Chapter 7

237 10 2
                                    

Tidak apa-apa, aku bilang tidak apa-apa seperti moto, tapi aku tidak pernah baik-baik saja, berbohong menjadi norma.
            -More than friends            

Happy reading!

"Ini apa?" ucap Irene sembari menunjukkan map merah yang ia pegang dengan tangan gemetaran.

Stella dan Harry membeku di tempat.

Irene menyorot tajam kearah dua orang yang sedang membeku di tempat.

"JAWAB IRENE INI APA?!" marah Irene semakin membesar dan semakim deras air matanya keluar. 

"P-papa sama mama bisa jelasin nak, kamu tenang dulu ya" ucap Stella berusaha menyenangkan putrinya.

"Kamu tenang dulu Irene, disini kita bisa bicarakan baik-baik!" ucap Harry sedikit membentak.

"Baik-baik? baik-baik gimana? aku, 17 taun hidup tapi disini aku merasa paling bodoh! Papa gatau rasanya jadi aku!" air mata Irene semakin deras.

"A-aku disini paling bodoh, aku disini paling jahat!" sambung Irene.

"Papa sama mama tau perasaan kamu! papa sama mama juga sakit hati kalau tau fakta kamu bukan anak kandung papa sama mama! liat kamu seperti ini semakin buat sakit hati papa sama mama!" bentak Harry. sedangkan Stella sudah menangis di samping Harry.

Irene mengalihkan pandangannya ke arah lain. ia benar-benar sakit hati.

Irene membalikkan badan lalu masuk ke kamarnya dengan membanting pintu kamarnya.

"G-gimana ini pa? mama takut dia pergi" takut Stella sambil menangis.

Harry memeluk istrinya dan berusaha menenangkannya.

                                 ***

Irene merosot di belakang pintu kamarnya. ia merasa paling bodoh disini, ia merasa tertohok atas fakta yang ia ketahui.

Ia memukul kepalanya dengan tangannya "bodoh-bodoh-bodoh..." pasrah Irene.

Coba bayangkan, selama kalian hidup belasan tahun bersama orang yang kalian sayangi dan kalian cintai ternyata ia bukan siapa-siapa kita? ia hanya orang asing yang bersama kita. bagaimana rasanya? sakit bukan? itu lah yang Irene rasakan saat ini.

Hidup 17 tahun bersama, yang ia kira orang tua kandungnya, tetapi ia baru tau sekarang? di hari yang seharusnya spesial ini?

Irene bangkit lalu ke meja belajarnya. lalu ia membuka buku diary miliknya, ia lagi-lagi menulis kejadian barusan.

Duarr!

Tak lama hujan datang bersamaan dengan petir. mungkin hujan merasa  kasihan kepada Irene menangis sendiri di malam dingin ini dan berniat menemaninya.

Irene terus memandangi hujan dari jendela kamarnya. dengan matanya yang masih membengkak itu dan kembali menulis.

Irene menutup buku diary miliknya dan menelungkupkan kepalanya di sela lengan tangannya. ia menangis lagi. menangis tanpa suara.

Kata orang menangis tidak ada suaranya artinya luka orang tersebut sangat sakit, bukan? Benar, fakta itu sangat benar, menangis tanpa suara adalah menangis paling sakit.

Irene mengangkat kepalanya lalu menyentuh jendelanya yang luar basah karena terkena hujan, lalu ia tersenyum. lebih tepatnya senyum miris.

"Makasih udah datang nemenin aku, Hujan"

Irene bangkit lalu bersiap untuk tidur, ia membaringkan tubuhnya ke kasur. ia memegangi dadanya yang merasa sesak. dan lagi-lagi ia menangis.

Ia menelusupkan kepalanya di bantal untuk merendam suara tangisan.

Di tengah malam yang dingin ini, Irene menangis ditemani oleh hujan malam yang deras. malam ini hujan deras sama seperti air mata Irene yang deras.

                               ***

Irene saat ini duduk di kasurnya, setelah mandi pagi, Irene tidak ada niatan untuk keluar kamarnya. ia merasa harus pun waktu untuk merenungi diri atas apa yang terjadi kemarin malam.

Ia masih ingat betul ekspresi kedua orang itu terkejut.

Lagi-lagi Irene tersenyum miris. ia dibodohi oleh kedua orang yang sayangi.

Ia begini karena merasa bersalah kepada orang tuanya. ia merasa merepotkan orang tuanya.

Irene membayangkan bagaimana perasaan orang tuanya saat bahagia bersama 'anak' mereka yang bukan keluarga kandungnya. Irene tau.

Maka dari itu ia merasa bersalah.

Ia marah kenapa tak memberitau dari dulu?

Irene sadar, seharusnya ia tak marah kepada orang tuanya. justru seharusnya ia berterimakasih kepadanya karena telah merawatnya sampai sebesar ini.

Tok! tok! tok!

Lamunan Irene buyar saat mendengar suara ketukan pintu kamarnya.

Irene tidak merespon karena sudah tau siapa yang mengetuknya.

"Nak, ayo sarapan dulu, seenggak kamu sesuap nasi." pinta Stella yang membawa nampan berisi makanan di sebelah tangannya untuk anaknya.

"Masih belum mau keluar?" tanya Harry yang tiba-tiba datang.

Stella hanya menggelengkan kepalanya dengan wajah sedih.

"Irene, kamu sudah besar, papa minta tolong kamu jangan kekanakan." ucap Harry yang sudah jengah kepada anaknya.

Tak lama suara kunci dibuka oleh Irene. lalu Stella mencoba membuka pintu dan terbuka.

Stella melihat anaknya duduk di kursi belajar dan tak menatapnya hanya menghela nafas.

"Mama taruh sini ya" ucap Stella lembut yang tak di respon oleh Irene.

Lalu Harry masuk ke kamar Irene.

"Irene, setelah makan langsung keluar, papa sama mama mau bicara baik-baik sama kamu." tegas Harry.

Lalu Stella dan Harry keluar kamar meninggalkan Irene yang lagi-lagi menangis dengan tubuh bergetar.

          To Be Continued.            

Jangan lupa tombol bintang di pojok bawah kiri yaa^^
Jika ada typo tolong komen biar saya revisi.
See you next chapter!

COVID-19[END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang