12. DJ_Me...DJ_Me

11 2 0
                                    

Halo semuanya maaf ya kalau author lama ga update. Soalnya tugas lagi numpuk banget. Mana bentar lagi mau ujian.. hedeh..jadi bingung sama orang di luar sana, tugas numpuk bilang nya gabut . Wkwk...

Tapi reader semua jangan khawatir.

Author ada buat kalian.

Pantengin terus ya cerita aku. Bakal banyak kejadian-kejadian yang pasti membuat kita bersyukur atas keadaan yang kita alami saat ini. Salah satunya karakter seorang Ihsan, kalian gak bakal nyangka kalau dia sebijak itu.

So... selamat membaca...

----------------------------------------------------------------------------------

Aku memandang diriku di depan cermin. Kusisir rambutku yang masih basah karena habis mandi.
Malam itu aku tengah bersiap-siap menghadiri undangan Jemi untuk menonton penampilan DJ nya secara langsung. Jujur, aku penasaran dengan aksinya nanti, apa benar ia sebagus apa yang kudengar dari mulut penggemarnya.

Karena pada dasarnya seorang fans kadang suka melebih-lebihkan keunggulan idolanya tanpa mau mendengar kekurangannya.

Aku memakai kaos hitam polos dengan sedikit gambar ganja di bagian bawah bahu. Dipadu dengan celana jeans yang menurutku sangat cocok jika keduanya dikombinasi.

Perfect.

Trit...trit...trit...

Klakson berbunyi dari luar. Aku segera mengalihkan pandanganku dari arah cermin. Tak menunggu apa-apa lagi, akupun beranjak dari kamar, meninggalkan tempat yang penuh dengan barang yang berserakan, meninggalkan jam dinding yang sudah menunjukkan pukul setengah sembilan.

Aku keluar dari rumah. Dan mendapati Ihsan sudah siap dengan motor vespa kuningnya. Seperti biasa, ia menyisir rambutnya dengan gaya membentuk kerucut di bagian depan.

"Idih...ganteng juga lu ya" pujinya.

Aku tak menggrubris.

"Sendirian?" Tanyaku.

"Iya. Yang lain pada sibuk. Jemi kan mau siap-siap."

"Juli?"

"Dia udah di sana"

Aku mengangguk "oh..."

"Yuk."

Motor melaju dengan kecepatan sedang. Di perjalanan, tak henti-hentinya aku menghirup parfum Ihsan yang semerbak, membuahkan aroma blueberry yang tak membuat hidungku bosan menerima rangsangan itu.

Itu adalah kali pertamaku keluar malam dengan teman. Biasanya aku terus mengurung diri di kamar. Eh. Waktu SMP sebenarnya sering. Tapi itu hanya untuk sebatas urusan tugas sekolah. Dan biasanya untuk sampai ke tujuan aku harus naik ojek. Dan kalau sudah kemalaman, aku terpaksa menginap di rumah temanku.

"Kalian tuh memang sahabatan dari kecil, ya" tanyaku mulai membuka suara.

"Kalian siapa?"

"Ya elu, Jemi sama Juli."

"Hahah.. kalau Jemi tuh temennya Juli dari dulu. Katanya, dulu mereka tetanggaan. Main bareng, mandi di sungai bareng, pokoknya ya, kalau ada apa-apa, mereka selalu barengan. Sangking gak bisa pisahnya, mereka dari SD sampai sekarang tuh satu sekolah, dan beruntungnya, kita ga pernah beda kelas."

Aku tertawa pelan.

"Aneh ya. Kalau elo?"

"Kalau gue..."
Ihsan memberi jeda sejenak.
"Gue salah satu orang yang beruntung bisa kenal mereka, gue sebenernya dari keluarga yang miss komunikasi. Nyokap gue meninggal 3 tahun lalu, dan sejak gue kecil emang cuma deketnya sama nyokap. Soalnya gue sama bokap gue bener-bener gak pernah ngobrol bareng sampe lama gitu. Dia lebih banyak kerjanya. Kalau lagi libur, bukannya mau quality time bareng gue, dia malah lebih seneng main ke rumah temennya. Jadi gue bener bener kesepian. Dan di tengah kesepian gue, ada Juli sama Jemi yang bisa ngobatin itu."

Dear ThemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang