Happy reading, semua 😊😊
****Kepala Icang menunduk membiarkan air dingin itu mengguyur sekujur tubuhnya. Ia baru saja tiba di hotel, dan langsung memutuskan untuk mandi.
Pertahanan diri Icang seakan jebol begitu air mulai mengucur dari shower membawa serta air mata yang sedari tadi ia tahan di hadapan Mauren juga Michael. Ia menangis saat ini.
"Ya Tuhan, aku memang pantas dihajar sampai mati"
Bagaimana bisa ia membiarkan Mauren menanggung semua penderitaan sebesar itu sendirian.
Icang teringat bagaimana kesakitannya Mela saat melahirkan Mauren 20tahun yang lalu. Apakah rasanya sama seperti itu? Dan Mauren menjalaninya sendirian?
Meskipun Mauren bilang itu tidak sakit sama sekali, tapi Icang yakin perasaan Maurenlah yang jauh tersakiti. Kehilangan bayinya dan jauh dari keluarganya. Itu semua akibat perbuatan Icang juga. Seandainya Icang bisa mencintai Mauren dengan cara yang benar. Sekali lagi ini semua adalah kesalahannya. Jadi ia akan memperbaiki kesalahannya dan memastikan Mauren tak akan merasakan sakit lagi.
Icang mematikan shower, mengakhiri sesi mandi nya dan segera meraih ponsel setelah memeriksa jam, agar tak mengganggu orang yang akan ia hubungi.
"Halo, Bang Raul..."
****"Ini kafe favoritku setiap kali pulang dari kampus, Michael sering mengajakku ke sini." celoteh Mauren sembari menikmati cookies yang tersaji bersama coffe latte favoritnya.
"Oh, ya... Biasanya kamu tidak pernah terlihat senang bila ku ajak kemari. Apa karena tidak ada Om Icang, huh?" goda Michael yang dibalas cubitan di lengannya oleh Mauren.
Icang tersenyum lebar melihat wajah bahagia Mauren yang kini memerah karena sedikit malu dengan ejekan Michael tadi. Sangat terlihat perbedaan dengan foto atau video Mauren yang sering dikirimkan Michael untuknya.
Bila dia sedikit lebih cepat memutuskan datang kesini pasti Mauren akan selalu terlihat sebahagia ini, dan juga Bang Raul tak perlu merasa bersedih seperti kemarin-kemarin. Dan mungkin bayi mereka masih bisa terselamatkan.
Icang menghela nafas panjang untuk melepaskan semua penyesalan itu. Semua sudah terjadi, tak ada yang bisa disesali lagi, ini waktunya melangkah maju dan memperbaiki semuanya.
Diraihnya tangan Mauren, si pemilik tangan menoleh memandanginya. Sisa tawa masih menyunggingkan senyum di wajah cantik itu membuat Icang tersenyum.
"Oh, God, please....save me from them...!" erang Michael yang melihat dua orang di hadapannya itu mulai saling pandang dengan penuh perasaan cinta.
"Harusnya kamu ajak Kak Risya buat gabung di sini, Mike, biar nggak mupeng sendirian..wee..." goda Mauren sambil memeletkan lidah ke Michael.
"Aaarrhh itu lagi... Mana mau dia. Aku ajak ngomong aja nggak pernah mau mandang wajahku. Apalagi ku ajak hangout macam double date gini." keluh Michael disambut tawa puas Mauren.
"Kalau nggak, harusnya kamu ajak paksa Peri Kecilmu tadi" sahut Mauren.
"Jangan sebut Fairy kayak gitu, Ren... Dia bukan peri kecilku.." elak Michael sembari berdecak kesal.
"Risya siapa? Fairy siapa" tanya Icang penasaran.
"Itu lho, Om, Risya cewek berhijab yang tadi aku sapa pas di depan kampus waktu kita mau cabut. Kalau Fairy itu gadis rambut merah yang berpakaian serba hitam yang sempat ngobrol sama Michael tadi." jawab Mauren.
"Jadi Michael ditaksir dua cewek ini ceritanya?"
Mauren mengangguk. Michael kembali berdecak kesal. Icang tertawa sambil menggeleng-gelengkan kepala. Ternyata ada yang punya kisah cinta yang tak kurang rumitnya dengan kisah cintanya kepada Mauren. Icang menepuk-nepuk pundak Michael seakan hendak memberi kekuatan.

KAMU SEDANG MEMBACA
About Our Heart
KurzgeschichtenSetelah kenekatan konyolnya tak berbalas, membuat Mauren menjauhi Om Icang tersayangnya. Dirinya bukan lagi anak kecil yang bisa bermanja-manja pada lelaki itu, meskipun lelaki itu masih saja menganggapnya anak kecil kesayangannya. Kapan sih, Om Ica...