Aku membuka mataku dan melihat plafon biru muda diatasku. Sudah berapa kali ini terjadi padaku? Apa aku sudah mati? Tentu saja tidak, ini kamarku di istana barat.
Aku belum menggerakan badanku dan hanya menggerakan mataku. Tatapanku berhenti ke arah seseorang yang tertidur dengan tenang di sebuah kursi, Putra Mahkota.
Napasnya sangat tenang, sepertinya tidurnya sangat nyenyak. Tetapi dia sedang tidur, apa ini waktunya aku balas dendam? Astaga, pikiran macam apa itu.
Aku mencoba memberdirikan badanku, tetapi hanya sengatan yang sangat sakit yang kurasakan. Aku mengecek apa yang membuatku kesakitan, dan ternyata itu adalah luka ku. Dapat kulihat darah keluar dari luka itu. Ini menyebalkan, aku tidak suka berdiam diri.
"Anaieas?"
Aku menengok dan melihat putra mahkota sudah terbangun, sepertinya suara rintihanku tadi membangunkannya. Dia terdiam sebentar kemudian seketika matanya membelalak.
"Kau bangun! Bagaimana keadaanmu?"
"Sakit."
Dia mendekat ke tempat tidurku.
"Apa masih sakit?"
"Iya."
Dia melihat lukanya dan alisnya menikuk. "Sepertinya kita harus mengganti perbannya."
Dia mengambil sebuah perban dan duduk di samping tempat tidurku. Saat itu aku tersadar.
"Tunggu! Apa yang akan anda lakukan?"
"Apa? Bukankah sudah jelas bahwa aku akan mengganti perbanmu."
Aku menghentikan tangannya yang hendak melepas perban pada perutku. "Tidak! Biar pelayan saya saja yang mengurusnya. Lagipula, ini tidak pantas karena kita belum menikah."
"Apa bedanya? Kita akan menikah sebentar lagi."
Dimana akal sehatnya astaga. "Tidak yang mulia, bukan begitu. Anda tidak ingin rumor aneh muncul kan? Kami belum menikah tetapi sudah sedekat ini."
Tampak wajahnya menampakan raut kebingungan. Saat seperti ini, dia cukup lucu.
"Omong kosong apa yang kau biacarakan? Seingatku tidak ada hukum kekaisaran pasangan dilarang melakukan hal seperti ini."
Benar sih. Aku hanya malu tetapi aku tidak dapat mengatakan hal itu padanya jika aku tidak ingin di jahili olehnya.
"Benar... Tapi tetap saja."
Sekarang raut bingungnya berubah menjadi menyebalkan. Maksudku, muka menjengkelkannya itu muncul, sudut bibir kirinya melengkung ke atas.
"Ah, kau malu ya?"
"Tidak!"
Senyumnya semakin lebar. "Mukamu merah Anaieas~"
"Berhenti bersikap kekanak-kanakan, yang mulia."
Dia menghela napasnya. "Ayolah. Kita akan menikah sebentar lagi, dan aku akan melihat semuanya darimu. Jadi tidak usah malu begitu."
Seketika mukaku memerah. "Apa anda tidak punya malu? Mengatakan hal vulgar semudah itu."
"Sudahlah, aku akan mengganti perbanmu."
Baiklah, satu hal lagi yang kutahu tentangnya adalah bahwa dia terkadang tidak tahu malu.
"Yang mulia."
"Apa?"
Aku membuka pembicaraan saat akhirnya menyerah dan membiarkannya mengganti perbanku.
"Kenapa anda sampai melakukan hal sejauh ini?"
Gerakan tangannya yang mengganti perbanku terhenti. "Maksudmu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lady of Letiz
FantasyAnaieas Veronica Letiz. Itulah nama dulunya. Sekarang dia adalah Go Danbi, seorang mahasiswi dari salah satu kampus di Seoul. Tidak ada yang menarik dari kehidupannya selain dapat mengingat kehidupannya dahulu. Seorang putri Baron yang berakhir trag...