60 - Dosen Bucin

340K 18.2K 3.5K
                                    

Bab terakhir ini berisi keuwuan serta kebucinan akut. Mohon bijak dalam memilih bacaan. 🌚🙏

Sebagai bab perpisahan, mohon tunjukkan KTP (Kartu Tanda Pembaca) sebelum membaca bab ini.

Cukup Vote dan Comment emoji kesukaanmu di sini.

Happy reading 💚

*****

Gian Alvares Mahastama

Telingaku berdenging beberapa detik sebelum aku sepenuhnya sadar dan bisa melihat dengan jelas. Tanganku otomatis menjauhkan minyak angin yang ada di dekat hidungku. Pandanganku jatuh pada Nara di depan wajahku dengan matanya yang tampak berkaca-kaca.

Ah ya, aku ingat. Terakhir aku berada di mal dan jatuh pingsan. Berapa lama aku pingsan?

"Teh manis tadi mana?" tanya Nara pada orang-orang di sana. Badanku terlalu lemas untuk bangun maupun untuk bersuara.

"Mas Ares, ini minum dulu," suruhnya namun aku menolak dengan menggeleng.

"Kepalanya masih pusing?" Ia memijit dahiku pelan-pelan dengan minyak angin. Tangannya juga dengan telaten mengoleskan minyak angin pada leher dan perutku.

"Masih pusing?"

"Hemm."

"Bangun dulu."

Aku menuruti permintaannya. Dengan malas aku bangun dari pangkuannya kemudian bersandar pada sofa.

"Ini minum." Nara memegang gelas berisi teh manis panas seraya aku meminumnya. Aku sudah seperti anak kecil yang menurut pada sang Ibu.

"Badannya masih lemas?" Aku mengangguk sembari menutup mata. Tenagaku mendadak hilang sejak bangun dari pingsan.

"Kita ke rumah sakit ya."

"Ngapain?" tanyaku masih dengan mata yang tertutup.

"Periksa kesehatan kamu," balas Nara sambil memijit tanganku.

Kalau diingat-ingat, aku tidak melewatkan sarapan ataupun makan siangku hari ini. Dari pagi juga aku merasa badanku fit-fit saja. Tapi jujur, akhir-akhir ini jam tidurku berantakan, banyak pikiran, kerjaan, mungkin karena kecapean jadi jatuh pingsan.

"Kamu keberatan ya Mas kalau aku pengen toko ini, sampai kamu pingsan pula," celetuk Nara membuatku melihat sekelilingku. Aku hampir melupakan fakta satu itu, sekarang aku masih ada di toko yang baru saja kubeli untuk istriku.

"Mungkin kaget lebih tepatnya. Kamu juga nggak pernah kayak gini sebelumnya."

"Nah itu. Aku juga kaget, heran sama diriku sendiri. Tiba-tiba aja terlintas di pikiranku," jelasnya membuatku kembali pusing. Jangan bilang Nara benar-benar kesurupan di toko Mr. Huang.

"Tadi kamu ngapain aja di tokonya Mr. Huang?" tanyaku meminta penjelasan.

"Nggak ngapa-ngapain, nggak ada yang penting."

"Kamu nggak ada mengalami hal buruk kan di sana?"

"Enggak. Emang kenapa?"

"Nggak papa."

"Tapi aku merinding sih di sana, awal-awal masuk."

"Oke. Kamu juga harus ikut periksa kesehatan."

"Kan yang pingsan kamu, Mas. Aku mah baik-baik aja."

"Periksa kesehatan nggak mesti tunggu sakit, Ra. Malah bagus kalau kita periksa tubuh kita secara rutin."

"Kok kamu jadi cerewet gini sih setelah bangun dari pingsan."

Dosen Bucin (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang