Aku kembali terbangun karena mimpi buruk, selalu seperti itu selama beberapa bulan ini. Setelah aku sadar dari koma, aku tidak mengingat apapun. Bagaimana kehidupanku selama 20 tahun terakhir ini, aku benar-benar melupakannya. Aku bahkan tidak ingat tentang ketiga anakku, mereka menangis saat aku merasa asing pada mereka.
Ingatan terakhirku adalah saat aku akan menikah dengan Siwon oppa. Suamiku.
"Saranghae" sebuah tangan melingkar di pinggangku. Aku berdebar setiap ia mengucapkan kalimat itu. Tapi ada rasa sakit terselip diantaranya. Aku tidak tahu bagaimana kami melewati 20 tahun ini, bagaimana ia membuatku jatuh cinta lagi dan lagi padanya. Aku juga tidak tahu bagaimana perasaannya padaku selama ini. Aku begitu asing. Tapi mereka terus menyakinkanku bahwa kami adalah keluarga bahagia. Suami dan anak-anakku begitu mencintaiku.
"Oppa,,"
"Mimpi buruk lagi sayang?" Tanyanya dan aku hanya mengangguk. Mimpi yang sama membuatku terbangun lagi dan lagi.
"Oppa tidurlah, aku disini sebentar lagi" ujarku, aku berdiri di balkon kamar yang menghadap ke arah sungai han.
"Angin malam tidak bagus buat kesehatan sayang. Jika kamu tidak bisa tidur, oppa temani kamu melihat foto lama" ujarnya, sejak kembali ke rumah setelah koma, itulah keseharianku. Melihat foto lama putra dan putriku untuk mengingat apa yang sudah aku lupakan.
Aku pun mengangguk
"Tapi jangan terlalu memaksakan untuk mengingat apapun ya sayang. Oppa tidak peduli walaupun kamu tidak akan pernah mengingat kembali, asalkan kamu tetap sehat maka semua akan baik-baik saja" ujarnya, aku menatap matanya yang berkaca-kaca. Ia selalu mengatakan hal ini. Seolah ia takut aku mendapatkan ingatanku kembali. Aku pun mengangguk.
***
Suami dan ketiga anakku sudah menunggu di meja makan. Tidak ada sapaan selamat pagi dari ketiga anakku kepada suamiku seperti biasanya yang terjadi selama ini. Aku bangun pagi-pagi tadi untuk menyiapkan sarapan bersama ahjumma. Jika ketahuan mereka, mereka tidak akan mengijinkanku. Aku meminta ahjumma mengatakan pada mereka kalau aku sedang berolahraga. Mereka tidak tahu aku berada di dapur.
"Mommy mengatakan akan ke salon dan belanja hari ini. Aku tidak akan masuk kerja, aku akan menemani mommy" ujar Darren, aku yakin ia sedang bicara dengan Siwon. Tapi ia tidak menyebutkan sapaan daddy untuknya.
"Daddy bisa mengantar mommy" ujar Siwon oppa, aku tetap berada di balik tembok dapur untuk mendengarkan mereka.
"Aniy, kami tidak akan membiarkanmu mengurus mommy lagi. Kami cukup khawatir tiap malam karena membiarkan mommy berada satu kamar denganmu, cukup sekali kami hampir kehilangan mommy. Kami tidak akan membiarkanmu memiliki kesempatan untuk membunuh mommy lagi" itu suara putri bungsuku. Apa benar kami bahagia selama ini? Lalu kenapa anak-anakku tampak tidak akur dengan daddy mereka? Sikap mereka ini sungguh berbeda saat ada aku diantara mereka. Apa yang terjadi sebenarnya.
"Kami cukup menyesal dengan keputusan kami saat itu sehingga membuat mommy kecelakaan. Jangan membuat kami menyesal untuk kedua kalinya" itu suara putra keduaku, ribuan pertanyaan muncul di kepalaku. Mengapa mereka semua tampak begitu membenci daddynya.
Aku memutuskan menghampiri mereka. Memutuskan ketegangan antara mereka.
"Morning" sapaku
"Morning mom" sapa mereka bertiga dan aku menatap suamiku, ia belum berhasil menyembunyikan wajah sedihnya.
"Oppa kenapa?" Tanyaku dan ia menggeleng "Trio Choi, siapa diantara kalian yang membuat daddy memasang wajah jelek seperti ini?"
Ketiganya menggeleng. Tapi tatapan darren seolah mengatakan ia memang pantas mendapatkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Loving, never Forgetting
FanfictionAku mencintaimu sejak awal dan kamu tahu itu. Perasaan itu tidak akan pernah berubah. ~Im Yoona Lebih baik aku merelakanmu daripada membuatmu lebih terluka lagi. ~Choi Siwon