Selamat membaca♡
Semoga suka~
🔸
.Sekarang Devina sudah seperti patung yang bernyawa. Semangatnya itu mulai padam seiring dengan berjalannya waktu. Senyum devil yang dulu biasa ia tunjukkan kepada seluruh dunia kini sudah punah dan keadaan pun berbalik kepada dirinya. Gadis dengan rambut hitam legam yang mulai mencapai pinggang itu hanya menatap kosong semua objek yang ditangkap oleh matanya.
Devina dengan sangat pelannya berjalan menyusuri koridor Tri Sakti sambil menenteng segelas es teh yang baru saja ia beli di kantin.
"Astoge, masih ada aja, iblis yang sekolah di sini, ya? Gile, sih, kenapa gak di DO aja sih?"
"Buset, ratu bully yang kena bully lewat, nih."
"Cantik doang, eh, kembarannya gak diakuin, sama aja tuh kayak bangsat namanya. "
"Aduh, masih kuat juga mentalnya, nih, anak. Enaknya kita apain, yak?"
"Siram pake air enak, nih. Mana hari ini lagi panas banget, pasti seger, tuh. Mau gak, Sat?" celetuk seorang cewek yang berambut panjang pada Devina.
Mendengar hal itu membuat Devina tercekat. Dia sering dicaci maki sejak kejadian setahun silam. Tapi, dia belum pernah berada di posisi seperti ini, yang dimana dia akan terkena siksaan secara fisik dan juga batin sekaligus dalam waktu yang bersamaan. Tangan kanan Devina meremat rok putih abu-abu yang ia kenakan. Saat ini gadis itu terasa sangat kecil diantara puluhan bahkan ratusan netizen Tri Sakti yang tengah berlalu-lalang dan juga sengaja nongkrong di sepanjang koridor.
Keringat dingin sudah mulai keluar lewat pori-pori kecil yang ada di sekitar dahi Devina. Nampaknya Devina sudah sangat ketakutan saat ini. Langkah pelannya itu berganti dengan jalan cepat dengan langkah yang besar-besar untuk menghindari tatapan jahat dan juga hinaan yang dilemparkan oleh netizen Tri Sakti.
'Bruk' Devina tidak sengaja menabrak pilar yang berdiri kokoh di koridor itu jika saja tidak ada seseorang yang menghalanginya. Devina seakan-akan sibuk dengan kabut yang menyelimuti pikirannya dan melupakan tentang keberadaan sekitarnya yang sulit untuk didefinisikan. Entah kenapa, sifat labil dan juga ceroboh yang dimiliki oleh gadis ini begitu melekat dan sangat sulit untuk dihilangkan. Bahkan, setelah kepergian Davina sikap ceroboh itu kian bertambah parah.
"M-maaf, ya, bajunya jadi kotor," lirih Devina saat melihat baju seragam orang itu terkena tumpahan teh yang ia tenteng tadi.
"Ck, ceroboh," umpat cowok itu dengan nada kesal yang amat kentara. Devina menundukkan kepalanya dalam-dalam, ia sudah tidak punya nyali dan keberanian untuk menatap wajah cowok yang ada di hadapannya saat ini.
"Maaf," balas Devina lagi.
"Bodoh." Darwin menarik tangan Devina tanpa menghiraukan bajunya yang sudah basah terkena es teh yang dibawa oleh gadis itu.
♡
Devira, Hellena, dan juga Marsya sedang berada di dalam kelas fisika yang di ajar oleh guru killer di SMA Kebangsaan. Walaupun killer, guru yang sedang berdiri di depan kelas itu masih muda dan juga terbilang cukup tampan, Pak Fahri namanya. Sejak tadi, Hellena tidak henti-hentinya mengumpat karena materi yang diajarkan oleh Pak Fahri sama sekali tidak masuk ke dalam otaknya. Gadis itu melirik Devira yang ada duduk di belakangnya dan juga Marsya. Hellena melihat Devira begitu tenang menyimak materi yang diberikan oleh Pak Fahri.
"Vir, ntar ajarin gue, ya? Gue gak ngerti, nih," bisik Hellena yang membuat Devira mengangguk yakin.
"Apa ada yang ingin ditanyakan?" ujar Pak Fahri sambil menatap murid-muridnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Devira [Selesai]
Teen FictionSequel of Davina. -Sangat disarankan untuk membaca cerita Davina lebih dahulu .... Davina. Satu nama yang tidak akan kulupa. Orang baik yang pernah kumiliki. Tanpa sadar aku merindukannya. Kuingin berjumpa dengannya. Walaupun harus mempertaruhkan ma...