"Waktu itu gue enggak bermaksud jahat kok, gue cuma pengen kenal aja sama saudara tiri gue. Enggak salah 'kan? Waktu itu gue cuma bercanda, iya 'kan gengs?" tanya pemuda itu pada ke empat sahabatnya, seolah mencari pembelaan. Keempatnya kompak mengangguk setuju membuat senyum di wajah Ren kian mengembang. Ya bagus 'kan, jadi dia tidak punya musuh.
Saat ini mereka sedang berada di cafe dekat sekolah Ren. Sepulang sekolah tadi, Bima dan teman-temannya menjemput Ren dan membawanya ke cafe itu meskipun agak sulit karena Jay dan Jake yang tidak memercayai Bima semudah itu. Tapi karena Ren yang meyakinkan mereka, pada akhirnya mereka pun menyetujui dengan beberapa syarat. Seperti Ren yang harus memberikan kabar kalau ada apa-apa. Tak hanya mereka berdua, tetapi Faza dan juga Gian karena mereka berdua dititipi pesan oleh Mama agar menjaga Ren karena dia masih belum sembuh benar. Alhasil, Jay, Jake, Gian, dan Faza pun akhirnya setuju mengikuti Ren dan gengnya Bima secara diam-diam. Fix, mereka benar-benar keterlaluan memperlakukan Ren layaknya anak perawan yang harus dijaga ketat.
"Wahh engak bener nih Jay, si Bima ngerokok anjir. Dia bawa pengaruh buruk buat temen kita," sungut Jake tak terima. Mulut kompornya mulai bereaksi.
Jay yang sudah bermuka masam pun semakin masam saat melihat Ren terbatuk akibat asap rokok. Bayangkan saja, Ren di kelilingi oleh lima orang yang sedang merokok. Tanpa basa-basi lagi Gian bangkit dan berjalan pergi. Hal itu membuat yang lain bingung, kecuali Faza yang ketakutan setengah mati. Ia khawatir kakaknya itu akan bertindak di luar kendali.
"Emosi Bang Gian jelek, Kak bantu Faza nahan dong?" pintanya entah pada siapa— seraya menyusul sang kakak.
Jake berdiri. "Ayok! Lo malah diem lagi!" rerunya, tetapi Jay malah tersenyum miring.
"Gue sih penasaran aja, si Gian bakal ngapain coba. Lihat aja dulu, kalo situasi udah kacau baru gue turun tangan."
"Ck, kebiasaan lo. Kacau dulu baru turun," decaknya lalu meninggalkan Jay sendiri.
"Eh! Sialan gue malah ditinggal. Jake tungguin kali!" Dan akhirnya ia pun ikut menyusul.
Ren merasa kalau dadanya kiat terasa sesak luar biasa akibat asap rokok yang memenuhi rongga paru-parunya. Ia pun berkali-kali terbatuk meski pelan.
Juna yang melihatnya pun menggelengkan kepala. Kemudian menepuk pundak Ren. "Kenapa? Enggak kuat asap?"
"Lemah banget si lo, baru kena asap aja udah pucet gitu. Cewek apa cowok lo, hah?" timpal Kaisar yang membuat mereka—kecuali Bima— tertawa dengan puas. Tanpa menyadari kalau saat itu Ren sudah benar-benar merasa sesak napas.
"Diem lo semua! Jangan bully adek gue!" seru Bima yang membuat Ren terkekeh. Sementara keempat teman Bima hanya bisa menahan tawanya melihat akting temannya itu.
"Pulang!" seru Gian dingin yang membuat atensi mereka berlima teralihkan sepenuhnya pada pemuda yang baru saja muncul tersebut.
"Ngapain lo di sini Bang?" tanya Ren dengan mata yang berkaca-kaca akibat menahan gatal di tenggorokkan. Inginnya segera batuk saja, tetapi tidak enak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Baskara✔
FanfictionRenjana Lazuardi, si kesayangan Papa Dewangga, si penebar keceriaan, si pelipur lara, dan si luka tak kasat mata.