Selamat membaca♡
Semoga suka~
🔸
.
Matahari sudah keluar dari peraduannya dan memancarkan sinar yang sangat terik. Panasnya menusuk-nusuk kulit padahal hari baru menunjukkan pukul 07.30 WIB. Bel masuk kelas SMA Tri Sakti pasti sudah dibunyikan 15 menit yang lalu. Sedangkan, Kanaya masih berada di tengah hiruk pikuk kendaraan beroda empat dan juga dua. Iya, bisa dikatakan gadis dengan potongan rambut sepunggung itu terjebak macetnya kota di pagi yang sangat terik bersama dengan mobilnya yang sempat mogok kemarin.“Kanaya ... bodoh banget, sih, kenapa tadi gak naik motor aja,” kesal Kanaya pada dirinya sendiri.
Dengan rasa kesal yang menyelimuti, Kanaya melajukan sedikit demi sedikit mobilnya mengikuti perkembangan yang ada. Sungguh lama sekali, pikir Kanaya. Dia memutuskan menelepon sang bunda untuk menjemput mobil itu, sedangkan Kanaya akan pergi ke sekolah dengan berlari. Beruntung sang ibunda memegang kunci serap mobil itu, jadi dirinya tidak harus repot-repot menunggu kedatangan wanita paruh baya yang kerap disapanya dengan sebutan Bunda.
Langkah demi langkah berhasil Kanaya jalani dengan cukup lancar. Setelah sekian lama berlari menyusuri trotoar, Kanaya tiba di depan gerbang sekolahnya yang sudah tertutup rapat. Kanaya membungkukkan badan dengan tangan kanan memegang erat lututnya sedangkan tangan kiri ia tugaskan untuk menyapu keringat yang menempel di dahi. Kanaya mengatur napasnya yang terengah-engah akibat berlari dari lokasi kemacetan hingga tiba di sekolah.
“Pak Anto ... bukain gerbangnya, ya?” Kanaya menghampiri satpam yang berdiri tegak sambil memantau segala kondisi yang ada di sekolah itu.
“Eneng kenapa telat?” tanya Pak Anto dengan nada menginterogasi ala polisi dan juga guru konseling.
“Panjang ceritanya, Pak, izinin saya masuk, ya? Saya janji deh gak bakalan telat lagi.” Kanaya memohon pada Pak Anto untuk membuka gerbang megah yang ada di hadapannya.
“Ya sudah. Tapi, ingat ya, Neng, harus minta hukuman sama guru piket hari ini,” putus Pak Anto.
“Siap, Pak Anto!” Raut wajah Kanaya yang yang terlihat sangat lelah itu mulai menampakkan senyumannya kembali.
Kanaya berjalan gontai menuju ruang guru, guna melihat siapa saja guru yang bertugas untuk memberikannya hukuman untuk hari ini. Kakinya terasa sangat pegal, tenggorokannya juga terasa sangat kering. Tapi, Kanaya harus segera menemui sang guru piket supaya hukumannya tidak diperanakan.
“Kamu telat, ya?” Ibu Lina datang dari arah yang berlawanan mencegat Kanaya.
“Iya, Bu ....” Jujur saja, Kanaya sangat ragu untuk menjawab pertanyaan Ibu Lina. Tapi, mau bagaimana pun dia harus menerima konsekuensi yang nantinya akan diberikan oleh Ibu Lina.
“Ikuti saya. Kamu akan mendapatkan hukuman karena tidak disiplin dan menghargai waktu,” tegas Ibu Lina dengan nada yang kurang bersahabat. Wanita berumur itu memang sangat tidak suka jika melihat siswa-siswinya tidak disiplin. Jadi, wajar saja jika wajahnya sangat tidak bersahabat ketika menjumpai Kanaya yang tertangkap basah melanggar peraturan sekolah.
“Baik, Bu.” Kanaya mengekori Ibu Lina sampai pada akhirnya mereka berdua berhenti di perpustakaan. Kanaya mengembuskan napasnya lega, ia merasa cukup beruntung karena mungkin tidak disuruh untuk membersihkan toilet ataupun halaman belakang sekolah yang sangat luas. Bisa-bisa copot pinggang Kanaya nanti.
“Kamu bereskan buku-buku yang ada di dalam sesuai dengan kelompoknya masing-masing. Ibu akan memanggil Axelio untuk mengawasi pekerjaan kamu. Jangan telat lagi.” Kanaya mengangguk patuh. Setelah Ibu Lina pergi, ia membuka pintu perpustakaan tersebut. Matanya menangkap ada banyak buku yang belum dikembalikan ke tempatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Devira [Selesai]
أدب المراهقينSequel of Davina. -Sangat disarankan untuk membaca cerita Davina lebih dahulu .... Davina. Satu nama yang tidak akan kulupa. Orang baik yang pernah kumiliki. Tanpa sadar aku merindukannya. Kuingin berjumpa dengannya. Walaupun harus mempertaruhkan ma...