"Agni!" Fika tiba-tiba saja berhambur ke pelukan Agni.
Agni yang tidak siap dengan pelukan Fika yang tiba-tiba itu, nyaris terjengkang kebelakang kalau saja Riko—yang berdiri paling dekat dengannya—tidak menahan punggungnya. Agni menatap Rio, Alvin dan Cakka meminta penjelasan, namun mereka hanya menggelengkan kepala tanda tidak tau. Belum hilang kebingungannya, Fika sudah menarik tangannya menjauh dari yang lain.
Beberapa siswa yang berpapasan dengan mereka menegur ramah—yang hanya dibalas senyuman tipis oleh Agni, beberapa berbisik-bisik dan menatap heran Fika yang menarik tangan Agni melewati koridor dengan terburu-buru.
"Aduh, Sorry ya" Agni meminta maaf untuk kesekian kalinya pada siswa yang ditabrak oleh Fika. Entah sudah berapa siswa yang ditabrak oleh Fika tanpa perasaan. Koridor memang sedang rame-ramenya karena bel pulang baru saja berbunyi. Agni lagi-lagi meringis karena Fika kembali menabrak siswa yang berpapasan dengannya. Agni buru-buru mengucapkan kata maaf sebelum siswa itu meneriaki mereka berdua. Sedangkan Fika sama sekali tidak merespon, tetap berjalan cepat sambil menarik tangan Agni menuju ruang musik.
"Ada apa sih, Fy?" tanya Agni saat mereka memasuki kelas musik. Agni berjalan menuju ke kursi yang berada di salah satu sisi ruangan sambil melihat pergelangan tangannya yang memerah karena ditarik sedari tadi oleh Fika.
"Duduk sini, Fy" Agni menepuk-nepuk kursi di sebelahnya. Fika menurut dan berjalan menuju kursi disebelah Agni.
"Kenapa?"
"Debo punya pacar baru, Ag" jawab Fika dengan suara bergetar. Agni diam saja, tidak kaget sama sekali dengan ucapan Fika barusan. Pasalnya sebelum pulang tadi Agni sempat melihat postingan Debo dengan seorang gadis manis, di foto itu Debo merangkul gadis itu dan tersenyum lebar. Sekali liatpun semua orang juga pasti tau itu pacar baru Debo.
"Cepat banget Debo move on dari gue" Fika tersenyum miris, tanpa sadar air matanya sudah mengalir. Agni mengelus punggung Fika dengan lembut. Agni mencoba sekuat tenaga menahan diri untuk tidak mengeluarkan umpatan apapun dari mulutnya, cukup hatinya saja yang mengumpat sekarang.
"Sabar ya. Gue yakin lu bisa dapat yang lebih baik dari Debo" Agni berusaha membesarkan hati Fika.
Agni tau bagaimana Fika berusaha terlihat baik-baik saja selama dua minggu ini. Agni tau dua minggu belakangan ini Fika berusaha menutupi patah hatinya dengan menyibukkan diri dengan kegiatan choir dan jabatan barunya sebagai sekretaris OSIS. Fika berusaha tersenyum, tertawa, dan berusaha menjadi Fika yang biasanya agar teman-temannya tidak khawatir. Agni paham move on bukan perkara mudah, apalagi dengan status Debo sebagai cinta pertama dan pacar pertama jelas akan lebih sulit lagi untuk Fika.
Debo pria pertama—selain papa dan abangnya, yang disayangi Fika. Debo pria pertama yang membuat hari Fika berwarna, dari berbunga-bungaseperti kebun bunga sampai muram seperti langit mendung sebelum hujan lebat. Karnaitu Agni diam saja walau tau Fika masih sering stalking akun Debo, padahal sebenarnya Agni gemas setengah hidup ingin mengomel. Bagaimana tidak? Setelah stalking, Fika pasti galau karena Debo nampak baik-baik saja, tetap memposting foto jalan dengan teman-teman sekolahnya, tetap terlihat happy.
"Gue masih berharap bisa balikan sama Debo, Ag" bisik Fika disela-sela tangisannya.
"Kuat, Fy. Lu bisa ngelewatin ini" Agni menatap Fika sedih. Rasanya dia ingin ikut menangis melihat Fika yang seperti ini.
Fika menangis cukup lama, dan Agni hanya diam saja tidak tau harus menghibur dengan apa selain menjadi pendengar yang baik untuk Fika.
***
Rio baru saja selesai rapat ekskul jurnalistik saat menemukan Agni sedang bermain basket di lapangan outdoor seorang diri. Rio mengedarkan pandangan dan menemukan Cakka dan Zeva—kapten tim basket putri—sedang berdiskusi dengan pelatih tim basket sekolah tidak jauh dari Agni. Tanpa menyia-nyiakan kesempatan, Rio masuk ke lapangan dan menarik tangan Agni menjauh.
"Ikut gue!" Agni yang kaget, nyaris saja menarik tangannya kalau tidak sadar itu Rio. Pasti mau nanya soal Fika, pikir Agni.
"Fika gimana?" tanya Rio saat mereka sudah berdiri di depan ruang guru.
"Udah pulang, dijemput sama sopir tadi" Agni menjawab tanpa melihat Rio. Matanya menatap Cakka dan Zeva yang masih berdiskusi di lapangan.
Sehabis menangis di ruang musik tadi, Fika memang langsung pulang di jemput sopirnya. Agni sendiri yang mengantarkan Fika sampai depan gerbang sekolah. Sebenarnya Agni tidak tega membiarkan Fika pulang hanya dengan sopir, tapi dia tidak bisa bolos begitu saja saat teman-teman satu timnya sedang latihan keras demi pertandingan dua minggu lagi. Agni bisa diamuk Zeva kalau dia nekat bolos. Tadi saja dia sudah kena hukuman Zeva karena terlambat ikut latihan.
"Jadi... mereka berdua putus?" nada suara Rio terdengar aneh saat mengucapkan itu. Terdengar ragu-ragu, tapi ntah kenapa ada kesan bahagia juga. Agni melirik Rio sekilas kemudian mengedikkan bahu. Agni yakin Rio tau karena melihat postingan Debo. Walau berbeda kelas, Rio dan Debo cukup akrab karena satu ekskul saat SMP.
"Ag, menurut lu gimana?" Rio bertanya dengan hati-hati, berharap Agni mengerti maksudnya. Agni menghela nafas pelan kemudian duduk di salah satu bangku panjang yang ada di depan ruang guru. Rio mengikuti dibelakangnya.
"Maksud gue—"
"Gue ngerti kok maksud lu" potong Agni cepat.
"Gue ngga tau, Yo. Fika baru aja putus, dia butuh waktu dan gue ngga tau berapa lama waktu yang diperluin Fika buat ngelupain Debo" jeda sejenak.
"Debo udah ngelukain Fika terlalu dalam, mungkin ngga akan mudah buat Fika ngebuka hatinya lagi" Agni merasa perlu memberitahu Rio risikonya. Bagaimanapun, Rio juga temannya, dia perlu tau yang sebenarnya.
"Gue paham, Ag. Tapi gue udah nunggu lama hal ini. Hampir tiga tahun gua nunggu" Rio memandang kedepan dengan pandangan menerawang.
"Gue pingin berusaha biar Fika ngeliat gue, Ag. Tiga tahun ini gue ngga bisa ngelakuin itu karena ada Debo, jadi gue rasa kali ini kesempatan gue buat ngambil hatinya, buat dia sadar kalau selama ini ada gue yang nunggu dia" walau sedikit jahat, tapi dalam hati Rio merasa senang Fika putus dengan Debo. Rio tidak ingin munafik soal ini.
"Gue ngga akan ngelarang lu buat deketin Fika, Yo. Gue tau lu sayang sama dia dan ngga bakal nyakitin dia. Sebagai teman, gue bakal ngedukung lu" Agni mengubah posisi duduknya dan menatap Rio serius.
"Tapi lu mesti janji, jangan memaksakan diri saat situasinya tidak membaik. Lu juga teman gue, Yo. Lu juga berhak bahagia, dengan atau tanpa Fika" Rio terdiam sebentar, kemudian terkekeh pelan mendengar kata-kata Agni.
"So sweet banget sih lu, gue jadi terharu" tanpa sadar Rio mengacak-acak rambut Agni gemas, membuat Agni mendecak kesal karena kelakuan Rio. Walau kadang terlihat cuek, Agni sebenarnya sangat peduli dengan orang-orang terdekatnya.
Agni masih dengan tampang kesalnya saat ekor matanya menangkap Cakka sedang mengedarkan pandangan mencarinya. Zeva dan pelatihnya sudah tidak terlihat, sepertinya mereka berdua sudah pulang lebih dulu.
"Disini, Kka!" Rio sudah lebih dulu berteriak, memanggil Cakka.
"Lu gue cariin daritadi, Ag. Gue kira lu pulang duluan, ternyata disini lagi mojok sama Rio"
"Mojok apaan? Lu kira kita berdua lagi pacaran apa?" protes Agni masih dengan wajah kesalnya. Rio terkekeh, kembali akan menyentuh puncak kepala Agni namun buru-buru ditepis Agni. Agni kemudian bangkit berjalan mendahului Cakka dan Rio ke parkiran depan, sudah tidak sabar ingin segera pulang.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Berbagi Arah (TAMAT)
Teen FictionKisah ini tentang mengejar dan dikejar. Tentang menunggu dan ditunggu. Tentang menemukan arah dan saling berbagi arah. Apapun arahmu saat ini, kepada siapapun kamu berbagi arah saat ini, semoga pada akhirnya kita searah.