iv

2.2K 254 14
                                    

Icang memperhatikan interaksi Mauren dan putra Tuan Rafael, Michael. Keduanya memang cukup akrab karena sedari kecil mereka adalah teman sepermainan. Michael nampak menyayangi Mauren.

Kedua orang tua mereka masing-masing juga teman akrab satu sama lain. Cukup jadi alasan bila Mauren akhirnya bisa akrab dengan Tuan muda Michael.

Michael sendiri dengan Icang juga cukup dekat. Bagaimanapun masa kecil pemuda itu banyak dihabiskan di Excluse. Selain masa bayinya juga sempat tinggal di sana, saat Nyonya Roselyn datang ke klab menemui Nyonya Mela, Icang jugalah  yang bertugas mengawasi bocah-bocah yang tengah bermain itu.

Karena Mauren juga selalu memanggilnya di setiap kesempatan, jadi seakan Icang juga ikut bermain dengan bocah-bocah tersebut.

Aahh.. Mauren

Benak Icang saling serang saat ini. Melihat keakraban dua orang muda mudi di hadapannya ini. Entah hanya perasaan Icang saja atau memang seperti itulah adanya, Mauren nampak memaksakan diri ingin terlihat sangat antusias dengan Michael.

Suara gadis itu terlewat riang dan terlalu manja. Namun senyum nya tak pernah mencapai mata. Icang yakin itu semua karena dirinya. Dialah yang mengambil semua senyum ceria dan suara riang tulus gadis itu.

Sampai Mauren melambaikan tangan pada mobil mewah Michael yang menghilang dari gerbang rumah gadis itu, Icang berdiri dalam diam di belakangnya.

Puncak kepala gadis itu hanya mencapai dadanya. Rambut hitam berombak, menguarkan aroma shampo bunga saat tertiup sepoi angin malam.

Sungguh, seandainya Mauren menyadari isi otak Icang saat ini, Icang tak yakin entah gadis itu akan menyambut, atau malah lari ketakutan.

Gadis itu hampir menciumnya tadi. Setelah keluar dari bioskop, Icang menunggu Mauren dari toilet. Gadis itu seperti habis menangis. Mauren melewatinya seakan ia tak di sana. Reflek ia menangkap lengan Mauren.

Tubuh gadis itu gemetar dalam genggamannya. Tatapan sendu mata hitamnya membuat Icang berperang dengan hasrat dan logikanya. Ia harus melepaskan semua ini. Bahkan saat Mauren menariknya untuk menciumnya, Icang bersyukur sempat mengelak, dan membiarkan gadis itu lari.

Icang menumpukan kepalanya pada dinding lorong toilet. Menahan keinginan untuk lari mengejar Mauren. Ia takut akan kalah. Karena ternyata ia sudah kalah.

Saat ini pun gadis itu berbalik dan menyadari kehadiran Icang sepenuhnya, Icang sudah hampir tak mampu lagi membendung hasratnya. Sekuatnya ia menahan kedua tangannya untuk tetap berada di tempat. Mata itu penuh tanya, namun Icang bisa melihat tatapan memuja ada di sana. Sepenuhnya untuk dirinya.

Ya, Tuhan, seandainya gadis ini tidak terlarang untuknya.

Bergegas ia menjauh dari api yang tengah menjilati seluruh jiwanya. Mencoba mengabaikan rasa bersalah karena sekali lagi menorehkan rasa kecewa pada gadis itu.

****

Seseorang mengetuk pintu kamarnya.

Icang berusaha menguraikan pengar yang menyerangnya pagi ini.

Semalam setelah dari rumah Tuan Raul, dirinya membiarkan tubuhnya menerima lebih banyak alkhohol dari yang selama ini bisa ia toleransi.

Seumur hidupnya baru kali ini ia terasa tak berdaya karena minuman. Pekerjaannya sebagai tangan kanan Tuan Raul menuntutnya selalu siaga. Jadi melenakan diri seperti ini membuatnya terasa lemah.

Perutnya seakan diaduk. Tak menghiraukan ketukan pintu yang semakin menuntut, ia tertatih menuju kamar mandi dan memuntahkan semua isi perutnya ke kloset.

About Our HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang