"Rajin banget sih pak ketua baru pulang jam segini" tegur Fika yang duduk bertopang dagu di meja piket. Rio berdecak, terkejut dengan sapaan Fika yang tiba-tiba itu. Rio tidak menyangka masih ada siswa yang belum pulang, padahal langit sudah mulai gelap. Dia kemudian berjalan ke meja piket, menghampiri Fika yang sedang menertawakannya.
"Kenapa belum pulang?" tanya Rio, sedikit heran sebenarnya.
"Sopir gue kena macet nih, katanya bakal lama jemputnya. Yaudah, gue nunggu disini deh" jawab Fika santai.
"Lu sendirian dari tadi?" Fika mengangguk.
"Kenapa gak nunggu di ruang OSIS aja?"
"Males balik kesana lagi. Jauh" Fika beralasan. Rio hanya mengangguk maklum, kemudian memilih duduk disebelah Fika, bermaksud menemani gadis itu hingga jemputannya datang.
"Ada masalah ya?" Rio menatap Fika dengan ekspresi bingung.
"Ada masalah? Kok pulangnya lama?" ulang Fika. Pasalnya, rapat panitia pelatihan jurnalistik sudah selesai sejak setengah jam yang lalu. Rio menggeleng, kemudian tersenyum tipis.
"Ngga kok, tadi gue lagi check daftar pemateri yang dikasih sama Livia. Kebetulan tadi Alvin juga nawarin bantuan buat kerjasama bareng media, katanya dia punya beberapa kenalan yang bisa bantuin. Jadi tadi gue masukin list dulu, biar besok bisa langsung gue diskusiin bareng Livia"
Pelatihan jurnalistik ini adalah salah satu ide Rio, jadi dia merasa punya tanggungjawab lebih untuk memastikan kegiatan ini bisa berjalan dengan baik.
"Si Alvin ada gunanya juga ternyata" Rio terkekeh mendengar komentar Fika.
"Alvin itu sebenarnya punya banyak kenalan, soalnya sepupunya punya event organizer dan kerja di media juga, cuma itu, anaknya suka males ikut kegiatan" jelas Rio.
"Ngomong-ngomong soal Alvin, itu anak kok tiba-tiba mau jadi panitia?" Rio mengedikkan bahu.
"Gue juga heran sih pas dia nawarin diri"
Awalnya Rio juga sedikit heran saat beberapa hari lalu Alvin menghubunginya untuk menanyakan kepanitiaan pelatihan jurnalistik. Saat itu, Rio kira Alvin hanya bercanda saat menawarkan diri untuk jadi panitia, ternyata Alvin benar-benar serius ingin bergabung. Bahkan Alvin berinisiatif membantu mencarikan sponsorship dan pemateri pengganti.
"Demi apa? Alvin nawarin diri? Kirain lu yang ngajak" Fika sedikit terkejut. Seorang Alvin—yang malas terlibat keorganisasian, punya insiatif menawarkan diri untuk jadi panitia? Sungguh kemajuan besar, fikir Fika.
Tiba-tiba handphone Fika yang berada di atas meja piket berdering. Sekilas Rio bisa melihat nama sopir Fika muncul di layar handphone. Dengan cepat Fika meraih handphonenya dan mendekatkan pada telinga, sedangkan Rio berpura-pura sibuk dengan mengedarkan pandangannya kearah parkiran, tapi tetap memperhatikan perubahan ekspresi Fika dari ekor matanya.
"Ada apa?" tanya Rio saat Fika mengakhiri telepon dengan wajah cemberut.
"Sopir gue katanya masih lama, macet banget, mobilnya gak bisa gerak sama sekali" Fika menghela nafas berat.
"Kayaknya gue mesti pulang naik taksi online deh" keluhnya lagi.
"Mau gue anter gak?" tawar Rio sembari berdiri dari duduknya dan berjalan menuju tempat motornya terparkir. Seketika wajah Fika berubah cerah.
"Gak apa-apa nih? Rumah gue kan lumayan jauh" Fika ikut bangkit dan mencoba mengejar Rio yang sudah berjalan lebih dulu.
"Asal lu gak masalah naik motor aja sih"
KAMU SEDANG MEMBACA
Berbagi Arah (TAMAT)
Fiksi RemajaKisah ini tentang mengejar dan dikejar. Tentang menunggu dan ditunggu. Tentang menemukan arah dan saling berbagi arah. Apapun arahmu saat ini, kepada siapapun kamu berbagi arah saat ini, semoga pada akhirnya kita searah.