9. Gila

19 2 0
                                    

Jadi sebelum baca part ini, author mau tanya, di sini ada gak yang punya temen yang hobinya ketawa mulu??

Dan keselnya, kita juga jadi ikut ketawa, bukan karena pembahasannya yang lucu, tapi karena lucu aja ngeliat temen yang ketawanya berlebihan.

Wkwkwk... jadi aneh sendiri.

Oke. Nyapanya gak usah panjang-panjang.

Langsung baca aja ya,

-----------------------------------------------------------------------------------

Hari itu cuaca sangat terik. Awan mendung seakan tak berani mendekat ke matahari. Bahkan yang tampak di atas kepala hanya langit biru utuh tanpa ada awan-awan figuran yang bersela-sela di sampingnya.

Aku berdiri di depan toko kios yang tak jauh dari sekolah dengan menikmati teriknya surya yang begitu menusuk sampai ke tulang belulang.

Hah. Aku sudah pasrah jika kulitku akan hitam lebam dibuatnya.

Sudah hampir satu jam aku menunggu angkot yang lewat. Tapi tak satupun kendaraan itu bersimpang siur di hadapanku. Beginilah keadaan, bisa membuat benda apapun hilang dari muka bumi ketika hendak dicari. Tapi ketika tidak, benda itu sering muncul tanpa kita inginkan kehadirannya.

Teeett.....teett...

Suara klakson mobil kini memenuhi isi gendang telingaku. Membuat alat indraku itu rasanya mau copot.
Aku menoleh ke sumber suara dengan geram.
Kulihat ada sebuah mobil berhenti tepat di kananku. Mobil itu tampak mewah. Berwarna merah dengan gradasi yang masih mengkilap.
Bahkan sangking kilatnya, mobil itu bisa dijadikan cermin.
Jendelanya perlahan terbuka, dan muncul lah lagi sesosok makhluk aneh. Maaf. Ralat. Dua makhluk aneh maksudnya.

Siapa lagi kalau bukan Jemi dan Ihsan.

Mereka lagi.

Aku menghembuskan napas berat.
Oke. Aku sudah siap untuk dibuat stress.

"Naik yuk. Entar jadi ikan asin lagi lo, panas tau" ajak Jemi membuat aku jengkel dengan ledekannya. Mentang-mentang dia punya mobil, terus bisa seenaknya mengataiku?

Bukannya mengangguk atau menggeleng, aku justru diam tak merespon ajakan Jemi, membuat ia kembali mengajakku lagi.

Aku heran. Kenapa Jemi dan Ihsan tidak marah atas perlakuanku sewaktu di kantin tadi. Padahal menurutku, apa yang aku lakukan ke mereka sangatlah menjengkelkan. Tadinya kupikir dengan begitu, mereka akan menjauhiku. Mencoret namaku di daftar calon teman baru di daftar hidup mereka. Tapi usaha tetaplah usaha. Tidak ada yang bisa menjamin bahwa usaha itu akan berhasil. Malah sekarang, kurasa mereka tambah penasaran terhadapku. Penasaran terhadap hidupku. Apa sih yang harus dipenasarani?

Karena jujur, aku tak suka berinteraksi dengan orang lain, alasannya ya karena itu tidak penting.
Apa sih istimewanya aku?
Nenekku saja bilang kalau aku alien.

"Ayo" ulang Jemi, membuat aku menoleh ke arahnya.
"Gak usah. Gue bisa pulang sendiri"

Ihsan membuka pintu mobil dan buru-buru mendekatiku.
"Pokoknya harus ikut"

Ihsan menarik tanganku keras, membuat aku sedikit kesakitan dibuatnya.

Akhirnya, mau tak mau aku menuruti permintaan mereka. Aku duduk di kursi mobil belakang. Di sepanjang jalan, aku terus bungkam dan tidak ada sepatah katapun keluar dari mulutku. Sedang Ihsan dan Jemi terus berkoak-koak tidak jelas sambil sesekali diselingi tawa yang menurutku aneh. Kurasa ada sedikit gangguan di bagian otak mereka. Bagaimana tidak, mereka seperti orang gila.

Dear ThemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang