Dvr|11

1.8K 223 41
                                    

Selamat membaca♡
Semoga suka~
🔸
.

Detik demi detik dilalui Devina bersama sang ibunda. Ini adalah hari ketiga ia membolos sekolah dengan alasan sakit, Devina tidak ingin membiarkan Ivona sendirian di kandang obat itu, alhasil dia membolos sekolah. Gadis itu merasa cukup lega dengan perkembangan kondisi Ivona yang semakin membaik. Tapi, entah kenapa sikap Ivona masih sama, dingin. Hati Devina sangat sakit ketika sang ibunda memperlakukan dirinya, Azka, dan Reinaldo seperti itu. Dia kembali merasakan sesak yang menjalar di hatinya dan mulai mencuat ke permukaan. Perih.

Seorang dokter cantik memasuki ruangan rawat inap Ivona. Ia datang bermaksud memeriksa keadaan pasiennya. Ivona hanya diam dan memejamkan matanya saat dokter itu mengecek kondisi kesehatan dirinya. Setelah selesai, Devina langsung menghampiri dokter tersebut untuk menanyakan bagaimana kondisi sang ibunda.

“Gimana kondisi Mama saya, Dok?” tanya Devina dengan raut wajah cemas yang sangat kentara.

“Kondisi kesehatan beliau sudah cukup baik. Nyonya Ivona hanya membutuhkan istirahat beberapa waktu sampai kembali pulih. Oh, iya soal penyakit mental yang ia derita itu, usahakan jangan tinggalkan Nyonya Ivona sendirian saat di rumah. Karena biasanya, orang-orang yang mengidap stress dan gangguan mental akan melakukan apa saja diluar nalar. Jaga dan sayangi dia, kalau perlu sesekali ajak dia untuk pergi berjalan-jalan, itu akan membuat pikirannya sedikit tenang.” Devina hanya mengangguk. Dia akan berusaha semaksimal mungkin untuk menjaga sang ibunda sampai benar-benar lepas dari penyakit mental itu. Tapi, bagaimana caranya?

“Apakah dia sudah boleh pulang, Dok?” timpal Azka yang baru saja tiba bersama Reinaldo.

“Nyonya Ivona sudah bisa pulang sore ini. Saya harap kalian bisa menjaganya dengan baik dan tidak membiarkan kejadian seperti ini terulang kembali,” kata Dokter Cintya dengan sangat mantap, “kalau begitu, saya permisi,” sambungnya, kemudian meninggalkan ruangan itu.

“Pa ... Mama, Pa,” lirih Devina yang tidak tega melihat sang ibunda masih terbaring di atas ranjang pasien, lengkap dengan selang infus yang melekat di tangan kirinya.

“Mama akan sembuh, Nak. Kita akan merawatnya,” balas Reinaldo seraya menarik Devina ke dalam dekapannya.

Tidak hanya Reinaldo. Azka juga ikut mendekap Devina. Sungguh, Azka tidak akan menyia-nyiakan harta yang masih ia punya lagi. Dia sudah sangat menyesal telah menyia-nyiakan Davina dulu.

“Abang, Papa, sama Mama sayang kamu, Dev. ”

Reinaldo dan Azka mengurai pelukannya. Mereka berusaha untuk menguatkan satu sama lainnya. Mereka juga berusaha untuk saling menjaga dan menyayangi. Ternyata karma memang benar adanya. Mereka yang dulu menyakiti Davina dan sekarang mereka yang tersakiti akibat kehilangan mutiara yang sangat berharga itu.

“Siap-siap, ya? Kita mau pulang,” bisik Reinaldo di telinga istrinya yang sedang memejamkan mata. Mendengar suara Reinaldo, Ivona otomatis membuka matanya secara perlahan, dirinya merasa sedikit terusik akibat bisikan halus itu. Tidak menjawab, Ivona hanya menganggukkan kepalanya pelan.

Setelah sampai ke rumah, empat anggota keluarga itu langsung disuguhi dengan kehadiran Maya dan juga Arman— orang tua Ferro. Mereka datang bukan karena terpaksa. Tapi, dengan maksud yang baik, untuk menjenguk Ivona. Mereka mengetahui kabar itu dari Azka. Hubungan Azka dengan om dan tantenya itu sudah cukup membaik sejak kejadian setahun yang lalu.

Assalamualaikum ....”

Waalaikumsalam. Ivo!? Kamu kenapa Dek? Kenapa kamu lakuin ini?” Pertanyaan itulah yang menyambut kedatangan keluarga Brahmantyo. Maya sangat kecewa dengan Ivona yang entah dengan sengaja atau tidak, melukai dirinya sendiri. Bahkan, ingin menghilangkan nyawanya sendiri. Tapi, rasa kecewa itu didominasi dengan rasa tidak tega dan juga kasihan pada kondisi sang adik.

Devira [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang