Ini masih Senin, kan?😅😅
Happy Reading,, 😊😊
****"Om tidak mencintaimu..."
Mauren bisa melihat mata itu berbohong saat lelaki ini mengatakan kalimat tersebut. Mata hitam itu kelam oleh hasrat yang sama besarnya dengan miliknya. Namun juga ada sekelebat rasa sakit yang tampak nyata di tatapan tersebut.
Mauren tak lagi mendengar lanjutan kalimat Icang. Telinganya berdengung oleh gemuruh yang bergejolak di tubuhnya. Ia marah, kecewa juga tak ingin kalah saat ini. Tak ingin menyerah dengan penolakan dan penyangkalan yang terus disuarakan pria ini.
Ia melangkah maju, mendekat, merapat pada tubuh Icang. Mauren merasakan sentakan rasa terkejut Icang karena pelukannya. Kedua tangan Icang juga terulur, seakan hendak balas memeluknya, namun seakan ada tali tak kasat mata menahan kedua tangan itu tetap mengambang di udara.
Mauren membenamkan wajahnya ke dada bidang Icang, menghirup semua aroma yang sangat ia kenali sepanjang hidupnya. Detak jantung lelaki itu menggila di bawah telinga Mauren. Membuat Mauren semakin nekat. Ia mengecup tepat di atas detakan tersebut.
Seakan belum cukup mengurangi rasa dahaga Mauren akan Icang, bibir Mauren bergerak ke atas, mengecupi dada, tulang selangka, dan berakhir di denyut nadi leher Icang.
Suara erangan tertahan, membuat Mauren bergetar penuh antisipasi. Tubuhnya tersentak saat kedua tangan kokoh Icang akhirnya meraupnya, membuatnya semakin terbenam dalam dekapan tubuh hangat itu.
Icang menyambar bibir Mauren dengan segenap jiwa, melumat, mendesak, seakan menyalurkan semua rasa frustasi yang terkumpul dalam jiwanya. Mauren menyambut, walau dengan balasan tanpa pengalaman, membuat bibir pria itu sempat menyunggingkan senyum.
Tubuh Mauren sudah bersandar di dinding terdekat. Tubuhnya terdesak. Terasa panas oleh dekapan Icang. Jemari Icang kini berada di kedua pipi Mauren. Ciuman itu masih belum berhenti saat Mauren merasakan jari panjang itu menelusuri garis wajahnya, turun ke lekuk lehernya.
Berhenti, seketika itu ciumannya juga terhenti.
"Tolong lepaskan aku, Mauren... Bilang ini hanya sebuah kesalahan..." bisik pria itu tepat di depan wajah Mauren.
Dahi pria itu juga menempel di dahi Mauren. Nafas mereka saling memburu. Bisikan Icang sarat akan rasa sakit.
"Tidak, Om... Ini yang sebenarnya,, Aku mencintai Om, dan Om juga sebenarnya cinta kan sama aku..." balas Mauren, wajahnya kembali bergerak hendak mencuri lagi kesempatan.
Namun cengkraman pada pundaknya seakan menahan semua yang ingin Mauren lakukan.
"Jika kamu tak berhenti, Om tidak yakin dengan semua yang akan Om lakukan padamu... Dan aku yakin kamu akan membenciku setelah ini, dan Om akan membenci diri Om sendiri seumur hidup"
"Maka lakukan, Om... Lakukan. Aku akan sangat membenci Om bila Om masih menyangkal ini semua" sahut Mauren. Tangannya balas mencengkeram kedua lengan Icang. Hendak melepaskan cengkraman itu. Agar ia bisa bergerak, merayu lagi.
Tapi tenaganya kalah kuat. Nafas Icang makin memburu. Mauren berusaha menatap wajah Icang. Mata lelaki itu terpejam, mengernyit seakan menahan sakit. Wajah tampan itu seakan penuh tekat tak ingin melanjutkan ini semua.
"Tidak...tidak...tidaaak... Aku tidak bisa,, Aku tidak boleh" Mauren bisa mendengar bibir lelaki itu bergumam seakan merapalkan mantra.
Mauren tak bergeming, tak tahu apa yang harus ia lakukan. Lelaki ini nampaknya sangat bertekad menyangkalnya. Padahal ciuman yang diberikan tadi cukup membuktikan bahkan melebihi semua hal yang terus disangkalkan lelaki ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
About Our Heart
Short StorySetelah kenekatan konyolnya tak berbalas, membuat Mauren menjauhi Om Icang tersayangnya. Dirinya bukan lagi anak kecil yang bisa bermanja-manja pada lelaki itu, meskipun lelaki itu masih saja menganggapnya anak kecil kesayangannya. Kapan sih, Om Ica...