11. fans

15 2 0
                                    

Aku masuk dalam mobil Jemi dengan tas yang sudah menempel di punggungku. Aku duduk di belakang, di samping Juli. Seketika alat penciumanku dibanjiri oleh aroma jeruk yang menyengat. Apalagi kalau bukan karena ada pengharum ruangan. Aku memegang hidungku sebentar, mencoba untuk beradaptasi dengan tempat yang diisi oleh 4 orang itu.

Sebenarnya aku tidak berminat ikut dengan mereka, apalagi satu mobil begini. Aku takut saja kalau aku akan ikut gila seperti mereka. Tapi karena kakek terus membujuk sekaligus aku ingin membuat nenek menyesal karena telah menyudutkanku akan kebiasaanku mengurung diri dikamar, mau tak mau aku mengindahkan tawaran mereka untuk naik ke mobilnya. Itung-itung menghemat pengeluaran naik angkot.

"Yuhu...." Ihsan berteriak dengan aba-aba memberi isyarat pada Jemi agar segera beranjak meninggalkan halamam rumah.

Mobil melaju diikuti dengan obrolan di sela-sela deru nya suara kendaraan. Keheningan sempat tercipta sejenak sebelum akhirnya Juli angkat bicara:
"Kamu murid baru?"

"Ya iya lah murid baru. Namanya juga baru masuk sekolah," celetuk Ihsan.

Juli menolehkan pandangannya ke Ihsan, aku juga. kurasa ia geram dengan sifat manusia paling gila itu.

"Gue gak ngomong sama elu, monyet" Juli memaki, membuat Ihsan hanya bisa tersenyum puas.

"Gini nih, kalau udah baru aja naik turun gunung, hawanya marah mulu. Kesambet jin hutan kali ya" balas Ihsan diikuti tawa yang menggelegar. Tawa yang cukup lama, tapi tidak berhasil membuat Jemi ikut tertawa.

Juli dan Jemi memandang Ihsan dengan tatapan aneh. Masing-masing pipi mereka membentuk ukiran-ukiran kecil yang mungkin menganggap lelucon Ihsan kali ini benar-benar garing. Bahkan nyaris lebih garing ketimbang ayam krispi.

Jemi menambahkan responnya. "Sumpah, gak lucu, anjing"

"Biasanya kalau gue ngakak lu otomatis ikut ngakak juga, kali ini kayaknya elu deh yang kesambet" bantah Ihsan tak mau kalah.

Juli menambahi :"Nih anak memang gini. Kadang gue heran, terbuat dari apa sih dia"
"Dari batu. Puas?"

"Ya. Kami puas."

Ihsan terus menyerocos,
"Apa sih enak nya naik gunung? Bikin cape tau. Mending tenaganya buat ngurusin beban hidup yang makin hari makin berat"

"Elu sih belum pernah ngerasain gimana segarnya menghirup alam dengan oksigen alaminya."

"Lebay. Ya emang oksigen yang selama ini manusia hirup ga alami? Buatan? Lagian ini kan baru pertama kali lo naik gunung, itupun karena diajak. Jangan sok langsung jadi anak senja"

"Emang kenapa kalau pertama kali. Yang penting pernah. Daripada elu, kurus". Cerca Juli

"Eh. Kenapa jadi bawa-bawa fisik? Lagian gue gak kurus kurus amat ya"

Juli terkekeh.

"Berantem...Berantem.. ayok. Biar gue sama Neo jadi juri" ucap Jemi
"Gue turunin juga nih kalian" lanjutnya.
"Neo. Jangan kayak Ihsan sama Juli ya."

Aku diam.

"Mending kayak Neo tuh. Diem. Ga berisik"

Mobil terus melaju dengan kecepatan sedang, haluan angin yang tenang dihempas begitu saja.
Dari balik kaca mobil yg terbuka, kudengar hiruk pikuk ibu-ibu komplek yang tengah senam di lapangan. Dua orang berada di depan sebagai instruktur, sedang yang lain hanya mengikuti, beberapa ada yang salah gerakan, tapi lagu tetap berjalan.

Putar ke kiri e...
Nona manis putarlah ke kiri...
Ke kiri...
Ke kiri...
Ke kiri
Dan ke kiri...
Ke kiri...
Ke kiri...
Ke kiri manise..

Dear ThemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang