Riko duduk di tepi lapangan basket yang berada di kawasan kompleks perumahan Cakka dan Agni. Kakinya diluruskan ke depan sembari mengibaskan tangannya di depan wajah, berusaha mengipasi dirinya yang merasa gerah setelah lelah bermain bola basket. Matanya menatap lekat Agni yang masih berada di tengah lapangan, saling berebut bola dengan Cakka.
"Alvin beneran gak bisa datang hari ini?" tiba-tiba Rio muncul dengan tangan terulur kearahnya, menyodorkan sebotol minuman isotonik dingin.
Riko menerima dengan senang hati. "Iya. Masih latihan futsal katanya" jawab Riko sembari meneguk minuman isotonik pemberian Rio. Rio hanya mengangguk pelan—memaklumi kesibukan Alvin yang sedang persiapan kompetisi futsal—kemudian ikut duduk di sebelah Riko.
Riko bertepuk tangan saat Agni berhasil melakukan three point shoot dengan mulus. Dia menunjukkan kedua jempolnya saat Agni menatap kearahnya dan Rio sembari tersenyum. Gadis itu terlihat sangat puas karena sekarang berhasil mengalahkan poin Cakka.
"Istirahat dulu, Ag" teriak Riko dari kejauhan.
"Entar aja, Ko. Dikit lagi gue menang ini" tolak gadis itu sebelum kembali mendrible bola basket, berusaha melewati Cakka yang berusaha menghalanginya mendekati ring basket. Riko tanpa sadar tersenyum kecil melihat tingkah gadis itu.
"Gak ada niat buat ngomong sama Agni?" tanya Rio.
Riko melirik Rio sekilas sebelum kembali menatap kedepan, memperhatikan Agni yang mengeluh pelan karena Cakka berhasil merebut benda orens itu dari tangannya.
"Ngomong apa?"
Rio menatap Riko lalu tertawa kecil, "Gak usah acting gitu, Ko" ucapnya santai, "Lu pasti ngerti maksud gue"
Riko memeluk lututnya lalu menghela nafas pelan, "Masih takut gue"
Rio mengernyit, "Takut ditolak Agni?"
"Itu juga, tapi gue lebih takut Agni ngejauhin gue pas tau gue suka sama dia"
Rio mengangguk pelan. Dia bisa memahami ketakutan Riko. "Kalau itu yang lu takutin, gue jamin itu gak akan kejadian"
"Yakin banget?"
Rio menaikkan alisnya dan tersenyum simpul, "Ngejauhin seseorang karena alasan seperti itu bukan Agni banget" jawabnya yakin. Riko masih menatap Rio tidak percaya.
"Daripada di pendam, lebih baik di ungkapin biar lega kan?" Rio melirik Riko sekilas sebelum kembali menatap Agni yang sekarang sedang merebut bola dari tangan Cakka dan berusaha melakukan shooting ke ring basket, "Agni juga perlu tau perasaan lu ke dia" lanjutnya.
Riko diam sejenak, kemudian berdecih pelan. "Cih! Sok nasehatin gue, lu juga sama aja kali" cibir Riko dengan nada suara mengejek, "Fika juga perlu tau perasaan lu ke dia" balas Riko telak.
Rio sedikit terkejut karena Riko menyadari perihal Fika. Namun sedetik kemudian Rio terkekeh pelan, "Situasi gue beda" ucapnya sembari menatap langit yang sekarang sudah mulai mendung. Nampaknya sebentar lagi akan hujan. Mereka harus cepat-cepat kembali ke rumah Cakka.
"Gue suka dia, tapi dia masih nyimpen perasaan sama mantannya" lanjut Rio dengan senyum kecut.
"Gue boleh ngasih saran?" tanya Riko. Rio hanya diam. Tidak mengangguk ataupun menggelengkan kepala, jadi Riko rasa itu artinya boleh.
"Lebih baik lu pastiin dulu perasaan Fika. Jangan sampai lu cuma salah paham. Jangan sampai itu cuma asumsi sepihak lu aja. Lu pasti gak mau hubungan pedekate lu yang bagus dan hampir sukses ini berakhir hanya karena salah paham 'kan?"
***
Agni tidak tau awal mulanya darimana, tapi beberapa hari ini ada gosip yang tersebar diantara para siswa tentang dirinya dan Rio. Sepertinya ada yang melihat dirinya dan Rio yang sedang mengobrol mengenai Fika tempo hari, lalu salah paham—mungkin karena melihat Rio yang mengusap lembut kepala Agni dan Agni yang menyentuh tangan Rio—dan kemudian menyebarkan gosip.
KAMU SEDANG MEMBACA
Berbagi Arah (TAMAT)
Teen FictionKisah ini tentang mengejar dan dikejar. Tentang menunggu dan ditunggu. Tentang menemukan arah dan saling berbagi arah. Apapun arahmu saat ini, kepada siapapun kamu berbagi arah saat ini, semoga pada akhirnya kita searah.