17. Murid Baru

4 2 0
                                    

Suara alunan DJ, perpaduan musik dengan gerakan kepala serta tangan yang terus sibuk menyetel irama, menjadi suasana yang tampak menyenangkan bagi Jemi.

Sebuah ruangan kecil yang serba tertutup dengan dinding yang mampu menangkap suara seperti di bioskop, kini menjadi tempat yang sangat meng-asikkan.
Jemi kini sibuk memainkan musik DJ-nya dengan kamera di tripod yang terus menangkap setiap suara dan gerakan di depannya. Kamera yang dipasang di ruangan itu tidak hanya satu, tapi tiga. Yaitu ada di depan, di pojok kanan, dan di pojok kiri.
Masing-masing kamera yang tersetel terus di pantau olehku, Juli, dan Ihsan. Awalnya aku tidak begitu tahu memainkan kamera yang menurutku sangat rumit, karena jujur, aku tidak pandai sama sekali mengatur alat-alat elektronik semacam itu. Hp saja aku belum punya. Tapi setelah di jelaskan panjang lebar oleh Ihsan dan Juli, akhirnya aku agak sedikit paham. Toh, untuk memvideokan Jemi kali ini, aku hanya memantau kameranya saja, apa ada yang eror atau tidak selama proses berlangsung.

Lampu neon warna-warni yang dipasang disetiap sudut ruangan terus berganti tiap beberapa menit sekali, semua warna menyala sesuai jadwalnya, membuat apa yang terekam di kamera menjadi lebih bervariasi.

Baik aku, Ihsan, dan Juli tidak bisa menahan kepala kami untuk tidak bergoyang. Harus kuakui, musik yang Jemi ciptakan melalui alatnya itu sangatlah keren, berbagai macam suara menyatu dan saling berkombinasi menjadi alunan suara yang sangat seru dan menyenangkan, membuat siapapun yang mendengarnya seperti merasa terundang untuk mengikuti nada yang seirama.
Musik, memang pandai memperindah suasana.

*********

Ihsan sibuk memainkan laptop yang sudah menyala di depan matanya, aku berada di belakangnya sambil sesekali memperhatikan lincah jemarinya memainkan keyboard, mengedit video yang sudah kami rekam beberapa jam lalu.

"Ini video buat apaan di edit lagi. Udah bagus kok" setelah lama penasaran, aku akhirnya bertanya.

"Buat dimakan" jawab Ihsan sekenanya.

Juli mencerca, "Pantes lu bego, san. Makanannya aja video. Bukan nasi"

"Kalo gue bego, gak bakal gue bisa ngeditin ni video sampe di youtube tembus 2 juta penonton." Bela Ihsan sombong.

Kudengar Juli hanya bergumam lirih "hemmm..."

"Gimana? Udah san?" Tanya Jemi yang tiba-tiba muncul dari balik pintu, padahal katanya tadi ia mau ke toliet, tapi tak sampai 5 menit, orang itu sudah kembali.

Ihsan tak menjawab Jemi, bahkan dengan jemarinya yang super cepat memainkan tombol membuat ia terkesan tak merespon, tak peka dengan kehadiran si empunya laptop.

"Hoy..." Jemi menampol wajah Ihsan dengan handuk kecil yang dibawanya.

Melihat wajah yang di tampar sedemikian lucu, aku dan Juli tertawa.

"Sekali lagi lu gini in gue, gak bakal gue selesai in ni editan" ancam Ihsan dengan ekspresi kesal.

"Terserah, gue bisa kali cari editor yang lebih hebat dari elu. Duit gue, kan banyak. " balas Jemi menyombong.

"Belum pernah kena azab kayak si Qorun, kali nih anak" entah kenapa kali ini Juli membela Ihsan. Mereka seakan kompak menjadi satu tim, tanpa berpecah kelompok menjadi pro dan kontra.

Aku geleng-geleng kepala sambil tertawa memperhatikan kelakuan mereka. Aneh, lucu, bikin kesal, tapi seru.

"Apa perlu gue yang editin" kataku menawarkan diri.

"Lu tau apa, Yo. Moto orang aja nge-blur" ejek Ihsan padaku.

"Hahah...bisa-bisa di unsubscribe chanel youtube elo, Mi" Juli mengompori.

Dear ThemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang