Happy reading semua...😊😊
"Kenapa jadi kayak gini sih, Ren?" keluh Michael yang saat ini tengah menyetir pulang.
Di sebelahnya Mauren hanya terdiam. Mereka baru saja keluar dari kantor EO yang akan mengurus pesta pertunangan mereka berdua.
"Aku kira Om Icang tadi bakal bawa kamu pergi atau mohon-mohon kamu biar nggak ninggalin dia, kok malah pergi sendiri ninggalin kamu. Duh, tuh orang tua kalau nggak mikir sopan santun udah aku geplak itu kepalanya. Memangnya kamu nggak bilang ngapain kita di sana tadi?"
Mauren hanya menggeleng muram.
"Duuuhh,, ini beneran ini kita bakal tunangan? Trus Risya mau aku kemanain coba?"
"Gebetan kamu itu? Kamu cinta sama dia?"
"Iyaa,, aku cinta sama dia, Ren, dan mau bilang apa aku kalau nanti dia liat kamu dan tanya siapa kamu. Kalau belum kayak gini aku pasti bisa jawab, anaknya temen nyokap,, kalo udah kayak gini nanti masa aku jawab tunangan aku... "
Mauren mendesah, kepalanya pun pusing.
"Seburuk itu ya aku?" gumamnya.
Michael menoleh, tak paham dengan maksud ucapan Mauren tersebut.
"Ngomong apa sih kamu?"
"Iyaaa, apa seburuk itu aku di mata kalian? Om Icang nggak mau nrima cinta aku,, dan kamu seenggak maunya tunangan sama aku"
"Jangan konyol deh, memangnya kamu mau tunangan sama aku?" bantah Michael.
Mauren hanya menggeleng lemah sambil menyandarkan kepalanya ke jendela mobil. Memandangi alur yang dibentuk rintik hujan di luar.
"Aku hanya ingin dia memandangku dan memikirkanku. Jika dengan cara ini dia bisa menyadari perasaan kami itu kuat seperti yang selama ini aku katakan padanya, aku rela lakuin apapun, Mike.."
"Tapi kenapa harus nyeret aku juga, sih?"
"Kita bertunangan hanya status, Mike,,, nggak perlu sampai nikah. Nanti kalau dia sudah sadar dan mau merjuangin aku, kita bisa putus kok." tawar Mauren, seakan menghibur dirinya sendiri.
Michael berdecak, "Iya kalo itu om-om ngelakuin itu. Kalau malah menjauh karena makin insecure gimana? Dan kalau Mommy-mommy kita maksa langsung nikah gimana? Mereka obsesi banget bisa nyatuin keluarga kita, Ren."
"Ya tinggal kita tolak lah..."
"Inget, ya... Ini ide kamu buat setuju pertunangan ini. Aku sudah dari awal nolak kemauan Mom. Aku hanya setuju membawamu ke Inggris, nggak pake ginian juga. Kamunya malah ho-oh aja ditawarin tunangan. Duuhhh..." keluh Michael sembari mengacak rambutnya dengan sebelah tangannya.
Mauren masih tak menyahut. Benaknya masih berkelana mempertanyakan perasaannya. Dia bisa melihat sorot mata kekalahan dari sosok yang biasanya mampu menyembunyikan perasaan dari mata Icang tadi saat ia menguatkan diri untuk menatap lelaki itu. Bahkan saat lelaki itu meninggalkannya tanpa kata Mauren bisa melihat pundak Icang terkulai. Icang pasti merasa dia telah kehilangan Mauren.
*****
"Papa sudah bilang ke Icang kalau kamu dan Michael mau tunangan. " ucapan Papanya menghentikan langkah Mauren yang hendak mengambil susu dari kulkas.
Mauren hanya mampu terdiam, menunggu kelanjutan cerita papanya. Namun papanya memilih meneruskan sarapannya, membuat Mauren gemas sendiri. Bila Icang bisa sedingin beruang kutub, papanya inilah yang mengajarkan hal itu. Jadi Mauren tak heran kalau papanya lebih mengesalkan dalam hal tersebut. Entah bagaimana dulu mamanya yang cenderung cerewet itu bisa meluluhkan hati pria dingin ini. Namun begitu Papanya adalah pria terbaik dalam hidup Mauren. Topeng dinginnya akan dilepas bila berhadapan dengan mama dan Mauren bila Mauren ingin bermanja.
KAMU SEDANG MEMBACA
About Our Heart
Short StorySetelah kenekatan konyolnya tak berbalas, membuat Mauren menjauhi Om Icang tersayangnya. Dirinya bukan lagi anak kecil yang bisa bermanja-manja pada lelaki itu, meskipun lelaki itu masih saja menganggapnya anak kecil kesayangannya. Kapan sih, Om Ica...