Alvin dan Agni berjalan bersisian menyusuri koridor sekolah yang sudah sepi—karena sebagian besar penghuninya sudah pulang sejak tadi. Agni menatap Alvin yang hanya diam sejak tadi.
"Kenapa lu? Gugup?" dahi Agni berkerut, "Kan lu nembaknya besok, kenapa udah gugup duluan?" tanyanya lagi. Alvin—yang ditanya oleh Agni, hanya menghela nafas pelan.
"Oh, gue tau. Lu segugup ini karena takut di tolak untuk kedua kalinya kan?" tebak Agni sembari mengulum senyum, berusaha menggoda Alvin.
Alvin memutar matanya malas, "Gak usah diperjelas juga kali, Ag" protes Alvin.
Besok Alvin berencana bertemu dengan Via—dan berencana menyatakan perasaannya. Nova baru saja memberitahukannya saat istirahat kedua tadi kalau dia sudah membuat janji dengan Via besok di salah satu kafe dan itu membuat Alvin tidak bisa berkonsentrasi di sisa jam pelajaran—antara senang karena akan bertemu lagi dengan Via dan gugup karena berniat menyatakan perasaannya.
"Menurut lu, gue perlu bawa apa buat besok?" tanya Alvin kemudian.
Saat ini dia dan Agni bersandar di depan ruang BK, menatap koridor utama, menunggu Riko, Cakka dan pasangan Rio-Fika yang belum juga keluar dari kelas. Alvin dan Agni memang keluar kelas lebih dulu—lebih tepatnya Alvin yang mengajak Agni keluar kelas XI MIPA 1 lebih dulu karena teman-temannya masih sibuk menyelesaikan tugas kelompok.
Agni melirik Alvin sekilas, "Bawa nyali"
"Gue serius, Agni"
"Gue juga serius, Alvin" Agni menatap Alvin yang berdiri di sebelahnya dengan tatapan datar, "Percuma lu bawa bunga, coklat, boneka atau hadiah apapun kalau lu gak punya nyali buat ngomong suka ke Via"
Alvin diam sejenak lalu menganggukan kepala pelan, "Lu bener sih" katanya sebelum mulai berjalan lagi saat melihat bayangan keempat temannya keluar dari kelas.
"Tapi kalau Via nolak gue lagi gimana?" cemas Alvin.
"Lu kebiasaan deh kalau soal Via, belum apa-apa udah pesimis duluan" kata Agni dengan nada gemas.
Agni lalu menghela nafas pelan, "Setidaknya lu udah nyampaiin perasaan lu. Gak semua orang punya keberanian buat ngelakuin itu, Vin" lanjutnya pelan tanpa memandang Alvin.
Alvin mengernyitkan dahi, "Gak semua orang punya keberanian buat ngelakuin itu" ulangnya, "Lu nyindir siapa?" tanya Alvin. Alvin bisa menangkap nada sedih dari kata-kata Agni barusan. Siapa yang coba di sindir Agni?
Agni mulai gelagapan dan hal itu membuat Alvin semakin curiga. Alvin sudah akan mengulang pertanyaannya saat Cakka tiba-tiba menyelip diantara dirinya dan Agni. Alvin juga bisa melihat Riko sudah berdiri di sebelah kanan Agni. Alvin memilih mengalah dan mundur ke sebelah Rio yang sedang berjalan dengan Fika.
"Gue perhatiin, mereka berdua di sekitar Agni mulu" ucap Fika tiba-tiba dengan suara agak pelan tapi masih bisa terdengar jelas oleh Alvin dan Rio.
"Mereka?" tanya Rio.
Fika mengangguk pelan, "Cakka dan Riko" jelasnya sembari menatap tiga orang yang berjalan beberapa meter di depannya, "Dari kemarin-kemarin gue perhatiin mereka sering banget nempel sama Agni. Ganti-gantian ngajak Agni jalan atau pulang bareng. Di kantin juga, duduknya pasti deket-deket Agni, bahkan kadang gak ragu minta kalian berdua pindah kalau duduk disebelah Agni kan?" katanya lalu mengalihkan tatapan pada Rio dan Alvin bergantian.
Alvin ikut menatap ketiga orang di depannya. Sejujurnya Alvin memang sudah curiga tentang Riko yang menyukai Agni—sejak kejadian Riko salah tingkah saat di tatap Agni beberapa minggu lalu, tapi soal Cakka, Alvin benar-benar tidak tau apapun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Berbagi Arah (TAMAT)
Teen FictionKisah ini tentang mengejar dan dikejar. Tentang menunggu dan ditunggu. Tentang menemukan arah dan saling berbagi arah. Apapun arahmu saat ini, kepada siapapun kamu berbagi arah saat ini, semoga pada akhirnya kita searah.