LIMA BELAS: Alasan Baru Alvin

100 9 0
                                    

Alvin memasukkan alat tulisnya dan menyambar tasnya dengan cepat. Dia bahkan mengabaikan Riko yang bertanya kepadanya. Alvin semakin mempercepat langkahnya saat melihat siswa-siswa sudah berhamburan keluar kelas, takut kalau orang yang ingin ditemuinya sudah pulang lebih dulu. Untuk pertama kalinya selama bersekolah di Patriot Bangsa, Alvin mengeluhkan jarak kelasnya dan deretan kelas sosial yang cukup jauh.

Alvin menghela nafas lega saat melihat Bu Indah—guru geografi—baru saja keluar dari kelas Agni. Nampaknya ulangan di kelas Agni baru saja selesai. Alvin maklum saja, kata anak-anak IPS—termasuk Agni—ulangan dari Ibu Indah memang sulit.

"Lin, tolong panggilin Agni" ucap Alvin pada Lintar—teman kelas Agni dan juga teman futsalnya, yang baru saja keluar dari kelas. Lintar kemudian berbalik, kembali masuk ke dalam kelas dan tidak lama keluar bersama Agni.

Agni mengucapkan terima kasih pada Lintar sebelum pemuda itu menjauh. Dia lalu mengerutkan dahinya dan menatap Alvin heran. Tidak biasanya Alvin berkeliaran di koridor anak IPS.

"Lu pulang bareng gue ya?" Agni semakin mengerutkan dahinya, tapi tetap mengangguk pelan. Setelah mendapat jawaban dari Agni, Alvin kemudian membalikkan badan dan berjalan lebih dulu menuju parkiran. Keduanya berjalan dalam diam, tidak ada yang membuka suara.

"Ada apa, Vin?" tanya Agni ketika mobil Alvin mulai berjalan keluar dari gerbang sekolah.

"Via" jawab Alvin singkat. Mendengar nama itu, Agni seketika paham alasan pemuda itu sampai repot-repot menemuinya ke kelas.

"Via minta gue berhenti jemput dia" Agni diam saja. Alvin melirik Agni sebentar, lalu kembali berkonsentrasi pada kemudi.

"Kata Via, dia tidak perlu lagi menghindar dari Kak Sion. Katanya urusannya dengan Kak Sion sudah selesai, jadi gue gak perlu repot-repot lagi jemput dia tiap pulang sekolah" tanpa sadar Alvin menghela nafas.

Sejujurnya Alvin sedih dan bingung. Menjemput Via sepulang sekolah adalah satu-satunya alasan dirinya bisa dekat lagi dengan gadis itu, tapi sekarang, gadis itu sendiri yang memintanya untuk berhenti menjemputnya. Sekali lagi Alvin melirik Agni yang masih diam, gadis itu terlihat tidak terkejut sama sekali.

"Lu udah tau?" tebak Alvin. Agni menatap Alvin sebentar, kemudian mengangguk pelan.

"Sejak kapan?"

"Minggu lalu. Lu ingat waktu gue ngirimin lu pesan kalau gue lagi sama Via? Waktu itu gue nemenin Via ketemu sama Kak Sion" jujur Agni. Agni diam sebentar, menimbang-nimbang apakah dia perlu menceritakan semuanya pada Alvin.

Alvin lalu menepikan mobilnya dibahu jalan yang cukup sepi. Dia merasa tidak aman mengemudi di saat fokusnya tidak sepenuhnya berada di jalan. Salah-salah, dia dan Agni bisa celaka.

"Tolong ceritain semuanya, Ag. Tolong ceritain semua yang lu tau soal Via dan Kak Sion" pinta Alvin dengan nada memohon. Dia menggeser posisi duduknya agar bisa menatap Agni. Agni diam, masih berpikir.

"Lu udah janji bakal bantuin gue, Ag" kali ini Alvin sedikit memaksa. Agni yang tidak sampai hati, akhirnya memilih untuk menceritakan semuanya pada Alvin.

"Kenapa kemarin-kemarin lu gak cerita ke gue?"

"Gak bisa. Via bilang dia yang bakal ngomong langsung ke lu" hening sejenak. Hanya terdengar alunan lagu dari radio mobil milik Alvin.

"Gue mesti gimana, Ag? Sekarang gue kehilangan satu-satunya alasan gue buat deket sama Via" Alvin menyandarkan punggung di kursi pengemudi, menatap jalan di depannya dengan tatapan kosong.

"Yaaa lu tetep deketin Via. Kalian kan masih bisa saling kirim pesan" Alvin berdecak.

Alvin dan Via memang masih sering bertukar pesan, tapi sejauh ini pembahasan mereka hanya sebatas 'kegiatan jemput-menjemput' dan sekarang alasan itu tidak bisa lagi digunakan. Agni kemudian mengingat sesuatu, buru-buru dia mengeluarkan selebaran brosur dari dalam tasnya dan menyerahkannya pada Alvin.

Berbagi Arah (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang