5. Keinginan

555 87 13
                                    

"Alex!"

Galen khawatir. Sejak dia selesai latihan pagi tadi, dia tidak bisa menemukan Alex yang seharusnya masih tertidur di kasurnya. Padahal biasanya anak itu akan tidur sepanjang hari jika tidak ada yang membangunkannya.

Tapi Galen kan, belum membangunkannya hari ini. Apalagi Alex, nama yang Galen berikan pada anak tanpa nama itu, belum bisa kemana pun tanpa Galen temani sejak anak itu dibawa pulang ke rumah dua bulan yang lalu.

"Ibu!"

Galen mendekati Ruby yang tengah menatap berkas pekerjaan di tangannya dengan tatapan serius. Wanita itu segera merubah ekspresinya saat suara Galen menyapa pendengarannya. Ruby tersenyum maklum, saat Galen memanggilnya dengan ekspresi khawatir. Ruby bergerak menyimpan berkas di tangannya ke meja terdekat sebelum menatap anaknya dengan tatapan menggoda.

"Mencari pangeran manismu hm?" goda wanita itu renyah. Galen mengangguk saja, dia tidak pernah diajarkan untuk berbohong pada keluarga kecilnya.

Ruby tertawa kecil melihat jawaban jujur dari anaknya tersebut. Puas akan kejujuran anaknya, Ruby berjalan dari tempatnya berdiri untuk pergi menuju pintu keluar yang diikuti oleh Galen dengan tatapan bingung.

"Ibu akan mengantarmu untuk bertemu dengannya" ucap Ruby misterius sambil tersenyum kecil untuk menjawab sementara pertanyaan di benak anaknya.

*****

"Dia...."

"Stttt..... Kita bisa menganggunya" ucap Ruby memperingatkan ketika Galen ingin bicara. Kini keduanya tengah bersembunyi mengamati seorang pria berwajah lembut yang sedang berusaha mengajak bicara anak manis yang terlihat antusias dalam rumah kaca itu. Namun tidak peduli berapa keras pria itu mencoba, anak itu masih saja tidak merespon dan terus melihat tanaman seakan pria itu tidak pernah berada disana. Sebenarnya Alex melakukan itu pada semua orang, kecuali Galen dan orang tuanya yang baru Alex akui beberapa hari ini.

"Sepupumu itu memang anak yang sangat pintar Galen. Dalam waktu beberapa minggu, dia sudah bisa membaca dan menulis hanya dengan mendengarkan arahanmu. Beberapa ilmu pengetahuan dasar juga sudah dia kuasai dalam waktu singkat ini. Ibu yakin, dalam waktu sebentar dia akan siap untuk meneruskan hidup selayaknya anak biasa. Tapi Ibu juga sadar bahwa Alex belum bisa berbicara pada orang lain sampai saat ini Galen. Dia juga ketakutan jika didekati oleh seorang wanita. Ibu sebenarnya masih beruntung dipercaya Alex karena dia melihatmu. Namun yang lain, para pelayan bahkan tidak bisa mendekati Alex atau anak itu akan mulai berteriak histeris dan kabur. Itu mungkin akibat dari Alex yang tidak pernah sekalipun dia diajarkan berkomunikasi dengan siapapun sejak kecil. Oleh karena itu, Ibu berinisiatif untuk memanggil seorang psikolog anak untuk membantunya kembali terbuka. Ini baru hari pertama, tapi kau sudah lihat bahwa Alex tidak takut pada dokter itu bukan?" jelas Ruby pelan. Matanya terus menatap Alex, saat bibirnya sesekali menampilkan senyum ketikan Ruby melihat beberapa ekspresi yang Alex tunjukan sepanjang waktu.

Sementara itu, Galen yang telah selesai mendengarkan penjelasan itu hanya bisa terus saja menatap Alex dalam diam. Dia ingin menjaga dan menyembuhkan Alex dengan tangannya sendiri, tapi ternyata dia masih membutuhkan seseorang untuk membantu anak itu sembuh sepenuhnya dari trauma yang dia alami.

Galen masih remaja, masih banyak hal yang harus dia lakukan agar Alex bisa dia lindungi sepenuhnya di masa depan.

"Apa dia akan sembuh dibawah pengawasan psikolog itu Bu?" tanya Galen pelan. Ibunya tersenyum sambil mengangguk, "Tentu saja dia bisa Galen. Dia anak yang tidak pernah menyerah untuk berjuang, Ibu yakin traumanya pun akan hilang seiring dengan berjalannya waktu. Sekarang, sudah menjadi tugas kita untuk membantunya bangkit lagi dan memulai hidup baru sesuai keinginannya" ucap Ruby sambil menarik tangan anaknya pergi dari tempat itu. Mereka memutuskan untuk meninggalkan Alex, yang tengah bersama psikolog yang tidak bosan berusaha mencapai langkah pertama mereka.

Membuat Alex mau menggunakan suaranya untuk bicara dengan orang lain.

*****

Satu tahun. Tidak terasa dalam satu tahun itu rasa aneh yang memenuhi dada Galen terus tumbuh sampai sulit baginya untuk menahan perasaan itu tetap terkunci dalam hatinya. Alex telah resmi tidur sekamar dengannya sekarang, ditambah saat Galen sedang tidak sibuk, dia pasti akan menyempatkan diri untuk terus mengajak sepupu kecilnya itu bicara atau mengajarinya sesuatu. Seperti cara makan misalnya.

Miris memang. Di hari pertama Alex dibawa ke ruang makan, dia makan seperti hewan saja. Menggunakan kedua tangannya untuk mengeruk makanan dan memasukan semuanya ke dalam mulut kecilnya. Dia bahkan menarik turun piringnya dan makan di lantai, membuat pakaian wangi dan bersihnya kembali kotor akibat ulahnya.

Perlahan kini mereka mencoba mengajari Alex makan dengan benar sekalipun psikolognya juga mencoba hal yang sama. Lebih banyak yang mendukung itu lebih baik, itu yang mereka pikirkan.

Dan Galen yang baru selesai dari kelas menembaknya kini tengah mengajari Alex bagaimana cara memegang sendok dan garpu yang benar, walau anak itu terus saja salah dari waktu ke waktu.

Namun Galen tetap sabar apalagi saat Alex bergumam 'maaf' dari waktu ke waktu. Galen kembali meminta sepasang sendok dan garpu baru kepada pelayan yang berjaga di belakang mereka. Perlahan Galen kembali membantu Alex memegang kedua alat makan tersebut, sebelum dengan bantuan tangannya dia kembali membantu Alex makan dengan posisi yang benar.

"Pegang seperti ini Lex. Ingat ini oke? Aku tahu kau sebenarnya bisa" ucap Galen sabar. Sebenarnya Alex memang terbukti lebih mudah belajar jika Galen yang mengajarinya secara langsung. Mungkin itu terjadi karena Alex merasakan keterikatan khusus dengan remaja itu, sehingga Alex benar-benar percaya dengan semua intruksi yang diberikan oleh Galen.

"Sekarang coba suapkan makanan ini ke mulutmu dan..... Bagaimana rasanya?" tanya Galen ketika dia membantu Alex untuk mengarahkan sendoknya ke mulut Alex yang sedikit terbuka. Alex menerima suapan itu dengan hati-hati, sebelum matanya berbinar ketika rasa makanan yang enak memenuhi indra pengecapnya.

"..... Enak...... Galen..... Enak....."

Galen mengamati sambil tersenyum saat wajah Alex yang senang menatapnya dengan mata berbinar. Bibirnya yang mungil, hidung mancungnya yang proposional, mata silver langka itu, semuanya terlihat cantik ketika mata Alex hanya tertuju padanya seorang. Tanpa sadar Galen mengusap surai platinum itu gemas, halus dan wangi hasil perawatan maksimal yang diberikan ibunya.

Alex tersenyum lebar saat dia tahu Galen merasa senang dengan pencapaiannya. Anak itu memberi Galen respon positif dengan tiba-tiba saja memeluk Galen erat. Galen tersenyum semakin lebar, ketika dia balas memeluk anak itu dengan sangat lembut.

"Kau melakukannya dengan sangat baik, Alex. Aku bangga padamu, terimakasih karena kamu tidak pernah menyerah sampai saat ini" Bisik Galen tulus. Galen tertawa pelan saat Alex membalasnya dengan menggesekan hidungnya ke bahu Galen. Anak itu malu, terus-menerus dipuji oleh pria selembut Galen.

"Berkat Galen....... Terimakasih......" Bisik Alex pelan.

Mendengar jawaban tersebut, Galen tidak bisa lagi merasa kurang puas sekarang. Ternyata dalam waktu setahun, Alex terus saja membuahkan hasil positif yang terus meningkat di tiap harinya. Dary memeluk Alex semakin erat, saat dia memejamkan matanya untuk menikmati aroma lembut yang keluar dari tubuh Alex.

Debaran jantungnya menyatu dengan milik Alex. Mata Galen perlahan terpejam, saat diam-diam dia mengucapkan sumpah untuk malaikat kecilnya itu.

Aku akan melindungimu dengan semua yang kumiliki.

Sederhana, namun terus dia pertahankan sampai keduanya telah beranjak dewasa.

Jangan lupa vote dan comment nya guys~~

Makasih udah baca chapter ini, do'ain aku bisa terus dapet ide ya biar cerita ini cepet beres ^^

Angelic Voice [Remake]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang