*Di dunia ini, tidak ada yang bisa menjamin bahwa manusia akan tetap baik selamanya. Kadang dalam keadaan apapun, kita terlalu mementingkan ego dan harga diri. Untuk perubahan yang tidak di sangka-sangka, jangan terlalu kaget. Manusia kan kadang memang begitu*-----------------------------------------------------------------------------------
Awalnya, kehidupan keluargaku baik-baik saja.
Berjalan sesuai dengan roda kehidupan yang membuatku bahagia. Keluarga kecil yang harmonis, keluarga kecil yang hidup apa adanya, dan keluarga kecil yang anaknya hanya merasa tersakiti jika ayahnya marah atas kesalahannya.
Sampai pada akhirnya sebuah kejadian mengecewakan terjadi. Setiap kali ayah pulang kantor, ia selalu marah-marah tidak jelas. Mulai dari makanan ibu yang dibilang tidak enak, baju yang distrika kurang rapi, ibu yang tidak bisa dandan, dan masih banyak lagi."Kamu kalau strika baju aku yang rapi dong. Giliran Jahitin baju orang aja hati-hati." Katanya kasar.
"Iya, yah. Nanti aku bakal lebih rapi lagi kalau nyetrika."
Ayah tersenyum sinis. "Nanti...nanti... "
Aku yang masih di dekat ibu hanya bisa mengusap-usap punggungnya, berusaha membuat ibu lebih kuat.Aku tahu, setiap manusia pasti akan berubah seiring waktu berjalan. Tapi untuk perubahan ayah yang sesingkat ini, aku belum siap menerimanya. Aku masih butuh tulang punggung keluarga yang baik, tulang punggung yang kokoh, dan tulang punggung yang mampu menopang keluarga. Bukan malah menyakiti seenak hatinya.
Jujur, aku dan ibu benar-benar tidak mengenal ayah lagi. Kelakuannya sungguh berbeda dari sebelumnya. Ia bahkan sering pulang larut malam. Alasannya banyak tugas lemburan. Tapi ibu selalu sabar menanggapi sikap ayah. Kurasa ibu juga kecewa atas perubahan sikap-nya itu.
Melihat sikap ayah yang sering marah, aku jadi selalu ingin keluar rumah. Tapi untuk melakukan hal itu, aku harus berpikir dua kali. Karena kalau sampai ayah tahu, habislah aku.
Suatu hari, hari yang kutunggu-tunggu datang menghampiri. Ayah pamit ke ibu, katanya ia akan pulang esok hari karena mendapat tugas survei ke desa lain untuk memastikan bahwa data di kantor itu benar. Ibu dengan lugu percaya begitu saja. Padahal hari itu hari minggu.
"Ayah pamit dulu" katanya dengan mengembangkan seutas senyum. Dalam hati, aku meragukan. "Tumben"Ibu bersalaman dengan ayah. Aku juga.
Kulihat ibu ikut membalas senyum ayah seraya berkata : "hati-hati!"Ibu sempat melambaikan tangan sebelum akhirnya hanya bisa menatap punggung ayah yang semakin menjauh.
Sebenarnya kepergian seorang ayah merupakan hal terburuk bagi anak. Tapi itu tidak berlaku bagiku. Karena dengan kepergiannya, aku bisa bebas bermain tanpa ada rasa takut sedikitpun. Ah. Ibu, dia pasti mengizinkan. Asal jangan pulang terlalu maghrib katanya.
"Bu. Aku caw..." kataku seraya berlari sekencang-kencangnya. Takut barangkali aku ditinggal bermain oleh teman-temanku.
Anak kecil memang identik dengan permainan dan kegembiraan. Apapun akan dilakukan demi mendapatkan kedua poin itu. Sama sepertiku, mulai dari jam 8 pagi sampai dengan jam setengah 12 siang, aku bermain sepuas-puasnya. Mulai dari bermain kelereng yang selalu kalah. Layang-layang yang benangnya sering putus atau bahkan memancing yang tidak kunjung mendapat ikan. Tidak ada ayah barang satu hari rasanya seperti menikmati hidup dengan menghirup oksigen yang kandungannya adalah kenikmatan dan keceriaan. Bibirku seolah-olah penat tertawa. Masalah ayah yang selalu marah seketika musnah. Yang kurasakan waktu itu hanya rasa senang, senang, dan senang.
Oh. Iya. Perlu kujelaskan, rumahku tidak terlalu dekat dengan perkotaan sehingga untuk masalah alam dan sebagainya masih dalam kondisi baik. Maksudnya belum terlalu tercemar. Waktu itu hutan-hutan masih ada, dan kondisi sungai-pun masih baik. Tidak seperti sekarang, kabarnya, jakarta telah rata dengan pembangunan. Apartemen yang mewah, perusahaan yang megah dan bahkan hotel yang wah telah membuatku merasa asing dengan tempat lahirku sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Them
Fiksi RemajaAda kalanya seseorang harus rapuh hanya supaya ia bisa belajar bagaimana caranya bangkit. Neo dengan segala keterpurukannya adalah sebuah kekurangan yang paling besar. Namun semua berubah drastis sejak kehadiran tiga sosok sahabatnya yang pada awaln...