan langkah kecilnya dengan Axelio.
♡
Bel istirahat kedua berbunyi dengan sangat nyaring. Seluruh siswa dan siswi mengembuskan napas lega karena mereka sangat suntuk dan mengantuk saat mendengarkan materi yang disampaikan. Terlebih lagi anak-anak kelas XI IPA 3, mereka sedari tadi sangat mendambakan jam pelajaran biologi ini habis dengan cepat. Kegelisahan sudah terlihat jelas saat Ibu Ningsih masuk ke dalam kelas yang dihuni oleh Devina dan Axelio. Kenapa gelisah? Karena cara mengajar guru tersebut bisa dikatakan sangat menguji mental dan menekan batin. Mereka sering disuguhi berbagai macam ulangan harian, dan beberapa tugas-tugas yang terbilang cukup sulit. Sungguh cobaan besar bagi mereka.
“Baiklah, saya akhiri pelajaran kita pada hari ini, assalamualaikum, selamat siang.”
“Waalaikumsalam, siang, Bu,” seru mereka dengan semangat karena sudah tidak sabar untuk melakukan aktivitas lain, makan siang dan juga salat. Beruntung hari ini Ibu Ningsih tidak memberikan tugas yang aneh-aneh. Jadinya, mereka tidak perlu kesusahan ke sana ke mari mencari alamat— eh, mencari jawaban maksudnya.
Seisi kelas mulai meninggalkan habitatnya untuk pergi ke kantin ataupun ke mushola. Sekarang hanya ada Devina yang sedang duduk menyendiri di kelas sambil menatap papan tulis yang berisikan materi biologi yang diberikan oleh Bu Ningsih.
Devina menyendiri. Tidak ada yang mau berteman dengannya kecuali, rasa sepi. Semua teman-temannya menjauh hanya karena sudah mengetahui apa saja kelakuan buruknya dan juga kemunduran keluarganya. Jangan tanya kenapa teman-teman Devina pergi, menghilang dan lenyap seketika. Ya, karena seluruh teman-temannya itu palsu, mereka berteman dengan Devina hanya untuk memanfaatkan gadis itu saja. Sungguh licik bukan? Ah, itu sering terjadi di kehidupan sehari-hari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Devira [Selesai]
Teen FictionSequel of Davina. -Sangat disarankan untuk membaca cerita Davina lebih dahulu .... Davina. Satu nama yang tidak akan kulupa. Orang baik yang pernah kumiliki. Tanpa sadar aku merindukannya. Kuingin berjumpa dengannya. Walaupun harus mempertaruhkan ma...