7

458 88 76
                                    

Sederas apapun ia turun, semenakutkan apapun ia turun, sesakit apapun ia turun, hujan tetaplah air yang akan selalu menghadirkan suatu ketenangan dan kelembutan."

Malam ini hujan turun dengan lebatnya, tidak seperti orang yang sibuk untuk berteduh menghindari hujan, gadis cantik ini tetap berjalan di bawah lebatnya hujan. Ia tidak menghiraukan seberapa basah dirinya, seberapa lelah dirinya, ia hanya menikmati hujan yang begitu deras.

Ia terbayang dimana ia sewaktu kecil bermain dengan Ayahnya  di bawah derasnya hujan, tertawa bahagia. Kini tawa itu hilang,tawa itu sirna, tawa itu lenyap, digantikan oleh air mata yang terus jatuh dari mata indahnya, digantikan oleh luka yang datang tanpa hentinya, digantikan oleh rasa sakit yang kini mengenai fisik dan mentalnya. Ya gadis itu Fany.

Setelah beberapa menit kemudian ia pun sampai di rumahnya ,dalam keadaan basah kuyup. Bi Inah langsung memberikan handuk kepada Fany.

"Ini non handuknya." Ucap bi Inah sembari, menyodorkan handuk.

"Makasih bi, mama ada bi?" Tanya Fany.

"Ada non dikamar, oya makan malam biar bibi aja yang nyiapin ya non."

"Gausah bi biar Fany aja, itu kan tugas Fany, "

Fany pun menuju kekamarnya untuk mengganti bajunya yang basah. Setelah ia mengganti pakaiannya, ia pun menyiapkan makan malam untuk mamanya.

Makan malam sudah siap namun sejak setengah jam tadi, mama Fany belum menuju ke meja makan. Fany pun memutuskan untuk menuju kamar mamanya.

Tok..tok..tok

"Ma makan malam udah siap mama gak makan?" Tanya Fany kepada mamanya.
Tapi tak ada jawaban dari dalam kamar.

"Fany masuk ya ma."

Saat masuk kekamar mamanya, Fany melihat wanita setengah paruh baya itu sedang tertidur, dengan dibaluti selimut tebal. Fany pun memutuskan untuk mendekati ibunya itu.

"Mama kok kek menggigil gitu ya?" Batin Fany. Fany pun mencoba memegang kening mamanya. Badan mamanya terasa panas.

"Mama sakit?" Tanya Fany, ia langsung mengambil kompresan untuk mamanya.

"Kamu jangan sok peduli gitu sama saya." Ucap mama Fany dengan nada ketus. Fany tidak mengubris omongan mamanya, ia tetap mengompres ibunya itu.

"Fany buatin bubur dulu ya buat mama." Ucap Fany, ia langsung menuju ke dapur.

Tidak lama kemudian Fany pun masuk kekamar mamanya dengan membawa semangkuk bubur, segelas air putih dan obat penurun panas.

"Mama makan dulu ya." Ucap Fany sambil menyodorkan sesendok bubur ke mulut mamanya, tapi mamanya malah menepis kasar bubur yang telah dibuat Fany.

Prangg...

Mangkuk yang berisi itu bubur itu pecah, bubur yang ada di mangkuk itu pun berserakan dilantai. Fany menatap nanar bubur yang berserakan dilantai.

"Kenapa mama gak pernah ngehargai Fany ma?" Tanya Fany membatin, ya ia tidak berani membuka suaranya, ia tidak ingin membuat ibunya itu tambah marah kepadanya.

Fany mengalihkan pandangannya, menahan air mata yang mencoba keluar dari matanya. Setelah itu ia berusaha tersenyum, kembali menatap mamanya dengan tatapan sendu.

FanyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang