Setelah menempuh perjalanan yang lumayan jauh. Zara dan Zain akhirnya sampai di rumah mereka.
Zara melangkah duluan meninggalkan Zain yang keberatan karena mengangkat seluruh barang belanjaan Zara.
"Assalamu'alaikum." salam Zara. Kemudian hendak membuka pintu. Namun, betapa terkejutnya ia melihat mertuanya lah yang membukakan pintu dan menjawab salamnya.
"Lho, Bunda? sejak kapan disini? kok gak ngabarin Zain?" Zain menatap mata Aisyah yang sedikit bengkak. Apa Aisyah menangis?
"Bunda habis nangis?" tanya Zain. Aisyah menggeleng, kemudian mempersilahkan Zain dan Zara untuk duduk. Namun, sebelum duduk Zain terlebih dahulu menyimpan seluruh belanjaan Zara.
"Bunda kenapa?" tanya Zara sendu. Zara menatap lekat mata Aisyah. Aisyah menggeleng, kemudian menepuk sofa disebelahnya. Zara mengangguk, kemudian duduk di sebelah Aisyah.
"Hubungan kalian baik-baik aja 'kan?" tanya Aisyah. Zara mengangguk, kemudian memeluk Aisyah dari samping. Sungguh rasa kasih sayang yang Zara berikan kepada Aisyah, sama dengan kepada Ibu kandungnya sendiri.
"Zain gak nakal 'kan?" Zain mendengus mendengar ucapan Aisyah. Aisyah terkekeh, kemudian menatap Zara yang sepertinya tengah berpikir sesuatu.
"Zara kenapa?" dahi Aisyah berkerut, apa yang sedang di pikirkan Zara.
"Cuma lagi mikir Bun, mau jawab apa. Soalnya kalau jawab 'Iya' gak sepenuhnya benar. Kalau jawab 'Engga' juga gak sepenuhnya benar." Zara jadi bingung akan menjawab apa.
Aisyah tersenyum kecut mendengar jawaban Zara.
"Tadi kalian kemana?" Aisyah sengaja mengalihkan topik pembicaraan karet tadi melihat keadaan yang canggung karena ukahn.
"Ke supermarket. Beli sayuran, buat besok sekalian beli bahan buat kripik." jawab Zain. Aisyah mengangguk.
“Sesungguhnya Allah memberikan buah dari kesabaran bagi umatNya yang menjalankannya dengan ikhlas dan tabah. Dan sesungguhnya Allah adalah penguasaan zat terkuat, dan pemilik mukjizat yang nyata.”
***
"Kak, bangun. Ayo sholat! jangan tidur mulu ih!" Zara mengguncangkan tubuh Zain kekanan dan kekiri. Demi membangunkan Zain dan mengingatkannya kewajiban seorang umat islam untuk sholat.
"Aish, Zara! saya mau tidur! ini juga masih subuh!" Zain kembali menaikan selimutnya yang tadi di tarik oleh Zara.
"Emang! Kakak bangun ih! sholat subuh dulu!" Zara kembali mengguncangkan tubuh Zain dengan kuat. Sampai Zain terganggu dan akhirnya duduk.
Zain menatap Zara dengan mata yang masih terpejam. Berat sekali rasanya untuk membuka matanya.
"Emang udah adzan?" Zain menutup mulutnya yang terus saja menguap karena masih mengantuk. Pandangannya pun buram karena matanya yang setengah terpejam.
"Belum." Zain membulatkan matanya mendengar jawaban Zara.
"Jika belum adzan kenapa kamu bangunkan saya Zara?" tanya Zain geram, bagaimana tidak tidur sedang enak-enaknya malah diganggu. Siapapun pasti kesal.
"Menghadap rumah Allah tidak mesti harus di panggil dulu Kak. Tidak di panggil 'pun bisa. Karena sesungguhnya Allah menyukai (mereka) yang datang ke rumahnya tampan harus ia panggil." Zain menatap Zara dengan mata yang sudi terbuka sempurna. Zain berpikir sejenak, rasanya aneh. Baru dua hari saja menikah dengan Zara ia sudah di kejutkan dengan pengetahuan Zara. Sedangkan dirinya? seharusnya ialah yang menjadi Imam untuk Zara. Namun, kenapa sekarang rasanya berbeda?
"Yasudah, mari berwudhu." Zara mengangguk, kemudian melepas cadarnya yang selalu ia pakai setiap waktu. Zain tersenyum menatap Zara yang sangat teliti dalam menjaga imannya.
***
Sholat subuh sudah selesai dilaksanakan. Saat ini Zara dan Zain sedang membaca quran bersama.
Zain tersenyum, bersyukur sekali ia memiliki istri sebaik Zara.
"Amin." Zara meletakkan alquran di tempatnya semula. Kemudian tersenyum manis kearah Zain.
"Sudah?" tanya Zain. Zara menggeleng.
"Apa lagi yang kurang?" Zain menatap Zara bingung. Sholat sudah, baca alquran sudah apa lagi yang kurang?
"Sholawatnya Kak." Zain menatap Zara bingung. Kemudian menggeleng. Haruskah? bukannya ini berlebihan?
"Pahalanya akan menambah berkali-kali lipat jika Kakak melakukannya bersamaan. Dan asal Kakak tahu, para rasul turun di jam-jam seperti ini. Untuk melihat umatNya yang taat pada kewajibannya, dan memberikan hasil pada doanya."ujar Zara. Zain diam berusaha mencerna ucapan Zara.
"Hasilnya apa?" Zain menaikan alisnya, ia pikir Zara tak akan bisa menjawabnya namun, kenyataannya berbeda Zara malah bisa menjawabnya.
"Hasilnya adalah apa yang mereka doakan, akan menjadi kenyataan." Zain termangu, selama ini ia bahkan tak ingat ada kuasa yang lebih tinggi dibanding kuasa harta yaitu sang Pencipta.
Namun, sekarang berbeda. Ia akan berubah, ia akan mengamalkan dan menjalankan tugas umat muslim untuk patuh padanya, tanpa menginginkan imbalan apapun.
"Kakak?" Zara menepuk pelan pipi Zain yang sedari tadi diam. Padahal ia dari tadi berbicara.
"KAKAK!" pekik Zara. Zain tersadar dari lamunannya, kemudian menggosok telinganya yang berdegung karena ulah Zara.
"Kakak kenapa bengong? gak baik tahu, pagi-pagi kaya gini melamun. Nanti, dirasuki iblis loh!" niat menggoda malah menjadi gagal. Karena Zain langsung menatap tajam Zara.
"Sudahlah." Zain pergi meninggalkan Zara yang mematung karena baru saja bibirnya bersentuhan dengan jari telunjuk Zain.
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
Menikah? Tapi Pacaran? [ Revisi ]
RomanceMenikah adalah keinginan seluruh umat manusia. Apa lagi jika mendapat seorang suami layaknya sang Nabi Muhammad SAW. Pasti itu akan menjadi kebahagiaan tersendiri bagi sang istri. Lalu bagaimana jika sebaliknya? Dia Zain Alfariz seorang pria yang d...