Baskara hari itu telah menenggelamkan dirinya dari atas permukaan bumi Jakarta. Terhitung sudah hampir seharian Ren menghilang tanpa kabar. Mata Sandra sudah sembab akibat terlalu banyak menangis. Ia takut mantan suaminya akan berbuat hal yang tidak diinginkan. Jay, Jake, bahkan Bima juga belum berhasil menemukan Ren hingga kini ketiganya berada di rumah Dewangga.
"Bentar deh, gue kok ngerasa bego. Si Ren 'kan belom pergi selama 24 jam. Ngapain di cari sih?" tanya Bima.
"Masalahnya tadi dia sama mantan suami saya, dia bukan orang baik, makanya kita semua khawatir Ren diculik," jawab Sandra.
Bima hanya menatap Sandra. Melihat sosok wanita itu, ia jadi teringat Andara.
"Lapor polisi aja Om," ujar Jake yang sudah tidak tahan.
"Lo bego, polisi enggak akan bantu kalau belom ilang selama dua puluh empat jam," timpal Jay.
Gian dan Faza bergeming, sungguh mereka merasa sangat bersalah karena meninggalkan Ren begitu saja. Jika saja mereka lebih berani menghadapi Rusdian, kejadiannya tidak akan menjadi serumit ini hingga kini teman-teman Ren tahu kelemahan mereka berdua. Tadi, Sandra sempat menjelaskan semuanya. Apa yang di alami olehnya dan dua putranya sebelum mereka mengenal Dewangga. Sandra yakin mereka adalah anak-anak baik hingga ia tak ragu menceritakan masa kelamnya pada orang lain.
Di antara semua, Dewanggalah yang paling terlihat khawatir. Ia berjalan mondar-mandir sambil sibuk menelpon semua kenalannya dan menanyakan apakah ada di antara mereka yang melihat Ren atau tidak.
"Ah, brengsek!!" umpatnya seraya membanting handphone yang bagusnya mendarat di sofa. Sepertinya Dewangga masih sangat menyayangi benda tersebut. Semua orang terkejut lalu menatapnya.
"Pak Makmur! saya ini nahan-nahan biar enggak marah sama Bapak karena Bapak lebih tua dari saya, saya enggak mau durhaka. Tapi kalau sampai sekarang Ren belum pulang, emosi saya jadi makin meningkat. Lantas kalau bukan Bapak, siapa yang harus saya marahi? Saya ini bayar Bapak buat jagain anak-anak!"
Pak Makmur hanya bisa menundukkan kepalanya takut saat melihat Dewangga yang liputi emosi.
"Pa udah, sabar Pa." Sandra mencoba menenangkan. Ia juga sama khawatir, tetapi menyalahkan orang lain juga tidak akan membuahkan hasil apa-apa.
Dewangga mendudukkan dirinya di atas sofa sambil memijat keningnya, frustrasi karena Ren tak kunjung pulang.
Sementara di luaran sana, Ren sedang kesulitan. Tiba-tiba taksi yang dia tumpangi mogok di tengah jalan dan mau tidak mau, ia harus turun dan berjalan kaki. Sungguh, jika saja Ren membawa uang ia tak akan sesengsara ini. Ia juga merasa tak enak karena ia tak membayar taksi barusan padahal sang supir sudah mengantarnya setengah perjalanan.
"Mimpi apasih kemaren malem? Apes banget gue hari ini. Ahh mana laper lagi. Ck!" Ren berdecak kesal sambil menendang kerikil. Jalanan sangat sepi malam itu, hanya beberapa kendaraan yang lewat. Daerah itu juga sangat jarang ada taksi lewat apalagi angkutan umum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Baskara✔
FanfictionRenjana Lazuardi, si kesayangan Papa Dewangga, si penebar keceriaan, si pelipur lara, dan si luka tak kasat mata.