Ch. 1: Prolog dan awalan

7K 709 589
                                    

Warna putih akan selalu ada sejauh mata memandang. Kasur dengan sprei dan selimut berwarna putih, infus yang terpasang di tangan, alat monitor jantung disamping, jam dinding yang berdetak, sebuah lampu sederhana dan para perawat didepan pintu kamar.

 Kasur dengan sprei dan selimut berwarna putih, infus yang terpasang di tangan, alat monitor jantung disamping, jam dinding yang berdetak, sebuah lampu sederhana dan para perawat didepan pintu kamar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bubur telah dingin, tidak dihiraukan pemiliknya. (Y/N) sudah muak dengan makanan rumah sakit. Terbaring sendirian di atas kasur tidak menyenangkan jika kau di salah satu ruangan rumah sakit.

Penyakit jantung yang membuatnya terbaring tak berdaya. (Y/N) menghela nafas panjang meratapi nasib malangnya. Tidak ada teman yang menjenguk, bahkan orangtua saja tidak berkunjung.

(Y/N) bilaik: so fun kah begitu?

Mengamati infus ditangannya karena gabut, (Y/N) tersenyum kecut. Dia berndai-andai, menjelajah isi pikirannya. "Andai saja aku terlahir dengan tubuh yang sehat" batinnya pasrah.

Manik mata (E/C) (Y/N) menangkap pria yang sangat ia kenali. Ayahnya. Lihat betapa bahagianya (Y/N) yang langsung mengulas senyum cerah!

Ia melambai-lambaikan tangannya, meminta sang ayah untuk duduk disampingnya, saling bertukar cerita.. itulah yang ia inginkan. Tapi,

Ayahnya seakan mengacuhkan (Y/N) dan berbincang dengan dokter didepan pintu, ditemani beberapa perawat. Mereka terlihat membicarakan penyakit (Y/N) dari mimik wajah Dokter.

"...(Y/N) umurnya.... -lagi"

(Y/N) tidak dapat mendengar obrolan mereka dengan jelas, mengingat jarak kedua-nya tidak dekat.

Deg!

(Y/N) merasakan jantungnya diremuk dari dalam. Ia memegang permukaan dada sambil ngos-ngosan.

Berusaha memanggil suster, (Y/N) bersusah payah mengeluarkan suaranya yang tidak kunjung menuruti si pemilik tubuh.

Detak jantungnya dipompa cepat, seakan ingin meledakkan diri saat itu juga.

Diawali dengan mimisan, dan ditutup oleh muntah darah. Mata (Y/N) terpejam begitu terakhir kali ia melihat Dokter, Suster, dan perawat mendatanginya.

"..ah, jadi ini akhirnya?" Ingin membantah tapi tak kuasa melawan takdir. (Y/N) hanya bisa pasrah dengan kenyataan.

Ia berpikir, mungkin dia akan mati begitu saja. Namun rupanya tidak,

.
.
.
.
.

(Y/N) mengerjapkan matanya. Menelisir setiap sudut yang terjangkau cahaya matahari.

Kaca jendela menampilkan pemandangan matahari terbenam. "Rupanya sudah sore" belum sepenuhnya tersadar, (Y/N) mengucek matanya.

"Eh? Aku..MASIH HIDUP??!!!" Jerit (Y/N) di dalam hati. Ia tidak bisa mengeluarkan suara apapun saat ini.

Menemukan tangannya yang mengecil--bukan, maksudnya semua anggota tubuhnya yang mengecil seperti bayi. Ia semakin terkejut.

Seorang wanita menghampiri (Y/N) dengan senyuman menenangkan. "Kau sudah bangun ya (Y/N)"

Fight Together Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang