"Tolong biarkan aku menggapai kebahagianku, tolong biarkan aku merasakan apa itu bahagia, tolong biarkan aku tertawa karena bahagia bukan karena penutup luka."
~Tiffany Putri Wijaya
◇◇
◇
◇
Siska tersenyum sinis, lalu tangannya bergerak mengambil vas bunga yang terbuat dari kaca. Dan tangannya tampak ingin melemparkan vas itu kearah gadis yang sedang terduduk di hadapannya.
"Oke lo mau itu kan? Gue bakal lakuin," ucap Siska sembari tersenyum miring.
Prang...
Ada yang mendorong tangan Siska sehingga membuat vas yang ada ditangannya terjatuh ke lantai.
"Sial!" Siska bergumam sembari melirik sinis kearah lelaki yang mendorongnya tadi.
"Ada urusan apa anda ikut campur masalah keluarga saya?" Mama Fany bertanya kepada pria yang baru saja masuk dan yang mendorong tangan Siska.
"Keluarga? emang pantas kalian disebut suatu keluarga? setau saya keluarga itu tempat kasih sayang, tempat untuk berlindung, bukan untuk saling membenci. Cuih. Saya rasa kalian gak pantas disebut kelurga!" ujar pria itu dengan nada yang bisa dibilang dingin dan jangan lupakan tatapan tajamnya. Mama Fany hanya diam tak bisa menjawab.
Lalu pria itu membantu Fany untuk berdiri dan langsung membawa gadis itu keluar dari rumahnya. Untung saja Alvian datang tepat waktu, jika tidak mungkin Fany sudah celaka.
Sesampai di depan rumah, pria itu langsung membawa Fany masuk ke dalam mobilnya, lalu membawa gadis itu pergi.
°•~°•~°•~•°
Kini Alvian dan Fany sedang berada di danau tempat biasa mereka kunjungi. Tidak ada kata-kata yang keluar dari mulut Alvian, begitu juga dengan Fany.
Tanpa aba-aba tiba-tiba Alvian memeluk gadis itu, mencoba memberi kehangatan. Fany pun membalas pelukan pria itu, ia merasakan kembali pelukan hangat yang sempat hilang dari hidupnya.
"Nangis aja jangan ditahan," ucap Alvian sembari terus mengelus puncak kepala gadis itu.
Fany pun menangis di dalam dekapan pria itu. Ia harus berterimakasih kepada Tuhan karena telah dipertemukan dengan sosok Alvian.
Setelah beberapa menit Fany pun melonggarkan pelukannya, lalu menghapus sisa-sisa air mata dipipinya. Alvian menatap Fany, gadis itu sangat kacau, mata sembab, dan rambut yang sedikit berantakan. Ternyata benar dugaan Alvian, ada yang tak beres dari kehidupan Fany.
"Makasih kak," ujar Fany.
"Sama-sama, sekarang mau kemana?" tanya Alvian.
"Fany mau pulang."
Mendengar jawaban dari Fany membuat lelaki itu sedikit bingung, apakah gadis ini lupa dengan kejadian yang hampir mencelakainya? Ah Alvian sama sekali tidak mengerti dengan pola pikir gadis di depannya ini.
"Lo yakin? Nanti kalau mereka mau nyelakai lo lagi gimana?" tanya Alvian beruntun.
"Yakin, mereka gak bakal ngapain Fany lagi," jawab gadis itu.
"Mendingan jang..."
"Kak, Fany mau pulang," belum selesai Alvian berbicara, omongannya sudah dipotong oleh Fany.
Alvian menghela nafasnya, mau tidak mau ia menuruti kemauan gadis itu.
"Hp lo mana," ucap Alvian.
Fany pun mengambil HP nya yang berada di sakunya lalu memberikannya kepada Alvian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fany
Teen Fiction[REVISI SETELAH TAMAT] Ini kisah tentang seorang gadis yang bernama Tiffany. Gadis yang tak pernah dianggap ada, gadis penuh luka yang masih berusaha tersenyum, gadis yang amat rapuh namun tetap berusaha agar terlihat tegar, gadis yang hidupnya penu...