•° 2 °•

500 62 1
                                    


2: Musik

***

Sekarang sudah pertengahan Oktober. Dinginnya angin berhembus dengan beberapa dedaunan jingga yang rontok. Beijing saat itu cukup membuat orang-orang memakai mantel paling tebal, suhunya sudah seperti masuk ke musim dingin.

Dingin.

­Yibo, senyum dong!

Yibo memang terkenal dinginnya.

Ketika melihat wajahnya seperti ada tulisan 'bukan urusanku'.

Yibo orangnya tidak ramah!

"Oi, Yibo!"

Yang namanya dipanggil mengerjapkan matanya. Yibo melihat orang yang memanggilnya. Itu Yubin, drummer mereka. Sedari tadi tangannya terus mengisyaratkan agar Yibo bergerak mengikuti tiga anggota band lain yang sudah ada di depan.

Aneh. Kenapa semua perkataan barusan muncul dalam benaknya? Padahal dia tidak terganggu dengan semua omongan itu.

Yibo mendengus, uap dalam hembusan udaranya keluar sebelum ia memakai maskernya, dan dia pun memasukkan kedua tangannya ke dalam saku. Kakinya mulai bergerak untuk melangkah maju. Dan barulah setelah turun dari bandara, di lobi sudah ada ribuan orang menyambut mereka dengan teriakan-teriakan.

Anggota seperti Zhuocheng dan Yubin hanya sempat untuk tersenyum dan melambaikan tangan ke beberapa kerumunan sebelum mereka masuk ke dalam van. "Akhirnya privasi yang lain!" Seru Yubin dengan wajah yang lega.

"Aku nggak ngerti kenapa mereka punya buanyak energi buat teriak sekencang itu."

Zhuocheng tertawa mendengar suara Yubin yang seperti habis lari marathon 5 kilometer. "Setidaknya pas turun dari pesawat ada yang kasih sambutan." Habis itu dia bersandar ke depan, melirik Haikuan. "4 hari lagi sebelum konser mau ngapain?"

Haikuan hanya melirik. "Latihan bass."

"Nggak silaturahmi jalan-jalan keliling kota habis tur 15 negara?"

"Zhuocheng, kita juga di sini buat konser lagi..." duduknya Yubin sudah benar-benar merosot, dan hampir hanya kepalanya saja yang bersandar di senderan jok. "Aku pinginnya tidur 24 jam nonstop nggak ada yang ganggu. Oh, itu pasti surga dunia. Kenapa nanti pesan kamar hotelnya yang emang khusus 4 orang? Nggak sendiri-sendiri? Aku mau komplain."

Zhuocheng memutar matanya dan sekarang dia beralih ke belakang, tepatnya melihat ke Yibo.

"Ga."

"Bo-di."

Yibo memicingkan matanya saat dipanggil seperti itu.

"Oke, Yibo, oke. Aku tahu kamu nggak ada kegiatan kan?"

"Suaraku harus patut dijaga sebelum konser. Apa Gege nggak capek habis naik pesawat dari Amrik?"

Dan pada akhirnya Zhuocheng menyerah, duduk bersandar sambil melihat ke jalanan yang ramai.

Dan lagi, perkataan Yibo benar. Sesampainya di hotel besar, kerjaan yang pertama kali Zhuocheng lakukan adalah tidur di kasur. Serius. Baru buka pintu, menggeletakkan diri di Kasur, lalu tiba-tiba saja sudah menjadi mayat.

Bukan cuma gitaris aja, tapi Yubin pun ikutan tidur, tapi belum ada waktu untuk merubah diri menjadi mayat.

"Gue laper." Dari tidurnya, yang tertua langsung duduk. Hampir mengagetkan Haikuan yang emang dari lahir kalem. "Mo pada pesen makanan nggak? Lidah aku ternyata kangen kampung halaman."

From Ears to HeartsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang