TUJUH: Perkelahian

103 10 0
                                    

Cakka berjalan menuju parkiran motor sembari bersenandung ringan. Dia berniat menunggu Agni di parkiran motor. Saat akan berbelok menuju parkiran motor, tanpa sengaja Cakka melihat Shella sedang berdiri dekat pos satpam seorang diri. Pak Mamat tidak terlihat di pos satpam, mungkin sedang ke toilet. Entah dapat keberanian darimana, Cakka malah berjalan mendekati Shella. Cakka berdehem, mencoba membuat Shella menyadari keberadaannya.

"Lagi nunggu jemputan ya?" tanya Cakka basa-basi.

"Iya nih, jemputannya belum datang" Shella tersenyum tipis. Cakka yang diberikan senyuman seperti itu malah salah tingkah.

"Kena macet kali. Kan ini jam pulang kantor"

"Kayaknya sih gitu" Shella melirik jam tangannya, sudah hampir setengah enam sore.

"Teman-teman lu yang lain pada kemana?"

"Anak cheers? Udah pada pulang. Jemputan gue aja nih yang belum datang"

"Gue temenin sampai jemputan lu datang deh" Shella menatap Cakka, sedikit terkejut tapi juga senang mendengar kata-kata Cakka.

"Gak usah, gue gapapa kok"

"Gapapa, gue temenin aja" Cakka tidak tega membiarkan Shella menunggu sendirian. Pasalnya sekolah mereka sudah sepi, bahkan tim basket dan ekskul cheers yang selesai latihan paling akhirpun sudah tidak terlihat lagi. 

Walau diluar Shella terlihat biasa saja, tapi sebenarnya dalam hatinya Shella senang sekali karena punya kesempatan berdua dengan Cakka. Sama seperti Cakka, sebenarnya Shella juga sudah lama memperhatikan Cakka. Hanya saja kemarin-kemarin dirinya masih berstatus pacar orang, jadi dirinya paham batasannya. Karena sering memperhatikan Cakka pula, akhirnya Shella tau teman-teman Cakka, termasuk Agni. Cakka dan Agni, walau Shella belum punya hubungan apapun dengan Cakka, tapi dirinya cemburu setiap nama mereka berdua dipasangkan.

"Lu gak sama Agni?" tanya Shella ragu-ragu. Shella merasa kurang nyaman menyebut nama Agni saat sedang berdua dengan Cakka.

"Agni ke kelasnya dulu, ada yang kelupaan katanya" sebenarnya tadi Cakka sudah menawarkan untuk menemani, tapi Agni menolak dengan alasan tidak akan lama dan malah menyuruh Cakka menunggu di parkiran motor saja.

Saat Cakka dan Shella sedang mengobrol, tiba-tiba sebuah motor berhenti di depan gerbang. Shella yang tau siapa pemilik motor itu tanpa sadar beringsut mendekati Cakka, berusaha mencari perlindungan. Pemilik motor itu melepaskan helmnya kemudian menarik tangan Shella.

"Apaan sih lu. Kita udah gak ada urusan lagi!" Shella berusaha melepaskan tangannya dari cengkraman Septian—pemilik motor itu, namun tidak bisa karena cengkaraman tangan Septian yang terlalu kuat.

"Kita udah putus, kenapa lu gak ngerti juga sih?" kata Shella agak keras. Nada kesal terdengar jelas dari intonasinya saat mengatakan kata-kata itu.

"Lepasin tangan gue!"

"Gak akan!" Septian menatap Shella tajam dan memperkuat cengkaramannya pada tangan Shella.

"Jangan kasar sama cewek, bro" Cakka yang sedari tadi diam akhirnya bersuara. Sebenarnya Cakka enggan ikut campur, tapi melihat tingkah kasar Septian pada Shella membuatnya kesal juga.

"Gue gak ada urusan sama lu!" Septian yang tidak terima ada pihak lain yang ikut campur urusannya, menatap Cakka tajam.

"Kita emang gak ada urusan, tapi lu udah kasar ke cewek" Septian yang mendengar itu semakin emosi. Dia melepaskan cengkramannya dari tangan Shella dengan hentakan, Shella segera berlindung di balik punggung Cakka.

"Lu siapanya dia? Pacarnya barunya?" kali ini Septian sudah berdiri dihadapan Cakka. Cakka masih berusaha tenang dan tidak ikut emosi.

"Lu salah paham, bro. Gue cuma nemenin Shella—"

Berbagi Arah (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang