13. DJ dan Salsa

11 2 0
                                    

Hay reader, udah lama gak update. Iya. Author lagi ada ujian, jadi agak sibuk. Tapi sans aja, DEAR THEM bakal tetep lanjut.

Bakal banyak pengajaran yang dapat diambil dari cerita ini.

So... selamat membaca...

----------------------------------------------------------------------------------

Aku, Juli, dan Ihsan menyingkir dari balik panggung. Sengaja kami melihat penampilan Jemi dari depan, supaya tampak olehnya, bahwa kami ada untuk dia.

Ini adalah kali pertamaku nonton konser semeriah ini. Biasanya aku menonton dari balik televisi yang membuat aku kadang suka rebutan remot dengan ibu karena aku tidak suka konsernya. Ya bagaimana aku mau suka, yang nampil bukan dari golongan artis yang ku gemari. Ibu dulu paling suka dengan Rita Sugiarto, apalagi kalau sudah beliau menyanyikan lagu pacar dunia akhirat, ia bisa lupa masak dan akhirnya aku memasak untuk diriku sendiri.

Kalau kutegur supaya buruan masak, pasti dia bilang "iya bentar, sayang."

Aku, Juli, dan Ihsan mati-matian mendumpel-dumpel para penonton lain hanya untuk mendapat posisi terdepan. Beberapa orang yang kusenggol ada yang menatap sinis seperti tak rela jika bajunya disentuh orang tak dikenal. Tapi ada juga yang acuh dengan aksi kami, mereka memilih fokus dengan penampilan yang sebentar lagi akan ditampilkan.

Setelah sekian lama berjuang, kami akhirnya mendapatkan posisi yang pas. Aku bisa leluasa melihat aksi Jemi dari atas panggung. Kulihat semua penonton begitu antusias menunggu permulaan dari konser ini.

"Jemi.."

"Jemi..."

"Jemi..."

"Jemi..."

Begitulah teriakan para penonton yang begitu bersemangat melihat penampilan Jemi. Semua riuh disertai tepukan tangan yang serempak, seperti rombongan semut yang sudah menemukan gula.

"Are you ready, guys...." Jemi berteriak dengan microphone yang sudah tergenggam di tangannya.

"Ready..." jawab penonton secara bersamaan.

Musik mulai diputar, Jemi sibuk memainkan alat-alat DJ-nya. Di kepalanya tercantol earphone silver yang siap membuat kepalanya geleng-geleng, mengikuti alunan musik yang sedang berjalan.

Aku yang biasanya tak suka dengan suasana ramai jadi meralat bahwa ini memang benar-benar bagus.
Harus kuakui, Jemi memang tidak hanya bermodal tampang saja untuk memikat banyak orang. Tapi lebih dari itu, melibatkan kemampuannya yang memang pantas diacungi jempol. Tanpa sadar, aku juga ikut berjoget bersama orang-orang yang ada di area itu.

Entah kenapa seketika semua masalahku hilang, aku seperti mendapat dunia baru melalui musik yang mendengung di telingaku. Pikiranku yang tiap hari seperti penuh, kini seperti ter-reset, kosong, dan siap untuk dimasuki oleh sesuatu yang baru.

Bass musik yang degab-degub terus menyemarak dari balik panggung. Kulihat semua penonton terus menikmati alunan musik yang Jemi kumandangkan. Hingga sampai di puncak, lagu yang berbeda diputar lagi, semua bercampur instrument yang berbeda-beda. Memang seperti penggabungan musik yang aneh, tapi berseni.

Aku terus membiarkan diriku bergoyang ria, mengikuti alunan nada yang menggema dibalik telinga. Seketika aku dibuat kaget oleh benda yang terlempar ke kepalaku. Aku langsung melihat benda itu. Sekuntum bunga.
Siapa yang melemparku?

Aku langsung menoleh ke belakang, dan ternyata tanpa aku duga, para penonton sibuk melemparkan kado hadiah ke panggung. Benda-benda yang dilempar oleh mereka begitu variatif. Mulai dari bunga yang warna-warni, kotak misteri seperti kado ulang tahun, dan banyak lagi.

Dear ThemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang