Dvr|16

1.3K 150 9
                                    

Selamat membaca♡
Semoga suka~
🔸
.

Suara riuh kembali menyapa kantin  SMA Kebangsaan pada siang hari ini. Mereka menghabiskan waktu istirahat kedua untuk merilekskan kembali otot dan otak mereka yang telah bekerja penuh untuk menerima ilmu yang diberikan oleh para pengajar.

"Sumpah demi apapun, ya, Pak Hamka ngasih tugas banyak banget oi," keluh Hellena dengan suara yang menggebu-gebu.

"Suara lo kecilin dikit, Len. Entar Pak Hamka dengar, mampus lo!" ingat Marsya.

"Lagian kamu, sih, kenapa gak buat tugasnya dia kemarin," kata Devira. Iya, tugas yang dimasud oleh Hellena adalah hukuman karena dia lupa mengerjakan pekerjaan rumah yang diberikan oleh guru matematika bernama Hamka itu.

"Aduh, Vir, gue tuh capek banget kemaren. Mana kemarin pas gue balik pake acara kena siraman rohani lagi sama bokap, eh, nyokap pake nambahin pula," gerutu Hellena dengan nada kesal yang sangat kentara.

"Dasar lo aja yang gak niat, bambang!" Marsya menjitakbkepala Hellena karena sedikit kesal dengan gadis itu. Tugas yang Pak Hamka berikan itu sudah menginap selama seminggu di rumah. Tapi, entah ada apa dengan pikiran Hellena, sampai-sampai tidak mengerjakan tugas matematika Pak Hamka.

"Sakit oi lah. Kepala gue nih limitid edisyen kalau lo gak tau!" Melihat pertengkaran Hellena dan juga Marsya membuat Devira terkekeh pelan. 

"Limited edition, elah." Marsya memutar bola matanya jengah akibat tingkah sang sahabat ini.

"Semua kepala orang juga limited, Lena," celetuk Devira yang membuat Hellena memberengut sebal.

"Masuk kelas yuk, dua menit lagi masuk tuh," ajak Marsya kemudian beranjak dari kursi panjang yang ia duduki bersama Hellena itu.

"Len, Sya, kalian duluan aja, ya? Aku mau ke toilet dulu soalnya," ujar Devira.

"Mau ditemenin gak, Vir?" tanya Hellena dan membuat Devira menggelengkan kepalanya.

"Kalau gitu gue sama Lena duluan, ya, Vir. Jangan lama-lama di toiletnya, guru kita abis ini galak soalnya," ingat Masya.

"Siap deh, Sya."

Devira keluar dari salah satu bilik yang ada di toilet perempuan. Gadis berkacamata itu disambut dengan tatapan garang seorang cewek dengan rambut panjang bergelombang. Devira membenarkan letak kacamatanya untuk menghilangkan rasa takut yang ada dalam dirinya. Entah kenapa, saat melihat tatapan Margaretha, Devira menjadi sedikit gugup. Apalagi, Margaretha tidaklah sendirian, dia bersama tiga antek-anteknya yang sedang menatap Devira dengan tajam dan terkesan meremehkan.

"Oh jadi, ini yang namanya Devira," celetuk Margaretha sambil menyeringai. Devira tidak mengambil pusing dengan omongan sang kakak kelasnya itu. Dia malah berjalan santai menuju wastafel untuk mencuci tangan dan juga sedikit membenarkan penampilannya yang sudah cukup acak-acakan.

"Kalau ada yang ngomong itu jawab dong!" bentak Margaretha sambil menggebrak salah satu pintu bilik toilet.

Devira mengeringkan tangannya yang baru saja ia basahi dengan air. Dia berbalik dan menatap datar Margaretha beserta antek-anteknya itu, "Kakak ngomong sama aku?" tanya Devira sambil menaikan salah satu alisnya. Devira, kamu sangat good sekali!

"Songong banget nih anak baru, Reth!" kata Berti dengan nada yang tidak santai.

"Kasih pelajaran aja tuh, Reth," ujar Shellia dengan menggebu-gebu.

"Maaf, aku gak ada waktu buat ngeladenin kalian bertiga. Aku permisi, Kak." Devira baru saja ingin keluar dari toilet yang diisi oleh orang-orang yang berlabel kejam di SMA Kebangsaan ini. Namun, langkahnya terhenti saat Margaretha mengcengkeram lengannya dengan begitu erat. Kuku tangan panjang nan tajam milik Margaretha itu mulai berbuat ulah pada kulit Devira, dengan sengaja ia sedikit menekan kukunya itu ke kulit Devira hingga membuatnya sedikit tergores dan mengeluarkan sedikit darah.

Devira [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang