Ruang tengah kala itu menjadi sedikit mencekam. Tatapan serius Dewangga juga tatapan datar Ren membuat atmosfer di sekitar sana menjadi lebih dingin dari sebelumnya.
Hidup ini memang selalu penuh dengan misteri. Siapa sangka, awalnya Ren hanya hidup berdua dengan sang ayah. Tapi tiba-tiba pagi ini ketika Ren bangun ia sudah di hadiahi kejutan oleh Dewangga. Apa itu? Ialah kedatangan ibu dan saudara baru. Bagaimana Ren tidak shock? Beruntung dia tidak sampai terkena serangan jantung. Sebetulnya Dewangga sudah was-was akan reaksi berlebihan putranya, tetapi ia yakin kalau semua akan baik-baik saja. Ia harus segera mengatakan semua sebelum Ren mengetahuinya dari mulut orang lain.
"Kenapa enggak bilang aku dulu Pa?"
"Untuk apa? Bilang atau pun tidak, Papa tetap akan menikah dengan Sandra."
Ren terdiam. Dewangga dan wanita di hadapnnya sudah resmi menikah secara negara dan agama, apalagi yang bisa Ren harapkan selain menerima?
"Seenggaknya Pa, aku ini masih anak Papa 'kan? Kecuali kalo Papa udah sedekahin aku ke tetangga," ucapnya sambil memainkan ujung sofa membuat suasana sedikit mencair sebab ucapan tanpa filternya Ren.
Sandra, Faza, dan Gian hanya bisa diam. Ketiganya belum berani ikut campur meski mereka sudah sah sebagai bagian dari keluarga ayah dan anak itu. Dewangga menghela napas. "Emangnya kalau Papa bilang sama kamu, kamu mau nerima? Papa ini cuma takut kalau kamu menolak permintaan Papa," katanya dengan nada suara lebih rendah dari sebelumnya.
Ren memutar bola matanya malas. Ia melirik Sandra. "Ma, lihat 'kan? Sama anak sendiri aja Papa enggak percayaan apalagi sama orang lain coba. Yang ada ya, aku ini malah khawatir sama Mama, emang Mama nerima Papa? Kok bisa sih?" Ren terkekeh kecil sambil geleng-geleng kepala membuat semua orang tercengang. Bagaimana bisa anak itu mengubah suasana dari yang asalnya beku menjadi cair seperti ini? Dan apa tadi katanya? Mama? Sejak kapan Ren mau memanggil Sandra dengan sebutan mama? Ini pertemuan pertama mereka, padahal.
Sandra tersenyum canggung. "Jadi ... kamu nerima saya jadi ibu kamu, dan anak-anak saya jadi saudara kamu?" tanyanya hati-hati.
"Hahaha ... Mama kok lucu sih?" Ren tertawa, tak habis pikir dengan pertanyaan Sandra yang menurutnya tak perlu di jawab itu.
"Ren! Yang sopan dong!" tegur Dewangga, ia merasa tak enak. Apalagi melihat raut wajah Gian yang datar sejak kedatangannya. Berbeda dengan Faza yang terlihat polos. Dia akan serius apabila suasananya memang serius dan dia akan tertewa kalau memang ada yang lucu.
"Abis Mama lucu Pa, masa anak sebaik dan setampan aku enggak bisa nerima anggota keluarga baru. Ya, biar pun aku ini seneng bercanda, itu bukan berarti aku ini anak durhaka."
Dewangga hanya menghela napas. Entah harus bersyukur atau tidak melihat sikap Ren ini.
"Terus apa alasan lo nerima kami jadi keluarga lo?" tanya Gian yang akhirnya buka suara—masih dengan raut muka datar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Baskara✔
FanfictionRenjana Lazuardi, si kesayangan Papa Dewangga, si penebar keceriaan, si pelipur lara, dan si luka tak kasat mata.