The Truth

145 33 7
                                    

Mataku tertuju pada Vee yang sedang bersama nona Klarissa. Ternyata perkataannya tadi soal tidak ingin bersama nona Klarissa itu omong kosong ya?

"Baginda!"

Dia berbalik. Matanya mencari asal suaraku, hingga akhirnya dia menemukan keberadaanku yang tidak jauh darinya. Sebuah senyuman tipis terukir di bibirnya dan dia mengangkat tangannya, menyapaku.

"Kau sudah selesai dengan pangeran kedua?"

Aku menjawab pertanyaannya dengan anggukan. Pandanganku ku alihkan kepada orang di sebelahnya, nona Klarissa.

"Nona, apa anda ingin berjalan dengan saya sekarang?"

Nona Klarissa menatapku dalam diam. Bibirnya terukir sebuah senyuman. Dia tidak menjawab pertanyaanku.

Vee bergerak, kepalanya menengok ke kanan dan ke kiri seperti mencari seseorang, hingga akhirnya dia menatapku.

"Dimana pangeran kedua?"

Kualihkan tatapanku dari matanya. "Tidak tahu. Tadi beliau pergi lebih dulu."

Air wajah Vee berubah. Wajahnya seakan berpikir sesuatu, sesuatu yang mungkin berkaitan dengan politik antar persaudaraan mereka.

"Kalau begitu, aku juga harus pergi. Kalian nikmatilah perkenalan lebih dekatnya."

Dan dengan begitu, dia pergi. Meninggalkan aku beserta gadis di sebelahku ini dalam diam. Tidak ada suara lain selain suara angin yang berhembus diantara kita, beserta langkah kaki Vee yang semakin jauh.

Ini canggung.

Nona Klarissa berbalik dan berjalan menuju arah yang tidak kuketahui.

"Hei, apa kau akan terus disana seharian? Kita tetap harus melakukan ini, suka maupun tidak."

Astaga, bahkan bahasanya padaku sangat tidak sopan. Aku menghela napas dan memilih mengikutinya, mencoba sabar dengan ketidak sopanannya itu.

Kami berjalan berdampingan. Tidak ada satu pun dari kami yang berniat membuka suara.

"Maaf."

Apa? Dia berhenti melangkah dan aku pun juga, aku menengok ke arahnya yang sekarang sudah menatapku. Mata biru gelapnya yang bagaikan lautan dalam menatapku dengan diam.

"Apa?"

Dia menghela napasnya. "Kubilang, aku minta maaf. Aku menyadari kelakuanku kemarin sangat tidak sopan dan kekanakan. Maaf, saat melihatmu yang sedang berjalan dengan sang kaisar dan diperhatikan oleh semua orang, aku merasa amarahku memuncak."

Aku terdiam. Aku tidak mengerti apa yang membuatnya marah saat melihatku. Apa aku pernah membuat masalah dengannya? Seingatku kemarin adalah pertama kali kita bertemu.

"Kelakuanku kemarin sama sekali tidak mencerminkan seorang bangsawan dari keluarga Marioneth. Dan karena itu, aku minta maaf."

"Tunggu, nona."

Matanya menatapku dengan bingung.

"Kenapa... kenapa anda marah saat melihat saya? Saya bahkan tidak tahu apa salah saya. Apa kemarin bukanlah pertemuan pertama kita?"

Dia terdiam dan tidak lama mengalihkan pandangannya.

"Aku dan kau, baginda kaisar dan pangeran kedua, beserta seluruh orang yang kita kenal...

Kita berada dalam sebuah buku."

Aku terdiam saat mendengarnya. Sama sekali tidak merespon apapun. Ingin rasanya ku tertawa, tetapi wajah yang dia tunjukkan bukanlah wajah seseorang yang berbicara omong kosong.

The Lady of LetizTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang