Aku terdiam melihat pantulanku di depan cermin. Rambut berwarna coklat muda dan mata berwarna coklat tua, perpaduan yang biasa. Penampilanku tidak mengagumkan seperti nona Marioneth, ataupun tampan sekali seperti Vee. Tapi aku masih menganggap diriku ini cukup cantik.
Clara menata rambutku dengan lembut dan pelan, wangi vanilla menguar dari rambutku yang baru saja dimandikan.
"Nona, anda terlihat sangat cantik."
Aku menatap Clara dan kembali menatap diriku di depan cermin. Aku menatap tanganku, tangan yang pernah membunuh Sang Kaisar terdahulu. Pikiranku berkecamuk tentang masalah wanita nomor satu di kekaisaran. Aku tahu perdebatan antara para aristokrat yang mendukung dan ingin menjatuhkanku dari pada pelayan yang sering bergosip dengan sangat keras itu.
Aku atau nona Marioneth? Aku tidak takut Vee tidak memilihku tentu saja. Hanya saja... memikirkan para aristokrat yang ingin menjatuhkanku itu sedikit menggangguku.
"Nona, semuanya sudah beres."
Aku mengalihkan pandanganku dari kedua tanganku kembali ke arah cermin. Gaun yang cantik serta rambut yang ditata dengan sangat rapih. Saat memandang penampilanku sebuah kalimat melewati benakku 'aku yang akan menjadi permaisuri'. Setelah memikirkan itu aku pun segera berdiri dengan percaya dirinya seakan itu adalah momenku.
"Clara."
Clara tersenyum padaku. "Iya, nona?"
"Aku akan-"
"Anaieas!"
...Momenku hancur.
Aku mengalihkan pandangan ke arah pintu dan menatap orang yang sedang berdiri disana dengan kesal.
"Yang mulia... Ada apa?"
Kuhela napasku agar kekesalan ini sedikit mereda. Bisa-bisanya dia mengganggu momenku seperti itu.
"Kau... Sedang apa?"
Mungkin dia melihat aku yang berusaha untuk terlihat berwibawa di depan Clara.
"Tidak penting. Ada urusan apa anda kemari? Dan tanpa pengawal dan pelayan?"
Vee terdiam kemudian memperhatikanku dari atas sampai bawah. "Mau kemana kau? Berdandan secantik itu. Memangnya ada yang mau melihatmu?"
Kurang ajar. Lama kelamaan aku mendiamkannya dia semakin melunjak dan mengalihkan pertanyaanku. Aku mencoba tersenyum membalas perkataannya.
"Tentu saja, saya berdandan seperti ini untuk Yang Mulia Vee."
Hm? Kenapa dia terdiam? Dan kenapa dia mengalihkan pandangannya? Aku dapat mengerti jika Clara tersipu malu mendengar perkataanku, tapi Vee?
Belum lama aku bertanya-tanya tentang sikapnya, sekarang dia sudah kembali menatapnya sembari tersenyum miring.
"Untuk aku ya? Yah, tidak buruk."
Tidak buruk katanya? Aku terlihat mengagumkan. "Apa anda tidak suka?"
Kulihat Vee yang sedang berdeham. "Bukan begitu. Tentu saja tunanganku selalu cantik dan selalu kucintai dimana pun dan kapan pun."
Astaga... Rasanya aku merinding mendengar pujian palsunya itu. "Anda terlalu berlebihan. Tapi, terima kasih. Dan lagi, ada perlu apa anda kemari?"
Vee entah kenapa terlihat seakan sedang berpikir. "Hanya... Ingin saja."
Ingin saja katanya? Apa aku tidak salah dengar? Biasanya dia selalu menginginkan sesuatu.
"Clara. Tolong keluar sebentar."
Saat Clara keluar, Vee berjalan ke arahku. Mata kami saling bertatapan, dan dia membuka mulutnya duluan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lady of Letiz
FantasyAnaieas Veronica Letiz. Itulah nama dulunya. Sekarang dia adalah Go Danbi, seorang mahasiswi dari salah satu kampus di Seoul. Tidak ada yang menarik dari kehidupannya selain dapat mengingat kehidupannya dahulu. Seorang putri Baron yang berakhir trag...