Chapter 1 : Angga Bisa Perhatian?

490 26 28
                                    

Suatu pagi yang cerah, seperti biasa Acha pergi ke sekolah menggunakan motor matic miliknya. Sekitar pukul 06.00, Acha tiba di sekolah. Setelah memarkirkan motornya, Acha langsung berjalan menuju kelasnya. Di tengah perjalanan, ia berpapasan dengan Angga Alexander Putra. Seorang pria tampan, pintar, kaya raya, dan disukai siswi-siswi SMA Garuda, termasuk Acha. Tetapi Acha memilih memendam perasaannya. Acha menyapa pria tersebut.
“Selamat pagi, Angga!”

“Pagi, Cha.”

“Angga mau ke mana?”

“Kantin.”

“Oh. Acha ke kelas dulu ya!”

Okay.”

Angga pergi ke kantin. Sedangkan Acha masih diam di tempat dengan hati berbunga-bunga. Akhirnya sapaan Acha direspon. Angga kamu ganteng banget sih. Pakai skincare apa sih? Acha melanjutkan perjalanannya. Beberapa saat kemudian, Acha tiba di kelas. Di kelas Acha hanya melihat Anes—sahabatnya— sedang menikmati sarapannya.
“Selamat pagi, Anes!”

“Pagi, Cha. Lo kenapa senyum-senyum, Cha? Kesambet?”

“Ih, Anes! Nggaklah. Tadi Acha ketemu sama Angga di koridor.”

“Terus?”

“Acha sapa dia dan dia bales,” jawab Acha sambil masih senyum-senyum.

“Wah, tumben banget si Angga. Sudah mulai sembuh dia? Oh, iya lo kenapa nggak jujur aja sih ke Angga soal perasaan lo?”

“Gue belum siap, Nes. Gue takut ditolak. Apalagi kan beberapa perempuan sudah ada yang pernah menyatakan perasaannya dan ditolak mentah-mentah. Gue takut sakit hati.”

“Hmm, iya juga sih. Ya sudah, gue tunggu lo siap deh. Kalau lo sudah siap, jangan lupa kabarin gue. Nanti gue bantu.”

“Makasih, Nes. Lo memang sahabat gue yang paling pengertian. Oh, iya kok kelas masih sepi sih? Pada ke mana yang lain?”

“Ke kantin. Ngikutin gebetan lo.”

“Ngikutin Angga?”

“Iya. Makanya lo cepet deh ungkapin perasaan lo. Keburu keduluan cewek lain.”

“Iya, iya. Nanti gue pikirin lagi deh.”

**

Sementara itu, Angga tengah menikmati nasi goreng di kantin. Nasi goreng dengan topping telur mata sapi di atasnya. Beberapa saat kemudian, kedamaian Angga di pagi hari mendapat gangguan dari segerombolan siswi-siswi.
“Angga, gue boleh gabung duduk di sini?”

“Iya, Ga. Gue sama Diva boleh kan duduk bareng lo di sini? Please.

“Gue juga dong. Boleh ya, Ga?”

“Nggak. Gue mau duduk sendiri. Kalian duduk di tempat lain saja. Meja yang lain masih banyak yang kosong.”

“Yah, kok lo gitu sih. Kita kan mau deket sama lo, Ga. Cara deket sama lo gimana sih?”

“Kalian pergi dan jangan ganggu sarapan gue. Ngerti?”

“Iya, deh kita pergi. Bye, bye, Angga ganteng!”

Gerombolan siswi-siswi tersebut mulai meninggalkan Angga sendiri. Beberapa saat kemudian, Aldy—sahabat Angga— datang menghampiri.
“Hey, bro! Lo kok sarapan sendiri aja?”

“Kan lo tahu gue nggak suka makan ramai-ramai.”

“Oh, iya. Gue lupa.”

“Lo nggak sarapan?”

“Nggak, Ga. Tadi gue udah sarapan di rumah.”

“Gue traktir deh.”

Thanks, Ga. Tapi gue masih kenyang. Lain kali saja.”

I Love You AchaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang