08-12-2021
Kisah ini belum berakhir. Di dunia ini nyatanya tidak ada istilah happy atau sad ending. Karena kedua kata itu saling melengkapi satu sama lain. Dunia itu berputar, begitu juga kehidupan. Ada kalanya kita bersuka ria ada kalanya kita berduka cita. Detik ini kita tertawa bahagia, namun kita tidak tahu apa yang akan terjadi pada detik berikutnya. Semua sudah di atur sedemikian rupa oleh sang Maha Pencipta. Apapun itu kita hanya perlu menerima dan mensyukurinya. Kehilangan bukanlah akhir dari segalanya, begitu juga kebahagiaan.
Inilah kisahku. Kata Papa, aku ini ibarat Baskara, sang surya yang tak pernah menampilkan sisi lelahnya ketika ia bersinar untuk sebuah kehidupan di bumi. Namun, aku tetaplah manusia biasa yang bisa merasakan lelah. Lelah karena kecewa. Kecewa pada sebuah harapan yang aku gantungkan pada semesta.
Namun aku sadar, ini salahku yang terlalu berharap suatu kebahagiaan. Padahal, apa yang menurut kita benar itu belum tentu benar, begitu pun sebaliknya. Berbicara soal kebahagiaan, sebenarnya hal itu sangat mudah sekali digapai, hanya kita yang terlalu memilih standar dan lupa akan hal kecil pun bisa membuat kita tersenyum bahagia. Kata kuncinya adalah ikhlas dan bersyukur ...
Klik
"Wuanjir mati lampu! Ini tugas gue belom beres, anjim!!"
Ren berteriak ketika layar komputer menjadi gelap. Ia bangkit untuk segera keluar dari kamarnya. Samar-samar ia mendengar suara ricuh dari luar walaupun pelan namun telinga Ren masih bisa menangkapnya. Namun tak lama, pintu terbuka secara tiba-tiba dan-
"Selamat ulang tahun Reeennn," sahut mereka bertujuh- Dewangga, Sandra, Gian, Faza, Jay, Jake, dan Nikol.
Ren terpaku karena terkejut, ia pun memegangi dadanya kemudian terduduk dengan lemas, hal itu sontak membuat mereka terkejut terlebih Dewangga, bahkan tanpa sadar ia sudah menjatuhkan kuenya lalu menghampiri sang anak.
"Ren kamu kaget ya? Maafin Papa Nak, tolong jangan kenapa-kenapa," ujarnya panik dan merasa bersalah. Seharusnya ia sadar akan kondisi jantung Ren yang lemah.
Ren mengangguk lemas membuat yang lain pun ikut khawatir. "M-mama telepon ambulans sekarang bertahan ya, sayang, jangan pingsan dulu." Sandra segera meraih ponselnya dengan tangan gemetar.
"P-pa."
"Ren!" pekik Jay heboh, dia memang hobi berteriak apalagi melihat sahabatnya tiba-tiba terkulai lemah seperti ini dengan kedua mata terpejam yang semakin mencekam suasana.
Di antara kepanikan tersebut, ada seseorang yang menatap malas kearah mereka berlima. Dramatis sekali, pikirnya. Siapalagi kalau bukan Gian dengan wajah datarnya seolah semua itu tidak menarik perhatiannya sama sekali.
"Akting lo jelek, gue tahu lo cuma pura-pura Ren," katanya sarkas.
Ren tak bisa lagi menahannya, ia pun bangun dan tersenyum lebar kemudian memungut kue yang jatuh, membuat mereka tercengang-tak habis pikir.
"Tunggu, jadi kamu bohongin Papa dan yang lainnya?"
"Iyalah, lagian ngeselin banget. Asal Papa tahu aja, aku tuh lagi ngerjain tugas malah di matiin listriknya, kalau gitu kan aku harus ngulang lagi dari awal, mana kata-katanya lupa lagi, argh." Ren menggeram kesal seraya memakan kue. Jujur saja Ren sedang kelaparan. Pikirnya kue itu tidak kotor karena ia mengambil bagian atasnya saja.
"Elo tuh yang ngeselin Ren, wuuu!!"
Tanpa rasa bersalah, Jake melempar telur ke baju Ren dengan heboh yang kemudian di susul Jay yang melempar terigu, Gian dan Faza pun tak mau kalah mereka membawa tomat busuk, sesuatu yang Ren takuti. Lebih tepatnya takut pada makhluk kecil berbetuk serupa nasi putih yang menggeliat-belatung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Baskara✔
FanfictionRenjana Lazuardi, si kesayangan Papa Dewangga, si penebar keceriaan, si pelipur lara, dan si luka tak kasat mata.