Tidak Menghargai Usaha Orang Lain

481 90 8
                                    

"Calon Imam"
'iiranaSR

✨✨

Aku masuk ke dalam rumah dengan perasaan jengkel! Haruskah aku ceritakan semua kesongongan dan kesombongan laki-lali itu pada bunda agar perjodohan ini tidak dilanjutkan?

Oh, tapi ayohlah rasanya aku tidak mungkin menceritakan itu semua. Mengingat bunda sering bertemu dengannya, ditambah lagi bunda sering bercerita kalau laki-laki itu baik, sopan santun, kemudian memiliki tutur kata yang lemah lembut. Tapi oh tapi, pada kenyataannya itu semua berbalik dengan apa yang bunda ceritakan!

Kemudian dengan gamblang menceritakan semua kenyataan jelek tentang Altas si laki-laki menyebalkan itu pada bunda? Oh tidak. Bunda pasti tidak akan percaya begitu saja dan pasti malah akan memarahiku dengan alasan bahwa aku hanya mencari-cari alasan agar perjodohan ini tidak dilanjutkan.

Huff...

Tarik nafas kemudian hembuskan perlahan.

"Assalamu'alakum," Aku mengucap salam. Lemudian berjalan masuk ke dalam rumah.

"Wa'alaikumussalam," jawab bunda yang tengah duduk di sofa ruang kelurga, kemudian berdiri untuk menyambutku.

"Gimana gimana gimana," bunda berucap dengan heboh seraya menarik lenganku agar duduk di sampingnya. "Altas itu tampan 'kan? Ramah 'kan? Baik 'kan? Ohya pasti dong, tadi aja Bunda liat dia nganterin kamu pake mobilnya."

Apaan dah bunda ini, dia yang nanya dia juga yang jawab. Heboh bennerrr!

"Bun, nanya itu sedikit-sedikit," ucapku. "Lagian apaan deh, Bunda yang nanya, kok Bunda juga yang jawab."

Mendengar ucapanku bunda malah cengengesan. "Hehe ...."

"Tapi bener 'kan apa kata Bunda, kalau dia itu tampan?" Aku berdehmm ... yaa kalau ditanya tentang ketampanannya aku membenarkan. Tapi perlu diingat kembali juga kalau aku tidak tertarik padanya. Kalian harus ingat itu.

"Dan dia baik 'kan sama kamu?" Entahlah, untuk jawaban yang satu ini aku bingung memberikan jawaban. Kalau ditanya baik, yaa mungkin dia baik, sebab sudah mau mengantarkanku pulang.

"Hmm." Aku berdehem.

"Dan dia ramahkan?" Ah boro-boro bun, mau dikata ramah yang bagaimana? Omongannya aja songong bin sombong.

Lagi aku hanya berdehem.

"Kamu ini jangan ham hem ham hem aja kalau ditanya! Jawab dong pertanyaan Bunda!" katanya kesal.

"Terus kalau misal aku bilang bahwa Altas itu cowok songong, sombong, nggak ramah, ngeselin, nyebelin," cerocosku. "Bunda percaya nggak?"

Bunda malah tertawa mengejek. "Haha ... ya gaklah! Altas itu bukan cowok kaya gitu!" ucapnya sewot.

Nah 'kan, belum juga cerita. Aku bilang juga apa! Bunda itu nggak bakakan percaya.

"Udahlah, Bun. Aku cape, mau istirahat dulu ke kamar." Kemudian aku pun berlalu masuk ke dalam kamar.

**

Esoknya jam sepuluh pagi aku sudah bersiap-siap untuk pergi mengecek cabang butikku. Ya selain memiliki  jasa WO aku juga memiliki butik. Butik baju-baju muslimah sampai baju pengantin, lengkap dengan koleksi baju pria maupun wanita.

"Bun, Manda mau pergi cek butik dulu ya," ucapku seraya menghampiri bunda yang tangah menyiapkan bekal makanan. Entahlah untuk siapa bekal makanan itu, mengingat bunda tidak pernah membawa bekal makanan saat pergi bekerja ke kantor.

Calon Imam √ || EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang