Hari ini hari kedua pertandingan bola basket tahunan SMA Nusantara. Pertandingan bola basket sebenarnya sudah selesai sejak tadi, namun penonton dari berbagai sekolah masih memadati hall SMA Nusantara untuk menyaksikan lomba cheerleaders yang juga menjadi bagian perlombaan.
"Cheers sekolah kita tampil diurutan berapa sih?" keluh Fika sembari berdiri dan mengipasi diri dengan kedua tangannya. Maklum saja, hall sedang ramai dan sangat padat, membuat suasananya jadi gerah. Kalau bukan karena rasa solidaritas dan paksaan Cakka untuk menonton Shella, Fika pasti sudah pulang sedari tadi, toh tim basket sekolah mereka—tim Agni dan Cakka—juga telah bertanding sebelumnya.
"Habis ini" jawab Rio singkat. Fika berdecak kesal lalu kembali duduk dengan wajah tertekuk.
"Sabar, Fy. Kalau tim sekolah kita udah tampil, kita pulang deh" bujuk Rio menepuk pelan puncak kepala Fika sekilas. Fika hanya melirik Rio tapi tidak mengatakan apa-apa.
"Udah, Yo. Lu kayak gak tau Fika aja. Dia sih walau mulutnya gak berhenti ngeluh, tapi pasti bakal nunggu sampai sekolah kita tampil" ucap Cakka yang duduk di barisan depan dengan santai. Fika hanya membalas Cakka dengan tatapan tidak suka.
"Sok tau banget sih lu!" balas Fika mulai sewot.
"Udah hapal gue sama kebiasaan ngeluh lu"
"Udah deh debatnya. Tuh, sekolah kita udah mau tampil" lerai Agni yang berada disebelah Cakka. Gak akan ada habisnya kalau ngebiarin mereka berdua berdebat.
Cakka kembali fokus kearah lapangan, mengabaikan Fika yang masih menatapnya sebal. Sudah ada tim cheers sekolah mereka yang sudah berdiri di lapangan, sedang bersiap dengan posisi awal. Cakka dan beberapa teman sekolah mereka yang memang datang khusus untuk memberi dukungan, mulai berteriak heboh.
"Ag, Shella cantik banget ya hari ini?" ucap Cakka cukup keras agar Agni yang ada disebelahnya bisa mendengar.
Agni hanya tersenyum tipis tanpa menoleh pada Cakka, dia menatap Shella dan tim cheers yang saat ini sedang membentuk pyramid. Agni akui, Shella memang cantik hari ini, ah tidak, setiap hari Shella selalu cantik. Rambut panjang sepunggung Shella yang biasanya digerai, hari ini diikat ekor kuda dan diberikan pita hijau-kuning serasi dengan seragam cheers yang dikenakannya. Tanpa sadar Agni jadi membandingkan dirinya dengan Shella dan menjadi minder sendiri.
"Gilaa, Shella keren banget!" puji Cakka lagi. Sekarang dia sedang heboh meneriakkan nama Shella dan nama sekolah mereka bergantian. Agni menghela nafas kemudian memilih untuk duduk dan bergabung dengan Alvin yang memang sedari tadi tidak tertarik dan hanya sibuk memainkan game lewat handphonenya. Moodnya untuk menonton tiba-tiba hilang.
"Ag, ngapain kemarin Via ke rumah lu?" pertanyaan Alvin mengalihkan perhatian Agni pada Cakka yang masih heboh. Alvin menghentikan gamenya kemudian menatap Agni, menunggu jawaban.
"Numpang tidur" jawab Agni dengan suara agak keras, mencoba mengalahkan hingar bingar keramaian hall. Alvin menatap dengan pandangan tidak percaya.
"Gue serius. Via habis kerja kelompok di kompleks depan rumah gue, trus singgah ke rumah buat numpang tidur"
"Terus pulangnya dijemput siapa?"
"Sama supirnya"
"Loh? Pacarnya mana?" Agni menatap Alvin bingung, lalu menggeleng.
"Via gak punya pacar" jawab Agni kemudian.
"Terus yang di mall itu?" Alvin masih terlihat penasaran. Agni diam sebentar, berusaha memahami maksud Alvin.
"Oh, maksud lu cowo yang nemenin Via di counter sepatu tempo hari?" Alvin mengangguk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Berbagi Arah (TAMAT)
Fiksi RemajaKisah ini tentang mengejar dan dikejar. Tentang menunggu dan ditunggu. Tentang menemukan arah dan saling berbagi arah. Apapun arahmu saat ini, kepada siapapun kamu berbagi arah saat ini, semoga pada akhirnya kita searah.