Hari itu cuacanya bagus, tidak terik dan tidak mendung membuat hati Pak Brian membuncah karena hari ini jadwalnya ia mengajar di kelasnya Ren.
"Ayok! Ayok! Ke luar semuanya, Bapak tunggu paling lambat jam 9 lebih 5 menit pokoknya di lapangan outdoor ya, kita olahraga lari ajalah yang gampang," ujarnya seraya menatap satu persatu anak didiknya yang keluar dari kelas.
"Ren, buruan!"
"Bapak duluan deh, nanti kita nyusul boleh ya, Pak?"
"Awas aja kalau kamu kabur Ren, Bapak cukur alis kamu sampai botak."
"Ehh mana ada Pak, nanti Papa sunatin Bapak lagi emang mau?"
Pak Brian melotoktkan matanya, Ren benar-benar murid laknat. Pasalnya ia tak berani kalau urusannya sudah sampai pada Dewangga. Dewangga itu adalah seniornya dulu. Dari pada mengingat masa kuliahnya, lebih baik Pak Brian berlalu meninggalkan kelas sambil misuh-misuh tidak jelas.
"Nih Bang, pake aja punya gue." Ren memberikan sepasang baju olahraganya pada Gian. "Gue punya dua seragam olahraga kok, jaga-jaga aja kalau tiba-tiba ada yang tertinggal. Gue jadi bisa beramal tuh, lumayan buat kurang-kurangin dosa. Hehehe ... baik banget sih gue ya ampun, sholeh banget gitu 'kan, tapi kok aneh banget si Papa kayak yang enggak bersyukur punya anak kek gue." Ren menggelengkan kepalanya.
"Enggak usah sok jadi pahlawan kesiangan deh lo, gue enggak akan luluh semudah itu." Gian berucap seolah ia tak peduli dengan curhatan Ren.
"Gue enggak maksa kok, kalau enggak mau juga enggak apa-apa. 'Kan dari pada lo kena hukuman di hari pertama lo ngikutin pelajaran Pak Brian, mending lo pake punya gue."
Gian tampak berpikir sejenak sebelum akhirnya ia mengambil baju tersebut lalu memakainya. Hal itu tentu saja membuat Ren kegirangan bahkan bertepuk tangan kecil sambil tersenyum riang—seperti bocah. Gian pun hanya mendelik tajam.
"Balik badan sana! Gue mau ganti celana!"
"Sesama cowok ini, lagian 'kan sekarang gue Adek lo Bang, enggak apa-apa santai aja kali."
Gian menatap Ren tajam. "KELUAR!" sentaknya. Ren terkejut hingga jantungnya berdebar dan kepalanya yang tiba-tiba pening, tetapi ia tetap berusaha menyembunyikannya dengan melebarkan senyuman. "Ok, gue keluar asal jangan marah-marah lagi." Ren turun dari meja yang ia duduki dan berjalan keluar kelas dengan kedua tangan yang ia masukkan ke dalam saku celananya. Gian pun melanjutkan kegiatannya dan tak lama ia menyusul ke lapangan.
☆☆☆
Semua murid sudah berkumpul di lapangan. Pak Brian pun segera menyuruh mereka semua mengambil barisan. Pak Brian duduk di kursi lipat yang selalu di bawanya ketika berada di lapangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Baskara✔
FanfictionRenjana Lazuardi, si kesayangan Papa Dewangga, si penebar keceriaan, si pelipur lara, dan si luka tak kasat mata.