xv

1.9K 240 44
                                    

Happy Reading😊😊
***

"Bye, Ma, Pa..." Mauren melambaikan tangannya ke layar monitornya setelah mengakhiri sesi video call dengan kedua orang tuanya. Hal rutin yang ia lakukan minimal sekali sehari, pagi atau malam setiap harinya sejak ia hidup dan tinggal di negara ini.

"Sudah hampir setahun kamu di sini. Bulan depan ada libur musim panas, kamu tak ingin pulang,, lumayan satu setengah bulan?" tanya Michael dari ambang pintu kamar Mauren, sembari menenteng Notebook nya sendiri. Rupanya dia juga baru selesai menyapa keluarganya.

Mauren termangu, apa ia ingin pulang?

Sangat...

Tapi...

Ia takut nanti kalau dia pulang, ia tak ingin kembali ke sini. Dan juga ia takut bila di sana ia menemui kenyataan yang tak ingin ia temukan.

10 bulan, hampir setahun ia meninggalkan semuanya di sana tanpa mencoba berkabar selama ini. Apa Mauren berani berharap pria itu mau menemuinya, atau bahkan menunggunya?

Mauren takut bila nanti pria itu datang ke rumahnya bersama seseorang yang menggantikan sosok Mauren mengisi kesepian pria itu.

Selama sesi berkabar dengan orang tuanya, Mauren tak pernah menanyakan kabarnya. Orang tuanya juga seakan menganggap tabu topik tentang pria itu. Padahal di benaknya begitu banyak pertanyaan yang ingin Mauren tanyakan. Apa dia baik-baik saja? Apa dia marah atau bersedih karena ditinggalkan begitu saja? Apa dia masih mencintaiku?

Tapi semua pertanyaan itu hanya bertahan di ujung lidahnya. Mauren menelan kembali kata-katanya. Takut bila itu semua membuatnya menangis. Hal terakhir yang akan ia lakukan di depan layar yang menampilkan kedua orang tuanya di saat mereka terpisah jarak jutaan mil. Itu hanya akan membuat mereka khawatir.

Semua nya itu membuatnya menggelengkan kepala untuk menjawab pertanyaan Michael tadi.

"Kamu yakin?" tanya Michael seakan tak percaya melihat Mauren menggelengkan kepalanya.

"Yakin.." ucap Mauren.

Michael nampak menghela nafas lalu mengendikkan bahu sebelum akhirnya berlalu menuju kamarnya sendiri dan bersiap tidur.

Mauren beranjak menuju ranjangnya setelah menutup pintu kamarnya. Bersiap pula untuk tidur. Tangannya merogoh ke bawah bantal. Menarik keluar dua lembar foto yang selalu ia pandangi sebelum tidur. Yang setiap pagi akan dia sembunyikan kembali ke bawah bantal, seakan tak ingin dunia tahu apa yang ia sembunyikan di sana.

Jemari Mauren pertama kali menelusuri figur wajah muram pria yang mencoba tersenyum untuknya di foto pertama. Itu foto terakhir yang Mauren ambil dengan ponselnya saat mereka berkencan di dermaga beberapa hari sebelum keberangkatannya.

Seandainya pria itu tahu, betapa Mauren sangat mencintainya. Mauren sengaja tak menghubunginya sama sekali sejak di sini. Bahkan saat ia sangat membutuhkan pria itu menggenggam tangannya untuk memberinya kekuatan melepaskan hal yang ia kira akan mereka miliki bersama. Tapi bahkan sampai saat ini, Mauren tak berani mengungkapkan hal itu pada siapapun. Bahkan Michael yang hampir 24jam ada di sekitarnya pun tak mengetahuinya.

Lembar kedua berupa cetakan foto berwarna hitam bergradasi putih membentuk gambaran kehidupan yang dulunya pernah ada dalam tubuh Mauren. Kehidupan yang tidak sempat mendetakkan jantungnya untuk dunia. Hanya 8 minggu ia bertahan sebelum akhirnya menyerah dan dikeluarkan dari tubuh Mauren tanpa sempat Mauren kabarkan pada dunia akan keberadaannya.

Kala itu bulan-bulan pertama Mauren ada di negara ini. Kegiatan perkuliahan yang padat yang memang Mauren pilih agar tak sempat memikirkan kerinduannya akan apapun yang ada di tanah air membuat fisiknya sempat tak terjaga. Hingga ia menyadari siklus haidnya terlambat beberapa hari dari semestinya dan ia hampir tumbang karena tubuhnya terasa sangat lemah. Diam-diam ia mendatangi klinik yang dekat dengan flatnya untuk memeriksakan diri. Ia tak berani memberi tahu Michael agar lelaki itu tak membuat bingung orang tuanya.

About Our HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang