[ Demam ]

107 29 0
                                    

"Sesungguhnya aku (Allah) ada di hati orang-orang yang beriman. Dan sesungguhnya aku (Allah) tidak ada di hati orang orang yang tak beriman."

***

Satu bulan telah berlalu. Tak terasa, waktu begitu cepat berlalu. Zara wanita yang sederhana, mampu mengubah Zain seorang pria yang lupa akan tugasnya. Menjadi pria sekaligus iman yang sangat sempurna.

Seperti saat ini. Saat ini Zain tengah menyiapkan sajadah untuknya dan Zara. Kemudian berniat membangunkan Zara.

Zain berjalan dengan senyuman yang terukir di wajahnya. Bahagia rasanya memiliki istri sebaik Zara.

"Zara bangun, mari kita sholat." ah Zain tidak sabar lagi. Ia ingin membuat Zara terkejut, karena biasanya Zara lah yang membangunkannya untuk sholat subuh. Namun, sekarang keadaannya berbeda.

Zara membuka matanya perlahan, kemudian menatap nanar Zain.

"Zara, kamu kenapa?" Zain terlihat khawatir melihat wajah pucat Zara. Zara menggeleng.

Zain tentunya 'tak langsung percaya dengan apa yang Zara ucapkan. Zain naik keatas ranjang, kemudian meletakkan tangannya ke kening Zara.

Panas. Itulah yang pertama Zain rasakan, Zain langsung panik. Karena selama ini ia tak pernah mengurus orang demam, namun, sejarah ia harus mengurusnya.

"Zara, apa yang saya harus lakukan?" tanya Zain lirih. Zara menggeleng, kemudian tersenyum melihat Zain yang sudah mempersiapkan semua kebutuhan untuknya dan Zain di dekat sofa.

"Kakak yang siapin semua itu?" Zara berbalik menatap mata sendu milik Zain. Aneh rasanya dulu Zain tidak menyukai Zara, namun sekarang ia malah sangat khawatir saat Zara sakit.

"Iya." cicit Zain. Zain memainkan jarinya persis orang kebingungan.

Zara yang melihat reaksi Zain hanya tersenyum, kemudian mendekat kearah Zain. Setelah berada di dekat Zain, Zara langsung berbaring di pahanya.

Zain tentunya terkejut dengan perlakuan Zara. Namun, detik berikutnya ia diamkan. Karena mungkin saja 'kan Zara demam karena merindukan orang tuanya.

"Kak." Zain mendongak, menatap Zara yang asik mengendus-endus perutnya.

"Kapan dedek bayinya ada?" Zain bungkam, wajahnya memerah seperti menahan sesuatu.

'Tarik nafas, keluarkan. Sabar Zain.' batin Zain.

"Pria gak bisa hamil Zara." Zain mengusap rambut Zara yang tertutup oleh kerudung. Zain sedikit merasa risih karena kerudung itu menutup hal yang paling ia suka di tubuh Zara. Yaitu rambutnya.

"Terus?" Zara bangkit dari posisinya. Kemudian menatap Zain lekat.

"Cuma wanita yang bisa hamil." Zain mendekatkan wajahnya ke wajah Zara. kemudian mengecup kening Zara.

"Ih Kakak!" Zain tertawa, sedangkan Zara sudah cemberut karena dikagetkan dengan ciuman dari Zain.

"Apa saya kompres aja yah?" Zara menganguk.

Zain langsung turun dari ranjang tanpa sepatah katapun. Kemudian berjalan ke luar dari kamar.

5 menit telah berlalu. Zain kembali dengan membawa air hangat dan handuk untuk mengompres Zara. Namun, Zara sudah tidur duluan.

"Mungkin dia kelelahan." Zain melanjutkan langkahnya yang terhenti, kemudian mengompres Zara dengan telaten. Walaupun belum pernah mengurus orang sakit. Namun, sekarang ia sepertinya harus belajar. Agar 'tak kebingungan ketika dia ataupun Zara yang sakit.

"Kamu manis jika tidur." tangan Zain beralih membuka kerudung Zara. Setelah terbuka, Zain tersenyum sembari merebahkan dirinya di samping Zara.

Zain memperkikis jarak diantaranya dan Zara. Kemudian menjadikan lengannya sebagai bantal untuk Zara.

"Engh ..." Zara merasa sedikit terusik karena ulah Zain.

"Kakak, kenapa gak sholat. Sholat sana gih." Zara kembali pada posisinya. Zain terlihat kecewa dengan apa yang dikatakan Zara.

"Kenapa?" Zara tersenyum, kemudian menunjuk sajadah yang sudah di siapkan oleh Zain.

"Karena Allah nunggu Kakak." Zain terpaku. Apa maksudnya Zara dengan mengatakan seperti itu.

"Maksudnya?" Zain sedikit bingung dengan Zara. Zara memang aneh, sukanya selalu bikin bingung.

"Allah nunggu mereka yang beriman untuk sujud kepadanya. Termasuk Kakak." Zara tersenyum, Zain sedikit tersinggung mendengar  jawaban Zara. Pantaskah ia disebut sebagai salah satu orang beriman. Jika selama ini saja bahkan ia 'tak pernah ingat pada sang penguasa bumi dan pemilik surga.

"Haha, itu tidak mungkin. Saya yang  kotor ini kamu sebut orang beriman? bahkan dulu saya sholat saja tidak pernah." ujar Zain. Kini Zara lah yang kaget dengan perkataan Zain.

"Setiap orang punya masa lalu Kak. Dan semua masa lalu itu punya ceritanya masing-masing. Namun, sekarang sudah waktunya Kakak lupakan masa lalu dan melangkah maju."

"Jika dulu Kakak lupa akan keberadaan Allah. Maka sekarang ingatlah, meminta maaflah. Allah senantiasa memafkan hambanya yang meminta maaf dengan tulus di setiap doanya."

Zain terpaku. Lagi dan lagi, Zara bisa membuatnya kagum. Bukan cuma dengan kebaikannya dan kepolosannya. Namun, juga dengan pengetahuan keagamaannya.

"It's okey, kalau begitu saya sholat dulu. Kamu tidur saja." Zara menggeleng. Zain menatap garang Zara, kemudian menjadi tatapan pasrah karena melihat tekad Zara.

"Zara tidur sambil sholat aja." Zara tersenyum, kemudian memakai kerudung yang sempat di lepaskan oleh Zain. Kemudian mengambil semua keperluan untuk sholat.

Sholat pun di lakukan. Zara dan Zain diam diam tersenyum sembari membacakan doa dalam hati.

Bersambung

Yuk Follow akun saya
@Naa_chan1612 sebelum membaca.

Tinggalan jejak setelah membaca🥀

See you...

Menikah? Tapi Pacaran? [ Revisi ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang